Mohon tunggu...
nauval afnan
nauval afnan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Netijen Julid

Bujangan alay bergelar Sarjana Sastra

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Mewujudkan "Medical Tourism" di Indonesia

6 Oktober 2019   22:22 Diperbarui: 16 April 2021   10:09 3077
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Medical tourism adalah suatu konsep baru di bidang medis yang diprediksi akan menjadi lifestyle dan mempunyai potensi besar. Pada dasarnya medical tourism yaitu perjalanan seseorang ke luar negeri untuk tujuan mendapatkan perawatan kesehatan baik general check up, treatment, maupun rehabilitasi. 

Pasien yang mencari layanan kesehatan hingga lintas negara adalah pangsa pasar utama dari konsep medical tourism. 

Pasien dari negara berkembang mencari layanan medis ke negara maju untuk mendapatkan kualitas layanan kesehatan yang lebih memiliki teknologi tinggi. Sedangkan pasien dari negara maju mencari layanan medis ke negara berkembang untuk mencari pelayanan yang lebih ekonomis.

Riset oleh Visa dan Oxford Economics tahun 2016 lebih dari 11 juta warga Amerika Serikat (AS) mencari layanan kesehatan yang terjangkau di berbagai negara di dunia, mengingat biaya perawatan kesehatan di AS terus meningkat. Dan dapat dipastikan angka tersebut akan meningkat 25% setiap tahun selama dekade berikutnya.

Tentu saja akan menjadi potensi besar bagi Indonesia jika negara ini menerapkan konsep medical tourism. Namun sayang sampai saat ini Indonesia dalam tahap merintis peluang besar tersebut. 

Dalam hal ini Indonesia kalah saing dengan negara tetangga seperti Malaysia, Singapura dan Thailand yang sudah lebih dulu menerapkan konsep medical tourism. Bahkan mereka telah menduduki 10 medical tourism terbaik di dunia. 

Healthy Travel Media merangkum 10 medical tourism terbaik di dunia di antaranya: India, Brazil, Malaysia, Thailand, Turki, Meksiko, Costa Rica, Taiwan, Korea Selatan, dan Singapura.

***

Malaysia sudah lama menerapkan konsep medical tourism sejak tahun 1997 usai krisis ekonomi Asia. Bahkan pemerintah Malaysia serius membentuk konsep medical tourism dan mendirikan the National Committee for the Promotion of Medical and Health Tourism (NCPMHT) yang kini menjadi Malaysia Healthcare Travel Council (MHTC).

NCPMHT didirikan berselang satu tahun sejak menerapkan konsep medical tourism di negaranya, tepatnya pada bulan Januari 1998. Tujuannya untuk membentuk kebijakan agar industri dapat tumbuh dengan cara mengidentifikasi negara sasaran yang cocok untuk promosi wisata kesehatan, mengajukan insentif pajak yang sesuai, dan lain-lain.

Penang dan Kuala Lumpur dijadikan pusat wisata kesehatan. Menurut International Living, medical tourism ala Malaysia diminati oleh pasien asing karena beberapa alasan. 

Kedua daerah tersebut memiliki sistem transportasi publik yang mudah untuk menuju akses fasilitas kesehatan termasuk tersedianya bandara internasional. 

Tersedia visa yang berlaku selama 3 bulan yang dapat digunakan berobat di Malaysia. Bahkan salah satu rumah sakit seperti di Prince Court Medical Center terdapat fasilitas hotel bintang lima lengkap dengan kolam renang dalam ruangan untuk hidroterapi.

Malaysia juga unggul dalam persaingan harga untuk berobat. Sebagai perbandingan, biaya operasi pengencangan seluruh wajah atau full face lift di AS dipatok seharga US $ 35.000.

Namun di Malaysia pasien yang ingin menjalani tindakan serupa hanya perlu membayar setengahnya. Bahkan pasien asing yang berobat di Malaysia dapat menyimpan biaya kesehatan hingga 65%-80% dibandingkan jika berobat di AS.

***

Jika bercermin kepada kesuksesan industri kesehatan di Malaysia, lantas apakah Indonesia dapat menyaingi industri kesehatan Malaysia? Langkah apa yang harus kejar agar industri kesehatan di Indonesia dapat maju?

Bali merupakan magnet wisata di seluruh dunia yang dimiliki Indonesia. Tentu saja peluang untuk menjadikan konsep medical tourism sangatlah tepat mengingat populasi warga Indonesia 280 juta orang, sembilan kali lebih besar dari Malaysia.

Sebenarnya Bali sudah menggagas konsep medical tourism namun belum maksimal perkembangannya jika dibandingkan negara tetangga yang sudah lama menggagas konsep medical tourism.

Menurut Medical Departures, salah satu pasar medis terbesar di dunia, mengungkapkan bahwa, investasi besar ke dalam industri perawatan kesehatan di Bali sudah berlangsung. 

Bali Mandara Hospital di Sanur menerima anggaran dana tahunan provinsi sebesar AU $ 19 juta untuk pembangunan dan diinvestasikan dalam bentuk fasilitas kesehatan agar mencapai standar internasional. Rumah sakit ini dapat dukungan penuh dari Royal Darwin Hospital Australia.

Sementara itu di Sabang Provinsi Aceh juga akan menerapkan medical tourism. Hal ini bibenarkan oleh Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur Kemenko Kemaritiman, Ridwan Djamaluddin.

"Kami juga lagi mengupayakan medical tourism di Sabang. Kan banyak orang Indonesia berobat ke luar negeri. Kalau di Sabang disediakan fasilitas pelayanan medis yang bagus mereka gak perlu ke luar negeri. 

Jadi bisa ke Sabang saja" Ucap Ridwan usai acara Indonesia India Infrastructure Forum (IIIF) di Hotel Westin, Selasa (19/3/2019).

