Mohon tunggu...
nauval afnan
nauval afnan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Netijen Julid

Bujangan alay bergelar Sarjana Sastra

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kajian Perubahan Gerakan Sosial: Romantisasi Penutupan Gerai McDonald's Sarinah di Tengah PSBB

12 Mei 2020   20:06 Diperbarui: 12 Mei 2020   20:05 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
instagram.com/mcdonaldsid

Minggu,10 Mei 2020, McDonald's (McD) resmi menutup gerai pertamanya di Indonesia yaitu di Gedung Sarinah tepat pukul 22.05 WIB. McD adalah waralaba rumah makan siap saji terbesar di dunia yang menyajikan makanan dan minuman ringan seperti burger, kentang goreng, cola dll. Bisnis perusahaan ini dimulai pada 1940 di California, Amerika Serikat kemudian melebarkan sayapnya hingga ke penjuru dunia termasuk di Indonesia.

Restoran McD pertama di Indonesia terletak di Gedung Sarinah, Jalan MH. Thamrin, Jakarta dan dibuka pada tanggal 23 Februari 1991. Lalu kemudian didirikan di kota kota besar di seluruh Indonesia. Sudah 30 tahun gerai McD bertengger di Gedung Sarinah sebelum akhirnya ditutup permanen. Hal tersebut dikarenakan permintaan manajemen Sarinah melalui surat resmi tertanggal 30 April 2020 karena dilakukan renovasi gedung dan perubahan strategi bisnis.

Selama 30 tahun, Ia menjadi saksi bisu latar belakang momentum yang tak terlupakan oleh sebagian masyarakat Jakarta. Bagaimana tidak? Tempatnya yang berada di pusat jantung Ibukota menjadikan McD tempat yang ikonik untuk berkencan, nongkrong, ulang tahun, rapat, tanda tangan kontrak, mengerjakan tugas kampus dll.

Tak ayal momentum penutupan MCD 10 Mei 2010 lalu menjadikan sebagian masyarakat Jakarta berbondong-bondong datang untuk bernostalgia di tengah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Lalu mengapa sebagian masyarakat Jakarta begitu emosional melepas kenangan di McD Sarinah hingga berani mengambil risiko?

***

Minggu 10 Mei 2020 McD Sarinah tak seperti biasanya. Malam itu tampak ramai oleh pengunjung yang didominasi usia dewasa. Padahal momen tersebut pemerintah masih menerapkan PSBB. Mereka rela antre mengular hingga keluar gerai demi menikmati menu khas McD untuk terakhir kali di gerai tersebut. Pengunjung setia McD Sarinah juga diberi kesempatan menuliskan momen indah mereka di prasasti yang disediakan oleh pihak manajemen McD Sarinah.

Pukul 22.05 gerai McD Sarinah mulai tutup dengan mematikan semua lampu gerai. Lalu karyawan dan manajemen McD Sarinah berbaris di balkon gerai seraya menyapa pengunjung setianya yang berkerumun di bawah. Manajemen McD memberikan sambutan serta ucapan terimakasih kepada pengunjung setianya. Mereka semua menyalakan lilin lalu menyanyikan jingle McD bersama-sama dengan nuansa haru.

Mana lagi, mana lagi selain di McD, suasana ceria semua istimewa, mana lagi selain di McD...

Manajemen meminta semua untuk meniup lilin sebagai simbol tutupnya gerai McD Sarinah tersebut. Lalu disambut tempuk tangan haru oleh pengunjung setia.

Satpol PP membubarkan kerumunan masa di Jalan M.H Thamrin tersebut setelah acara seremonial selesai.

***

Perubahan gerakan sosial yang terjadi pada sebagian masyarakat Jakarta begitu mendramatisir ketika terjadi momentum penutupan gerai makanan cepat saji tersebut. Menurut Piotr Sztomp sosiolog Polandia, menyatakan perubahan sosial memiliki karakteristik berlandaskan kesengajaan, organisasi dan kesinambungan serta memiliki tujuan dan kepentingan bersama.

Banyak masyarakat Jakarta yang mengenang kenangan manis mereka di McD Sarinah. Ada yang bertemu jodoh. Merayakan ulang tahun hingga ulang tahun anaknya. Menandatangani proyek besar. Semua momen itu tidak akan mereka lupakan yang berlangsung di gerai McD di pusat kota Jakarta tersebut. Itulah yang menjadikan perubahan gerakan sosial yaitu turut serta merayakan seremonial penutupan McD tanpa memperdulikan pandemi Covid-19.

Dosen Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Dr. Rose Mini Agoes Salim, M. Psi yang sering disapa Romy menjelaskan bahwa terdapat unsur nostalgia dalam konteks ini. Menurut Dia karena merasa memiliki kisah di tempat tersebut, maka timbul hasrat untuk mengunjungi kembali dengan maksud bernostalgia.

"Ini tidak lebih dan tidak kurang seperti kita pergi ke pusat pariwisata sebetulnya. Kadang-kadang ada yang punya nilai histori, kadang-kadang ada yang tidak. Tetapi intinya ingin mengulang kembali masa-masa tersebut." Kata Romy.

Menurut Romy tidak ada salahnya untuk bernostalgia. Namun akan menjadi masalah ketika keinginan bernostalgia itu justru membuat seseorang memaksakan diri demi memenuhi keinginannya.

Walaupun begitu seremonial penutupan McD Sarinah tetap meriah hingga menimbulkan kerumunan sampai ratusan orang di masa PSBB. Seremonial tersebut mendapat teguran keras yang diberikan kepada penyelenggara kegiatan, karena mengadakan acara yang menimbulkan kerumunan di tengah PSBB.

"Kami menegur dengan keras pihak penyelenggara kegiatan itu karena seharusnya enggak perlu lagi ada kegiatan-kegiatan yang sifatnya seremoni apalagi itu kan dipinggir jalan." Ujar Arifin Katsapol PP DKI Jakarta.

"Bahwa dalam Pergub kita PSBB itu keramaian di tempat umum dibatasi maksimal 5 orang. Jadi itu udah pelanggaran untuk McD bikin acara-acara semacam itu," Ujar Arifin, Senin (11/5/2020)

Namun hingga sekarang tak ada sanksi yang diberikan sebab restoran tak beroperasi lagi.

***

Jika kita kembali lagi ke dalam teori Piotr Sztomp tentang perubahan gerakan sosial, maka kejadian ini merupakan fenomena perubahan gerakan sosial yang absurd. Alih-alih objek pariwisata, justru masyarakat menjadikan restoran waralaba sebagai pusat nostalgia yang lekat dan menjadi bagian dari cerita hidupnya.

Fenomena ini mengingatkan saya dengan Sign Hard Rock di depan pantai Kuta Bali yang sangat populer dikalangan wisatawan sebagai objek swafoto.Kepopuleran Sign Hard Rock tersebut justru mengalahkan esensi tempat pariwisata yaitu pantai Kuta itu sendiri. Selengapnya baca artikel saya yang berjudul "Mengapa Banyak Wisatawan Berfoto di Hard Rock Ketika ke Bali?!".

Dalam konteks penanganan pandemi, aksi "perpisahan' ini jelas absurd dan mengkhawatirkan. Namun ada yang lebih penting daripada mengutuk, yaitu bertanya: mengapa sebuah gerai makanan cepat saji bisa diromantisasi sedemikian rupa oleh banyak orang. Jangan jangan karena ruang publik yang lebih layak, murah, nyaman, dan strategis tak pernah tersedia bagi mereka?

Sumber:

kompas.com

id.wikipedia.org/wiki/McDonald's

asumsi.co

blog.ruangguru.com

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun