Sistem moneter internasional adalah suatu kebijakan dan peraturan yang resmi untuk mengatur nilai tukar, pembayaran internasional, cadangan internasional, serta sekumpulan institusi, aturan, dan standar yang mengatur operasinya. Sistem ini telah memfasilitasi ekspansi yang besar terhadap pertumbuhan global, perdagangan internasional, intergrasi keuangan internasional, peningkatan pertumbuhan PDB yang pesat secara global, dan meningkatkan aset asing. Adanya globalisasi membuat perdagangan dan investasi internasional berlangsung secara lebih mudah. Hal ini membuat negara-negara yang ada di dunia lebih mudah mendapatkan keuntungan dari akses ke pasar internasional. Sistem moneter internasional ini diawasi oleh institusi atau lembaga internasional seperti IMF. Hal ini bertujuan untuk membangun kepatuhan terhadap aturan dalam hal kebijakan makro ekonomi dan sektor ekonomi. Tujuan ini untuk membuat dan menjaga stabilitas keuangan dan moneter global.
Sejarah Perkembangan Sistem Moneter Internasional
Sejarah dari sistem moneter internasional tidak bisa lepas dari pembahasan mengenai nilai tukar. Hal ini dikarenakan sistem moneter dibuat untuk memudahkan transaksi ekonomi antar negara. Sistem moneter internasional ini memiliki peran yang penting bagi kegiatan ekonomi politik internasional. Awal pembentukan sistem moneter internasional melalui berbagai macam transformasi dalam mengantisipasi berbagai perubahan ekonomi dan politik internasional.Â
Periode Standar Emas tahun 1880-1914
Pada periode ini, nilai tukar uang domestik terhadap emas ditetapkan berdasarkan harga resmi yang tetap. Orang-orang bebas untuk menjual dan membeli emas di dalam negeri ataupun luar negeri. Disisi lain, jumlah uang yang beredar harus terjamin agar dapat mendorong terjaminnya harga emas. Uang yang beredar harus dijamin dengan cadangan emas sehingga dapat mendorong stabilitas nilai tukar dan harga. Sistem ini juga memiliki kelemahan apabila cadangan emas jumlahya tidak mencukupi atau terlalu banyak. Jika cadangan emas terlalu sedikit akan membuat deflasi dan ekonomi suatu negara dapat melemah.Â
Periode Perang Dunia Pertama hingga Perang Dunia Kedua
Pada periode ini, sistem moneter atau nilai tukar mengalami pasang surut. Banyak negara yang menggunakan sistem tukar mengambang dan tidak ada intervensi dari bank sentral. Dengan adanya sistem nilai tukar yang mengambang membuat membuat nilai mata uang yang ditetapkan tidak perlu dijamin dengan dengan peredaran emas. Namun, peredaran uang tanpa jaminan cadangan emas ini malah membuat adanya inflasi. Khususnya negara-negara yang sedang mengalami perang seperti Eropa. Kondisi ini membuat beberapa negara kemudian kembali lagi kepada sistem standar emas. Hal ini dilakukan untuk menstabilkan harga dan disiplin kebijakan fiskal. Namun, setelah Perang Dunia II pecah membuat beberapa negara menggunakan sistem nilai tukar tetap dengan tidak berpegang kepada emas. Negara-negara tersebut menggunakan nilai tukar yang berpegang kepada suatu mata uang tertentu.
Sistem Bretton Woods
Sistem ini dimaksudkan untuk menghindari kekacauan ekonomi yang terjadi akibat Perang Dunia I. Sistem ini diwujudkan dengan melakukan konferensi di Bretton Woods pada Juli 1944. Pada saat itu kemudian didirikan dua lembaga ekonomi yaitu IMF dan IBRD (World Bank) untuk mendorong kerjasama moneter antarnegara. Hal ini juga bertujuan untuk menciptakan sistem nilai tukar yang lebih baik dan memberikan bantuan keuangan pada suatu negara yang mengalami kesulitan neraca pembayaran. Dalam hal ini, Amerika Serikat adalah satu-satunya negara yang mengaitkan mata uangnya dengan emas. Namun, negara-negara lainnya mengaitkan mata uangnya dengan USD. Dengan ini, maka Amerika Serikat merupakan akar dari sistem yang menetapkan nilai USD terhadap emas.