Untuk mencapainya Ridwan mengatakan pemerintah sedang menjalin kerjasama dengan India. Dalam hal ini India memiliki reputasi yang cukup baik dalam mengelola fasilitas kesehatannya. Namun ia mengatakan hal itu masih terkendala aturan Indonesia yang tidak memperbolehkan masuknya dokter dari negara asing.

"Memang tidak mudah. Kan dokter asing tidak boleh. Kami lihat ini kan pelabuhan bebas maka apakah peraturan itu bisa dilakukan sesuatu," ucap Ridwan.

Selain itu Banyuwangi daerah yang kini sedang berkembang pesat industri pariwisatanya juga tengah menjajaki konsep medical tourism. Rumah sakit di Banyuwangi juga tampak kian berbenah untuk menangkap peluang secara global di bidang industri kesehatan.

Widji Lestariono atau kerap disapa Rio, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuwangi, mengungkapkan bahwa, "Yang sudah berjalan sekarang adalah layanan hemodialisis (cuci darah). 

Sudah banyak orang berwisata ke Banyuwangi sambil cuci darah." ujar Rio, sapaan akrabnya, Kamis (3/10/2019).

"Sudah banyak rumah sakit (di Banyuwangi) yang menyediakan layanan hemodialisis. Yang pasti sudah terjadi, banyak orang berlibur sambil cuci darah ke Banyuwangi. Cuci darah kan sebentar (kurang lebih 2 sampai 4 jam), tidak sampai seharian, selebihnya mereka bisa jalan-jalan." tambahnya.

Rio juga mengungkapkan impian daerahnya bisa mengembangkan sektor kesehatan berpadu dengan wisata. "Kami punya mimpi pengunjung yang datang ke Banyuwangi bisa memilih Banyuwangi sebagai lokasi pengobatan sekaligus tujuan wisata. Misalnya mereka bisa memilih untuk pasang ring jantung di sini sambil berwisata." imbuhnya.

Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuwangi sangat serius menggarap medical tourism. Mereka sudah melakukan penjajakan dengan travel agensi perjalanan. "Dan mudah-mudahan dapat terealisasikan dalam waktu yang tidak lama lagi." ujar Rio.

***

Menurut Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) sejauh ini belum ada penelitian atau riset yang di khususkan untuk meneliti mengapa sebagian orang Indonesia lebih memilih ke luar negeri untuk berobat, dan berapa persen dari masyarakat yang berobat ke luar negeri. 

Baca Juga: Indonesia Penyumbang Terbesar Angka Kunjungan Medical Tourism Penang

Padahal selama ini Rumah Sakit di Indonesia juga tidak tinggal diam, sebagian dari mereka membangun sumber daya manusia, infrastruktur peralatan, dan teknologi.

Masih banyak yang berpendapat kualitas pelayanan rumah sakit di Indonesia tidak kalah bersaing dengan rumah sakit di luar negeri, namun ada pula sebagian warga Indonesia yang lebih percaya dengan pelayanan kesehatan di luar negeri.

Wakil ketua umum ARSSI Noor Arida Sofiana menyatakan bahwa perlu adanya perbaikan oleh rumah sakit di Indonesia dengan harapan meningkatkan kepercayaan masyarakat diantaranya adalah promosi rumah sakit ke luar negeri.

"Dengan demikian rumah sakit Indonesia juga bisa menjadi pilihan sebagai destinasi medical tourism," ujarnya.

Namun diakuinya medical tourism masih perlu diatur lebih lanjut oleh pemerintah. Selain itu dukungan kuat dari pemerintah yang berkolaborasi dengan Kementrian Kesehatan dengan Kementrian yang lain perlu dijalin agar pelayanan kesehatan yang bermutu dan murah bisa dilakukan di Indonesia, sama seperti di negara lain.

Noor Aida menambahkan bahwa pemerintah juga dapat mengambil kebijakan yaitu menurunkan tarif pajak. Tarif pajak yang rendah memungkinkan pengelola rumah sakit dapat melakukan pelayanan yang lebih kompetitif dan mampu berekspansi melakukan promosi hingga ke luar negeri. 

"Ini perlu diatur. Ada beberapa rumah sakit luar negeri yang bisa memberikan tarif lebih murah." ujarnya.

Selain fasilitas kesehatan yang mumpuni, Noor Aida juga menggaris bawahi bahwa kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) juga menjadi faktor penting untuk menuju revolusi berbaikan industri kesehatan di Indonesia. 

Jumlah dokter harus merata khususnya untuk subspesialis dan spesialis. Untuk itu, berbagai pihak pemangku kepentingan harus duduk bersama dengan pihak kementrian untuk mencari solusi masalah ini.

"Karena di beberapa daerah masih kesulitan, keterbatasan dokter spesialis. Ini yang harus ada regulasi dari Kementerian supaya pemerataan tidak hanya fasilitas kesehatan saja, tetapi juga SDM agar tidak menjadi kendala." tambahnya.

Dokter Kusmanto saat menjadi pembicara di seminar Asia Pacific Aiesthetic Leader's Summit (APALS) yang di gelar di Renaissance Bali Uluwatu Resort and Spa (1/8/2018) mengungkapkan bahwa pemerintah dan pemangku kepentingan yang berinvestasi juga harus mempertimbangkan standar kesehatan sebelum terjun ke pasar medical tourism dan kecantikan.

"Apa yang perlu kita tekankan ketika mempromosikan medical tourism adalah standar kesehatan, kebersihan, dan prosedur. Ini harus jelas dan didukung oleh infrastruktur medis dengan standar profesional tinggi," ujar Kusmanto.

Sumber: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 8.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun