Mohon tunggu...
Moh Nauval Karim Al Alawi
Moh Nauval Karim Al Alawi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Nama saya Moh Nauval Karim Al Alawi. Lahir dan besar di Lamongan, Jawa Timur, dan sedang menempuh pendidikan S1 di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang pada jurusan Hukum Tata Negara Fakultas Syariah.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tantangan Global: Mengatasi Krisis Pengungsi Rohingya dalam Mencari Solusi Kemanusiaan

7 Januari 2024   09:13 Diperbarui: 7 Januari 2024   09:15 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rohingya merupakan nama etnis atau kelompok yang mendiami daerah negara bagian Arakan/Rakhine sejak abad ke 7 Masehi. Arakan sendiri merupakan nama kerajaan yang sekarang menjadi daerah di perbatasan antara Myanmar dan Bangladesh. Versi lain menyebutkan asal kata Rohingya berasal dari kata "rohan" atau "rohang", sebuah nama kuno dari arakan. 

Oleh sebab itu, orang yang mendiami daerah tersebut biasa disebut Rohingya. Nenek moyang etnis Rohingya berasal dari campuran bangsa Arab, Turk, Persian, Afghan, Bengali, Moors, Mughal, Pathans, Maghs, Chakmas, Dutch, Portuguese dan Indo-Mongoloid. Etnis Rohingya merupakan etnis minoritas muslim yang mendapatkan perhatian internasional dikarenakan adanya diskriminasi dan konflik berkepanjangan yang menimpa mereka. 

Pada awalnya, setelah kemerdekaan negara Myanmar yang terjadi pada masa kepemimpinan jendral Aung San etnis Rohingya menduduki posisi penting pada pemerintahan, dengan dibuktikan adanya orang Rohingya yang menjadi menteri Myanmar pada tahun 1940-1950. 

Namun setelah jendral Ne Win melakukan kudeta pada tahun 1962, dan pada saat itu Jendral Ne Win mengambil alih kepemimpinan negara yang menjadikan dirinya sebagai presiden, dan sistem politik di Myanmar diubah menjadi lebih otoriter. Selanjutnya pada tahun 1991 hingga sekarang, Myanmar mengahadapi konflik cukup serius, beberapa faktor yang melatarbelakangi terjadi konflik ini, mulai dari pemerkosaan, diskriminasi warga minoritas, dan masalah entitas etnis. 

Adanya perlakuan diskriminasi disebabkan oleh status mereka yang berbeda, yang mana mayoritas penduduk Myanmar merupakan pemeluk agama budha sedangkan Rohingya adalah minoritas muslim. Selain itu, akar masalah yang paling menonjol adalah legalitas etnis Rohingya di Myanmar. 

Pemerintah Myanmar sendiri tidak memberikan status kewarganegaraan kepada Rohingya. Oleh sebab itu, etnis Rohingya tidak memilik akses untuk memperoleh pendidikan, kebebasan beragama, layanan kesehatan, dan pekerjaan. 

Pemerintah Myanmar tak mengakui kewarganegaraan etnis Rohingya karena menganggap kelompok Muslim ini bukan merupakan kelompok etnis yang sudah ada di Myanmar sebelum kemerdekaan Myanmar. Hal itu ditegaskan kembali oleh Presiden Myanmar, Thein Sein pada tahun 2012, di mana Myanmar tidak mungkin memberikan kewarganegaraan kepada kelompok Rohingya yang dianggap imigran gelap dan pelintas batas dari Bangladesh.

Dikarenakan banyaknya diskriminasi yang diperoleh etnis Rohingya memaksa mereka mengungsi ke beberapa tempat, diantaranya Malaysia, Thailand, dan negara-negara Asia Tenggara lainnya, termasuk juga Indonesia. Dalam kurun waktu dua minggu, hampir 300.000 warga Rohingya melarikan diri ke Bangladesh karena muncul laporan mencekam terkait terbunuhnya ratusan orang, termasuk anak-anak. Beberapa saat berikutnya, 700.000 warga Rohingya yang setengahnya adalah anak-anak melarikan diri dari Myanmar menuju Bangladesh.

Belakangan ini pengungsi Rohingya menjadi masalah serius yang dihadapi pemerintah Indonesia. Menurut Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi, UNHCR (United Nations High Commissioner for Refugees) pada 2016, jumlah warga Rohingya yang mengungsi ke Indonesia ada sekitar 897 orang. 

Setahun berikutnya jumlah tersebut meningkat menjadi 959 orang. Pada periode 2019, jumlah pengungsi Rohingya sudah menurun menjadi 582 orang, seiring dengan proses transisi demokrasi Myanmar. Namun jumlah tersebut semakin meningkat pada 2020 menjadi 921 orang seiring meningkatnya kekerasan di Myanmar yang berujung pada kudeta Myanmar pada 2021. 

UNHCR juga mencatat sebanyak 7.117 pengungsi Rohingya mengikuti perjalanan melalui jalur laut dengan menggunakan 74 kapal sejak Januari 2022. Namun, hanya 5.817 yang tercatat selamat dalam pendaratan. Baru-baru ini sejak pertengahan tahun 2023 total pengungsi Rohingya yang mendarat di Indonesia tercatat sekitar 1.543 orang per 10 Desember 2023.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun