Sejak abad-abad jauh yang tak butuh hitungan,
datang adalah muasal dari segala kepergian.
Lalu, sunyiadalah muara dari segala kesedihan.
Pernah kita memahat kenangan, dalam tiap tapak-tapak jalan, pada sawah dan ladang-ladang, pada bunga-bungakopi yang wangi,pada rupa yang datang dan pergi bergantian, yang banyak mengajarkan silsilah kehilangan.
Satu tanya yang tersembunyi dalam sunyi-sunyi yang kunaungi. Perihal alasan engkau membakar ribuan peta, hingga kesedihan tidak pernah tahu bagaimana seharusnya menapaki jalan, menuju mukim di rahim-rahim kebahagiaan
Dimataku nanti akan tumbuh lubuk. Dengan ratusan ikan yang tak pandai berenang. Tersebab engkau lupa menitipkan sirip dan insang.
Nanti engkau paham, air mata mampu lebih banyak berkata-kata,sunyi dan puisi menjadi lebih nyata darisegala yang aku rasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H