Pascasistem Bretton Woods
Kepercayaan masyarakat pada sistem nilai tukar IMF terus saja berkurang. Hal ini berkelanjutan dengan adanya devaluasi mata uang dolar Amerika Serikat yang awalnya 35 USD menjadi 38 USD per satu ounce emas. Kemudian dalam perkembangannya, negara-negara yang menjadi anggota IMF diperbolehkan untuk mengambangkan nilai tukar mata uangnya. Dengan adanya hal ini, banyak negara yang beralih ke nilai tukar mengambang dan ada juga yang menggunakan variasi keduanya. Negara-negara yang ada di Eropa kemudian juga mendirikan sistem nilai tukar yaitu EMS untuk menciptakan sistem nilai tukar yang stabil bagi anggotanya. Kemudian mereka menetapkan untuk menggunakan Euro sebagai mata uang bersama mereka. Untuk negara-negara di luar Eropa dan Amerika Serikat malah mengalami hal yang buruk dan mengalami krisis nilai tukar. Hal ini tidak hanya menyebabkan berdampak pada perekonomian negara tersebut, akan tetapi membuat gejolak sosial dan politik seperti yang terjadi di Meksiko, Brazil dan beberapa negara lainnya.
Kebijakan Moneter Setelah Krisis Ekonomi 1997
Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia sejak tahun 1997 menimbulkan banyak permasalahan yang sulit untuk dihadapi dalam berbagai bidang. Terjadinya krisis ini disebabkan oleh adanya penarikan sejumlah besar dana oleh masyarakat. Apalagi saat itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus melemah. Hal ini menyebabkan berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap rupiah semakin berkurang dan menyebabkan nilai tukar rupiah terus mengalami penurunan yang tajam. Penurunan yang terus menerus ini dapat membuat sektor perbankan dapat mengalami kekacauan dan kehancuran. Oleh sebab itu, Bank Indonesia melakukan penyuntikan dana dalam jumlah yang cukup besar yang mengakibatkan adanya lonjakan laju inflasi.
Keadaan krisis yang sedang terjadi ini menunjukkan bahwa pembangunan nasional yang dilakukan sebelum krisis ekonomi memiliki banyak kelemahan dalam struktur dan sistem perekonomiannya. Hal ini kemudian menyebabkan adanya penyimpangan-penyimpangan atau distorsi ekonomi muncul yang membuat struktur ekonomi nasional menjadi lemah.Â
Pada saat itu juga, perekonomian internasional Indonesia sedang mengalami pertumbuhan yang cepat dan menuju kepada sistem ekonomi global. Hal ini ditandai dengan semakin terintegrasinya pasar keuangan dunia yang membuat pergerakan aliran dana luar negeri menjadi lebih mudah dan membuat persaingan di dunia internasional semakin ketat.Â
Pergerakan aliran dana luar negeri ini memberikan keuntungan dalam mendorong perekonomian nasional, namun hal ini juga menyebabkan peningkatan kerentanan perekonomian nasional. Dengan adanya hal ini, maka diperlukan untuk memiliki landasan perekonomian yang kukuh melalui strategi pembangunan yang tepat. Sehingga perekonomian nasional Indonesia dapat bersaing dalam kancah perekonomian internasional.
Demi mewujudkan perekonomian yang kukuh tersebut, maka dilakukanlah penyesuaian berbagai kebijakan ekonomi yang ditempuh oleh Indonesia. Kebijakan moneter merupakan salah satu hal yang penting dalam kebijakan pembangunan ekonomi untuk menciptakan dan menjaga stabilitas moneter. Kebijakan moneter ini difokuskan kepada stabilitas moneter agar menjadi lebih optimal dan membuat tujuan dari Bank Indonesia menjadi lebih terarah. Namun, keberadaan Dewan Moneter pada masa sebelum terjadinya krisis moneter membuat peranan dan status dari Bank Indonesia dinilai tidak sesuai lagi dalam menghadapi perkembangan ekonomi nasional dan internasional dimasa yang akan datang. Oleh sebab itu, dibutuhkan landasan hukum yang baru untuk membuat status, tugas, dan tujuan dari Bank Indonesia agar lebih sesuai selaku bank sentral.
