Mohon tunggu...
Nawangsari Indah Kusuma Putri
Nawangsari Indah Kusuma Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Psikologi Universitas Sebelas Maret

Seseorang yang senang memperluas perspektifnya dengan belajar dan mencoba hal-hal baru.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Sering Ingin Membeli Sesuatu karena Viral? Yuk, Intip Strategi Marketing FoMO!

9 Juli 2023   11:38 Diperbarui: 9 Juli 2023   11:52 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Apakah kamu pernah merasa terburu-buru untuk membeli suatu produk yang tengah viral di internet? Atau pernahkah kamu melakukan sesuatu yang banyak dilakukan teman-temanmu agar tidak dianggap ketinggalan zaman? Pindah nongkrong dari satu cafe ke cafe lain, menonton konser, membeli smartphone terbaru, lalu mengunggah semua aktivitas tersebut di media sosial agar terlihat mengikuti trend? Nah, hati-hati, bisa jadi kamu itu telah mengalami FoMO!

FoMO, istilah apa tuh?

FoMO atau Fear of Missing Out adalah fenomena psikologis di mana seseorang merasa menderita, terutama takut dan gelisah, serta terobsesi pada hal-hal khusus yang sedang dan sering terjadi. Secara sederhana, konsep Fear of Missing Out dapat digambarkan ketika seseorang merasa takut dan gelisah ketinggalan sesuatu yang sedang menjadi tren atau bahkan sudah dimiliki banyak orang. 

Fenomena ini timbul akibat banyaknya paparan di media sosial dan orang-orang yang semakin hari semakin disibukkan untuk mengonsumsi konten media sosial. Akibatnya, banyak orang yang merasa harus melakukan atau membeli sesuatu tersebut agar dapat diterima dalam suatu kelompok tertentu dan tidak diisolasi dari suatu kelompok, terutama kelompok sosial. FoMO banyak terjadi pada generasi milenial dan Z. Pada generasi milenial, data menunjukkan bahwa 60% milenial memutuskan untuk membeli, menyewa, atau menggunakan sesuatu karena takut dianggap ketinggalan trend di lingkungan pertemanan.

Maraknya fenomena ini rupanya mendorong pelaku bisnis untuk memanfaatkan FoMO sebagai basis dalam strategi pemasaran mereka. Strategi marketing FoMO dapat diartikan ketika pelaku bisnis melakukan pemasaran yang bertujuan untuk membuat target konsumen melakukan pembelian dengan cepat. Biasanya, strategi ini dikaitkan pula dengan dampak apa yang akan dialami konsumen apabila tidak membeli produk tersebut, mengapa konsumen harus membelinya sesegera mungkin, serta kepuasan apa yang akan konsumen dapatkan.

Strategi marketing FoMO telah terbukti efektif untuk meningkatkan konsumen dan memperlancar proses bisnis. Strategi ini membawa peluang untuk pelaku bisnis meraih konsumen dengan cakupan lebih luas dan jumlah lebih banyak. Dalam jangka panjang, kepuasan konsumen terhadap produk atau jasa mereka juga akan mengantarkan mereka pada loyalitas terhadap bisnis atau perusahaan.

Apa aja si bentuk dari Strategi Marketing FoMO?

Tentu terdapat banyak cara untuk menerapkan strategi ini. Yuk, simak cara-cara di bawah ini, jangan-jangan kita juga salah satu konsumen yang datang dari cara-cara berikut!

  • Menggunakan Influencer dan Brand Ambassador

Pernah ga si, kamu membeli produk karena influencer atau artis idola kamu terus menerus mempromosikannya dalam konten? Atau karena dia menjadi brand ambassador suatu produk atau jasa? Banyak bisnis yang telah memanfaatkan influencer sebagai jembatan mereka meraih target konsumen, misalnya melalui endorsement, paid promote, dan brand ambassador. Semakin terkenal dan terpercaya influencer tersebut, maka semakin banyak konsumen yang tertarik. Contohnya saja, terdapat produk skincare yang laris di pasaran akibat rekomendasi dari seorang beauty influencer.

  • Menyusun konten marketing yang menarik

Terutama pada era digital, penyusunan konten menjadi momok yang krusial. Seorang pemasar harus mampu melihat trend apa yang sedang terjadi. Kemudian mereka menuangkan alasan mengapa orang-orang harus membeli atau menggunakan produk atau jasanya untuk mengikuti trend tersebut dalam bentuk konten yang menarik. Konten ini dapat berupa visual, lalu ditambah dengan copywriting yang persuasif. 

Misalnya, "Penawaran terbatas", "9/10 orang telah mengonsumsi X, kamu kapan?", atau lebih emosional dan personal, seperti, "Orang Indonesia bangga pakai ini".

