Tahun 2024 telah usai. Tentunya banyak kenangan dan capaian yang tidak mungkin terlupakan begitu saja. Tentunya harapan, do’a untuk kebaikan banyak dipanjatkan oleh masyarakat untuk tahun 2025. Kemeriahan pisah tahun 2024 dan sambut tahun baru 2025 tak terelakan dimalam tanggal 31 Desember 2024. Begitupulah Pemerintah menyambut tahun 2025 dengan disahkannya PPN 11 persen naik menjadi 12 persen.
Presiden Prabowo Subianto telah resmi mengumukan kenaikan pajak pertambahan nilai atau PPN dari 11 persen menjadi 12 persen yang berlaku mulai Januari 2025. Pengumuman ini dilakukan di Gedung Djuanda 1, Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta Pusat pada hari Selasa 31 Desember 2024.
Presiden Prabowo Subianto dalam pidatonya menyampaikan bahwa kebijakan kenaikan PPN 12 persen merupakan amanah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau yang disebut dengan HPP. Agar tidak membebani daya beli masyarakat dan menjaga kestabilan ekonomi, maka pemerintah akan melakukan kebijakan ini secara bertahap.
Sejak diumumkannya kenaikan PPN pada bulan november oleh Pemerintah, publik dibuat geger. Pasalnya akan mempengaruhi daya beli masyarakat ditengah gonjang ganjing perekonomian Negara. Kebijakan ini menuai kritikan tajam dari berbagai kelangan salah satunya Rocky Gerung. Menurut Bung Rocky, pemerintah harus lebih jelas mendefinisikan dan menguraikan lebih detail barang-barang yang masuk kategori barang mewah. Ia mengkhawatirkan kenaikan PPN 12 persen tidak hanya akan berdampak pada barang-barang mewah, tetapi juga barang-barang kebutuhan harian.
Selain itu Bank Dunia juga mengingatkan kepada Pemerintah untuk berhati-hati dalam penetapan kebijakan ini. Kenaikan PPN bisa menghambat konsumsi rumah tangga yang merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia.
Kritikan dan masukan dari berbagai kalangan juga masyarakat melalui platform media sosial bahkan menbuat petisi penolakan tersebut membuat Menteri Keuangan terlihat seperti waspada. Pemerintah kini tengah berusaha meyakinkan masyarakat bahwa kenaikan PPN hanya akan menyasar barang-barang tertentu yang dianggap bukan kebutuhan pokok.
Publik sebenarnya bertanya-tanya. Siapa sebenarnya yang terkena dampak dengan naiknya PPN? Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan dalam penyampainnya pada tanggal 31 Desember 2024 bahwa barang-barang kebutuhan pokok seperti bahan makanan tetap dikenakan pajak 11 persen. Kenaikan PPN hanya dikenakan untuk barang dan jasa mewah yang hanya dibutuhkan oleh segelintir orang.
Dengan demikian masyarakat yang mengkonsumi barang kebutuhan umum seperti beras, daging, ikan, telor, susu segar, jasa pendidikan, jasa angkutan umum, rumah sederhana dan air minum tidak merasakan dampak kenaikan PPN 12 persen. Bahkan untuk melindungi rakyat kecil pemerintah menerapkan pembebasan PPN atau tarif nol persen untuk barang dan jasa yang banyak dibutuhkan masyarakat.
Selain itu, untuk menghadapi dampak kenaikan PPN, Pemerintah menyiapkan paket stimulus senilai Rp 38,6 triliun sebagai bentuk dukungan kepada masyarakat dan sektor usaha. Beberapa poin dalam paket tersebut meliputi seeprti :
1. Bantuan beras untuk 16 juta penerima bantuan pangan sebesar 10 kilogram per bulan.
2. Diskon 50 persen untuk pelanggan listrik dengan daya maksimal 2.200 volt.
3. Insentif PPh pasal 21 bagi pekerja dengan gaji hingga Rp 10 juta per bulan.
4. Bebas PPh bagi UMKM dengan omzet kurang dari Rp 500 juta per tahun.
Apa saja barang-barang yang terdampak dengan kebijakan kenaikan PPN 12 persen. Dilansir dari Warta Ekonomi berikut detail barang mewah dan jasa yang terkena pajak PPN 12 persen, adalah sebagai berikut:
1. Hunian Mewah (tarif 20%) berupa rumah, apartemen, kondominium, dan town house dengan harga jual minimal Rp30 miliar.
2. Balon udara dan peluru (tarif 40%) berupa balon udara yang dapat dikemudikan dan pesawat udara tanpa tenaga penggerak. Peluru dan senjata api tertentu, kecuali untuk keperluan negara.
3. Private Jet dan Senjata Api (Tarif 50%) berupa helikopter, pesawat udara lainnya yang tidak termasuk dalam kategori 40%. Senjata artileri, revolver, pistol, dan senjata lainnya yang tidak digunakan untuk keperluan negara.
4. Kapal Pesiar dan Yacht (Tarif 75%) yakni kapal pesiar, kapal ekskursi, dan yacht, kecuali untuk kepentingan negara, angkutan umum, atau usaha pariwisata.
Dengan kebijakan ini, pemerintah berharap dapat meningkatkan penerimaan negara tanpa membebani masyarakat umum. Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan menyampaikan bahwa barang mewah yang dikenakan PPN 12% ini memiliki jumlah yang sangat terbatas. Sementara itu, barang dan jasa umum tetap dikenakan tarif 11%, sehingga tidak ada dampak terhadap daya beli masyarakat luas.
Saya bukanlah pakar ekonomi atau pengamat kebijakan. Namun saya berharap semoga kebijakan kenaikan PPN 12 persen yang berlaku untuk barang mewah dan jasa tidak merembes pada kebutuhan pokok masyarakat. Jika niatan pemerintah untuk melindungi rakyat kecil dan menambah penghasilan negara melalui pajak PPN barang mewah dan jasa. Semoga pemerintah secepatnya menetapkan PMK kenaikan pajak terbaru. Jika lambat maka kenaikan pajak PPN berpotensi tertunda. Pada akhirnya niatan Presiden Prabowo untuk menata kembali perpajakan di Indonesia terhambat pula.
Penulis : NaWa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H