Banyaknya permasalahan yang terjadi membuat dikeluarkannya UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang digunakan sebagai pengganti dari UU No. 13 Tahun 1968 tentang bank sentral. Dengan adanya hukum yang baru ini membuat Bank Indonesia memiliki fokus tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dan nantinya bisa meningkatkan kesejahteraan rakyat. Hal tersebut merupakan bagian dari kebijakan pemulihan dan reformasi perekonomian yang digunakan untuk bisa keluar dari krisis ekonomi yang sedang melanda. Hal ini juga menjadikannya sebagai landasan yang kokoh dalam melaksanakan dan mengembangkan perekonomian Indonesia ditengah perekonomian dunia yang semakn kompetitif. Jika terjadi kegagalan dalam memelihara kestabilan nilai rupiah dengan adanya kenaikan harga-harga barang akan dapat merugikan karena menyebabkan penurunan pendapatan riil masyarakat dan membuat daya saing perekonomian nasional dalam perekonomian dunia menjadi lemah.
Bank Indonesia melakukan penyusunan Program Moneter yang dapat memperkirakan permintaan uang yang sesuai dengan kebutuhan riil perekonomian. Dengan adanya perhitungan ini dapat memperkirakan pertumbuhan uang yang beredar dan dibutuhkan oleh masyarakat. Bank Indonesia juga memperkirakan pertumbuhan uang primer sebagai sasaran dari kebijakan moneter. Sasaran ini bisa ditentukan secara tahunan, kuartal, bulanan, dan mingguan untuk digunakan sebagai dasar dalam pelaksanaan kebijakan moneter. Berdasarkan sasaran primer yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia, maka dibutuhkan untuk melakukan Operasi Pasar Terbuka (OPT) dalam pengendalian moneter. Hal tersebut bisa dilakukan oleh Bank Indonesia melalui tiga cara yaitu:
1. Lelang SBI
Lelang SBI mingguan digunakan untuk mencapai besarnya target uang primer yang telah ditetapkan. Maka dari itu, setiap minggunya Bank Indonesia akan memperkirakan perkembangan uang primer dan nantinya akan dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan. Bank Indonesia juga harus menentukan besarnya likuiditas pasar uang yang harus diserap. Hal ini dilakukan dengan menghitung SBI yang sudah jatuh tempo, berapa ekspansi dari sisi viskal, mutasi cadangan devisa, dan kondisi likuiditas di pasar uang. Dengan cara inilah target uang primer yang sudah ditetapkan dapat tercapai dan dapat memengaruhi perkembangan duku bungan di pasar uang.
2. Fasilitas Bank Indonesia
Fasilitas bank Indonesia ini dilakukan secara harian, terutama saat terjadi perkembangan yang di luar perhitungan dan dapat menyebabkan tidak tercapainya target uang primer melalui lelang SBI. Caranya adalah dengan menawarkan kepada bank-bank yang ada untuk menanamkan kelebihan likuiditasnya ke Bank Indonesia atau dengan membeli kembali SBI secara repurchase Agreement di pasar uang antar bank.
3. Sterilisasi atau Intervensi Valuta Asing
Intervensi valuta asing dilakukan oleh Bank Indonesia ketika pemerintah membiayai kegiatan suatu proyek dengan cara menggunakan dana valuta asing yang disimpan oleh Bank Indonesia sebagai cadangan devisa. Jika tekanan rupiah tidak melemah, hal ini bisa dilakukan dari sisi viskal dengan menjual SBI. Namun, jika pada saat yang bersamaan terjadi tekanan melemahnya nilai tukar rupiah yang perlu dicegah. Maka Bank Indonesia akan menjual valuta asing untuk digunakan sebagai sterilisasi ekspansi fiskal tersebut. Hal ini bertujuan untuk menyerap likuiditas di pasar uang yang lebih karena akibat dari ekspansi sisi fiskal yang dilakukan untuk mencapai target uang primer dan sebagai upaya untuk membantu menstabilkan nilai tukar rupiah di pasar. Intervensi valuta asing ini akan dilakukan oleh Bank Indonesia saat terjadi gejolak nilai tukar rupiah di pasar valuta asing. Meskipun sedang tidak terjadi ekspansi dari sisi fiskal disaat yang bersamaan.
DAFTAR PUSTAKA
Firman Mochtar, Sahminan Sahminan, Aida S. Budiman. 2020. Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia Menuju Era Ekonomi Digital.
Iskandar Simorangkir, Suseno. 2004. Sistem dan Kebijakan Nilai Tukar.
Perry Warjiyo, Solikin. Kebijakan Moneter di Indonesia. Seri Kebangsentralan No. 6. Bank Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H