  • Memberikan batas waktu pembelian

Nah, strategi ini semakin ramai di e-commerce, yaitu dikenal dengan istilah Flash Sale. Biasanya, flash sale diadakan pada jam-jam tertentu dan hanya pada beberapa produk saja. Bukan hanya mengandalkan potongan harga yang cukup besar, flash sale juga menekankan pada waktu pembelian yang terbatas dan stok yang terbatas pula. Akibatnya, konsumen akan merasa diburu oleh waktu sehingga langsung membeli produk tersebut.

  • Menunjukkan stok barang

Masih berkaitan dengan strategi sebelumnya, menampilkan stok barang ternyata juga membuat konsumen tertekan dan merasa harus membelinya saat ini juga. Penampilan stok barang ini lazimnya ada di setiap produk di e-commerce. Dalam bisnis jasa, biasanya stok terbatas ini ditunjukkan dengan kuota atau tiket yang terbatas. Misalnya, untuk mengikuti suatu layanan, dalam satu hari, penyedia hanya menyediakan beberapa kuota sehingga konsumen harus cepat untuk mendapatkannya.

  • Memberikan apresiasi kepada pembeli tercepat

Cara ini juga banyak diterapkan oleh para pelaku bisnis. Pembeli tercepat, misalnya 10 atau bahkan 100 pembeli pertama, berhak mendapatkan potongan harga, gratis ongkos kirim, atau hadiah lain yang menarik. Penawaran ini tentunya akan memacu para konsumen. Terutama pada seseorang yang tengah dalam perilaku FoMO, penawaran ini akan semakin mendorongnya untuk segera mendapatkan produk atau jasa tersebut.

  • Menampilkan ulasan-ulasan dari para konsumen

Semakin banyak orang yang telah membeli barang tersebut, lalu mereka memberikan ulasan yang baik atau bahkan merekomendasikan barang tersebut, maka dapat semakin membuat orang merasa tertinggal dan harus memiliki barang yang sama. Fenomena ini tak jarang ditemui di e-commerce, situs-situs ulasan pembeli, dan media sosial lain. Rating yang tinggi juga berpengaruh dalam proses ini. Biasanya, pelaku bisnis juga menampilkan ulasan-ulasan tersebut di media sosialnya untuk meningkatkan kepercayaan calon konsumen.

Nah, sekarang semakin jelas ya bagaimana strategi marketing FoMO telah banyak bermunculan di dunia pemasaran saat ini dan turut memengaruhi kita selaku konsumen. Bahkan, apabila ditarik mundur, perilaku cemas atau gelisah orang-orang untuk ikut apa yang banyak dilakukan orang di sekitarnya ini juga telah dimanfaatkan sebagai strategi pemasaran selain di media sosial. Misalnya, ketika terdapat antrian yang panjang pada suatu kedai, orang yang melihat antrian panjang tersebut akan merasa penasaran. Rasa penasaran ini selanjutnya dapat mendorongnya untuk ikut membeli produk tersebut.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa FoMO telah melahirkan strategi pemasaran yang lebih dekat dengan kebutuhan dan perasaan konsumen. 

Apabila kita adalah seorang pelaku bisnis, penting untuk memahami strategi ini dan mencoba untuk menerapkannya. Namun, tetap harus sesuai dengan target konsumen dan kebutuhan mereka. Di sisi lain, sebagai konsumen, kita juga perlu menyadari strategi ini. Meskipun banyak produk atau jasa yang terkenal atau menjadi trend karena memang bermanfaat, konsumen juga perlu memilah mana produk atau jasa yang sesuai dengan kebutuhannya. Jangan sampai seseorang hanya menuruti kemauan kelompok sosialnya, tanpa mengetahui apa manfaat hal tersebut untuk dirinya sendiri.

Referensi

Marketing FOMO: Pengertian dan Cara Menerapkannya. (2022, December 24). Mash Moshem. Retrieved July 9, 2023, from https://mashmoshem.co.id/marketing-fomo-adalah/ 

Santoso, I. H., Widyasari, S., & Soliha, E. (2019). FOMSUMERISM: MENGEMBANGKAN PERILAKU CONFORMITY CONSUMPTION DENGAN MEMANFAATKAN FEAR OF MISSING OUT KONSUMEN. Jurnal Ilmiah Bisnis dan Ekonomi Asia, 15(2), 159-171. 10.32812/jibeka.v15i2.230 

Triyasari, S. R., Tamami, N. D., & Pangestu, L. (2022). FoMO: Loyalitas Konsumen Berdasarkan Brand Experience Produk Olahan Singkong Asli Madura. Jurnal Agrikultura, 33(1), 106-114.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun