perempuan, tetapi menjadi satu-satunya perempuan yang berani maju di tengah kandidat laki-laki. Tentu hal yang dilakukan Endah ini tidak hanya menjadi sebuah simbol keberanian, tetapi endah juga membuka ruang diskusi terkait peran perempuan dalam kepemimpinan, terutama di daerah yang masih kental dengan budaya patriaki. Mengingat saat ini juga jarang sekali perempuan terlibat dalam hal kepemimpinan karena pandangan stereotip gender oleh orang-orang.
Dalam kontestasi pemilihan kepala daerah Gunung Kidul, Endah Subekti Kuntariningsih muncul sebagai sorotan. Diketahui, Endah Subekti Kuntariningsih maju di gelaran Pilkada Gunungkidul menggandeng Joko Perwoto. Ia bukan hanya menjadi salah satu kandidat calon bupatiProfil Endah Subekti
Mengutip data-data dari web Endah Subekti, Endah Subekti Kuntariningsih lahir dan besar di Gunungkidul, sebuah daerah yang kaya akan budaya dan potensi alam. Sejak usia dini, Endah telah menunjukkan kepedulian yang besar terhadap kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerahnya. Pendidikan formal yang ditempuhnya, ditambah dengan pengalaman hidup yang kaya, telah membentuk dirinya menjadi seorang pemimpin yang berkomitmen dan visioner. Endah Subekti diketahui memeluk agama Islam. Ia dikaruniai dua anak dari perkawinannya dengan Almarhum Tjatur Gono.
Karir dan Pengabdian
Endah memulai karir politiknya dengan bergabung dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), sebuah partai yang dikenal dengan komitmennya terhadap keadilan sosial dan kesejahteraan rakyat. Keberhasilannya dalam berbagai pemilihan menunjukkan kepercayaan yang kuat dari masyarakat terhadap kemampuan dan dedikasinya.
Sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Gunungkidul, Endah memainkan peran kunci dalam mengawasi pelaksanaan pemerintahan daerah dan memastikan bahwa kebijakan yang dibuat selaras dengan kepentingan rakyat. Ia dikenal sebagai pemimpin yang transparan, tegas, dan selalu mendengarkan aspirasi masyarakat.
Prestasi dan Inisiatif
Selama menjabat, Endah telah memimpin berbagai inisiatif penting yang berfokus pada peningkatan kualitas hidup masyarakat Gunungkidul. Beberapa di antaranya termasuk program pemberdayaan ekonomi lokal, peningkatan fasilitas kesehatan, serta pelestarian lingkungan. Keberhasilan ini tidak hanya mencerminkan kemampuan kepemimpinan Endah, tetapi juga kerja sama yang erat antara pemerintah dan masyarakat.
Komitmen dan Dedikasi
Endah Subekti Kuntariningsih percaya bahwa kunci dari kemajuan adalah kerja sama dan kolaborasi. Oleh karena itu, ia selalu terbuka untuk mendengarkan aspirasi dan masukan dari masyarakat. Melalui kepemimpinannya, Endah berkomitmen untuk terus bekerja keras demi terciptanya Gunungkidul yang lebih baik dan sejahtera.
Bisa kita lihat, bahwa beliau melakukan perkerjaan dan tanggung jawabnya dengan baik.
Diserang Isu Gender
"Wah jangan milih janda, jangan milih perempuan, perempuan itu kanca wingking, kita tidak bisa dipimpin perempuan, imam itu harus laki-laki. Itu pasti keluar. Kedua, jangan pilih perempuan, dia itu kafir, gak berjilbab, kan gitu!" ungkap Endah kepada IDN Times, Jumat (10/5/2024).
Endah Subekti mengaku pernah mendapat cercaan tersebut, kehidupan pribadinya yang menyandang status janda diungkit-ungkit saat maju di pilkada sebagai calon pemimpin di Kabupten Gunungkidul.
Namun, hal tersebut hanya didengar Endah saat tahun politik. "Kalau pas tidak punya agenda politik, tidak ada isu kayak gitu. Tetapi sebentar lagi (saat pilkada) dipastikan pasti ada. Siapa sih yang mau jadi janda? Tapi apakah saya takut? Tidak. Perempuan harus kuat, harus mampu berdansa dengan kesulitan!” tegasnya.
Tak heran jika di tahun 2015-2018, jumlah perempuan pemimpin daerah hanya sekitar 8,49%, itu sangat minim sekali. Karena cemoohan terhadap kader perempuan dan pandangan stereotip sekelompok orang yang justru datang dari partai politik, mengakibatkan kurangnya partisispasi perempuan didalam hal kepemimpinan. Mereka menilai dari cara berpakaian, cara dandan, dan bahkan warna rambut pun dinilai. Bukan dari segi bagaimana cara mereka memimpin, dan hasil kerja yang telah dilakukan.
Kasus seperti ini bukan hanya terjadi sekali dan baru-baru ini, tetapi sudah sering sekali terjadi kepada para kader perempuan yang ingin memimpin. Terdapat beberapa faktor yang mengakibatkan munculnya akar-akar kekerasan dalam pemilu, faktor tersebut antara lain ideologi patriaki dan norma gender, stereotip gender, ketimpangan relasi kuasa, kurangnya kesadaran pendidikan, kurangnya perlindungan, dan impunitas.
Melawan Stigma dan Membuka Jalan Baru
Keberanian Endah untuk maju dalam kontestasi memberikan inspirasi, terutama bagi Mahasiwa dan generasi muda. Ia menjadi contoh nyata bahwa perempuan memiliki hak dan kemampuan serta kesempatan yang sama untuk meraih posisi kepemimpinan. Langkahnya juga mengajarkan pentingnya untuk tetap maju melawan stereotip dan tidak membiarkan komentar negatif atau cemoohan orang-orang menghentikan langkah perjuangannya. Hal ini diharapkan bisa membuka lebih banyak peluang bagi perempuan di politik, tidak hanya sebagai pendukung tetapi juga sebagai pemimpin.
Perubahan tidak akan terjadi jika perempuan terus dipinggirkan dari ruang-ruang pengambilan keputusan. Kita harus memberikan kesempatan yang adil bagi para perempuan, tanpa dibayangi prasangka gender.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H