eksponen positivisme menurut pandangan H.L.A Hart (1986: 77-96), seorang yuris Inggris. Konsepnya tentang wujud atau sifat hukum tidak sama sekali menutup tempat bagi peranan pengadilan, meskipun tentunya tidak memberikan kebebasan bagi pengadilan untuk membentuk hukum sendiri.
Hart membedakan dua tipe hukum, yaitu tipe aturan primer dan tipe aturan sekunder. Aturan primer menekan- kan kewajiban-kewajiban, di mana melalui aturan primer ini- lah manusia diwajibkan untuk melakukan sesuatu atau untuk tidak melakukan sesuatu. Ide dasarnya adalah bahwa beberapa norma, berkaitan langsung agar orang bertingkah laku sesuai suatu cara primer, dalam pengertian bahwa mereka ditentukan bagaimana seharusnya bertingkah laku tertentu dan bagaimana seharusnya mereka tidak bertingkah laku tertentu.
Adapun aturan-aturan sekunder menjelaskan tentang apa kewajiban masyarakat yang diwajibkan oleh aturan, me- lalui prosedur apa sehingga suatu aturan baru memungkin- kan untuk diketahui, atau perubahan/pencabutan suatu atur- an lama. la juga menjelaskan bagaimana suatu persengketaan dapat dipecahkan, mengenai apakah suatu aturan primer telah dilanggar atau siapa yang mempunyai otoritas untuk menjatuhkan hukuman bagi pelnggar hukuman.Â
Cara-cara penyelesaian sengketa
Kelemahan penyelesaian cara litigasi
Merupakan satu kekeliruan jika orang menganggap bah- wa di dalam masyarakat modern, hanya pranata pengadilanlah satu-satunya cara penyelesaian sengketa. Di luar pengadilan masih terdapat cara-cara penyelesaian persengketaan lain, se- perti: mediasi, arbitrase, dan konsiliasi. Ada masyarakat yang di- dominasi oleh cara litigasi seperti masyarakat Amerika Serikat, sebaliknya juga ada yang didominasi oleh cara nonlitigasi, seperti Korea dan Jepang. Saat ini, mereka memiliki lebih banyak gugatan ke pengadilan (lebih dari 15 juta per tahun), dibandingkan setiap negara lain di dunia. Terhadap konflik yang paling remeh pun, mereka senantiasa meneriakkan:
"See you in court!" (Kita akan bertemu di pengadilan). Dari 1964 hingga 1984, angka per kapita gugatan-gugatan yang masuk ke pengadilan meningkat hingga tiga kali lipat. Setiap tahun, 40.000 sarjana hukum diterima di Bar (organi- sasi pengacara). Seorang pengamat terkemuka menyatakan bahwa, "Kita meminta pengacara kita untuk menggugat, se- belum kita meminta lawan kita untuk berbicara." Beberapa gugatan mungkin dapat dipandang lucu, seandainya mereka. tidak terlalu serius memandangnya, contoh-contohnya: ketika sekelompok or
ang tua murid menuntut dengan segala macam cara ke pengadilan federal atas suatu kesalahan yang dilakukan oleh petugas di dalam suatu permainan sepakbola di SMA; seseorang yang menggugat sebuah restoran hanya karena mentega dari makanan yang dipesannya beratnya kurang dari dua ons penuh. Banyak orang yang cepat-cepat mengajukan gugatannya ke pengadilan, dengan cepat pula menemukan banyak keti- dakefisienan selama berada seharian di pengadilan; biaya hukum yang tinggi, bulanan atau tahunan menunggu sele- sainya proses perkara, perasaan frustasi yang berkaitan de- ngan sistem di mana para praktisi yang terlibat di pengadilan berbicara dengan menggunakan istilah-istilah bahasa yang tidak dimengerti (oleh orang awam) seperti: habeas corpus, corpus juris, dan res ipsa loquitor.
Karakteristik Mediasi
"Saya masih menghabiskan waktu pada pesta malam untuk menjelaskan bahwa mediasi itu bukan arbitrase dan juga bukan meditasi," demikian yang pernah ditulis oleh David Matz, direktur program penyelesaian sengketa pada Uni- versitas Massachusetts di Boston. Orang sering mengacau- kan mediasi dan arbitrase, meskipun kedua kata itu sendiri terdengar lebih serupa dibandingkan dengan prosedur yang mereka gambarkan.
Dibanding mediasi, maka arbitrase jauh lebih dikenal luas. Arbitrase telah lama digunakan untuk menyelesaikan sengketa-sengketa komersial dan ketenagakerjaan (sebagai hal terkini juga mencakupi, penyelesaian ketenagakerjaan dalam olahraga profesional). Di dalam arbitrase, seorang pihak ketiga yang netral yang disebut arbitrator memimpin suatu pemeriksaan di antara pihak yang bersengketa dan lalu bertindak sebagai seorang hakim, membuat suatu putusan.Â