Justru individu yang bergaya hidup mahal dan mengaku gaul, tanpa melihat skala prioritas bisa dilabeli "cupu" secara konotasi negatif karena minimnya dia dalam berilmu. Minim menerapkan prinsip hidup yang ideal.
Apabila fenomena ini dilihat dari perspektif ekonomi, orang yang sering menyebut dirinya gaul, kekinian, maju, modern namun tanpa melihat skala prioritas yang ada dan hanya melakukan pola konsumsi terus menerus tanpa melakukan savingatau investasi sama halnya dia melanggar prinsip ekonomi itu sendiri.Â
Secara sistemik gaya seperti ini akan disukai oleh kaum kapitalis karena akan menjadi faktor utama dalam pemasukan laba, namun di sisi lain hal ini akan meningkatkan kemiskinan secara sistemik pula.
Fenomena  pemaknaan kata "cupu" dan "alim" ini seperti arti kata sosialita yang telah bergeser pemaknaanya dari orang yang peduli pada aspek sosial menjadi orang yang bergaya hidup mewah dan borjuis. Kurang lebih itulah indentifikasi antara kata "cupu" dan "alim" yang sering disalah persepsikan.
Secara ringkas seharusnya orang yang menyebut diri mereka maju atau kekinian tidak menyalahi teori ilmu termasuk teori ekonomi karena wawasannya sehingga dia layak disebut "alim" atau orang berilmu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H