Mohon tunggu...
Naura Nabila Safitri
Naura Nabila Safitri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Administrasi Publik FISIP Universitas Mulawarman

tugas

Selanjutnya

Tutup

Sosok

Mengenal Endah Subekti Kuntariningsih, Satu-satunya Calon Bupati Perempuan Kontestasi Gunungkidul, dan Diserang Gendernya

16 November 2024   11:15 Diperbarui: 16 November 2024   12:20 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Diserang Isu Gender

"Wah jangan milih janda, jangan milih perempuan, perempuan itu kanca wingking, kita tidak bisa dipimpin perempuan, imam itu harus laki-laki. Itu pasti keluar. Kedua, jangan pilih perempuan, dia itu kafir, gak berjilbab, kan gitu!" ungkap Endah kepada IDN Times, Jumat (10/5/2024).

Endah Subekti mengaku pernah mendapat cercaan tersebut, kehidupan pribadinya yang menyandang status janda diungkit-ungkit saat maju di pilkada sebagai calon pemimpin di Kabupten Gunungkidul.

Namun, hal tersebut hanya didengar Endah saat tahun politik. "Kalau pas tidak punya agenda politik, tidak ada isu kayak gitu. Tetapi sebentar lagi (saat pilkada) dipastikan pasti ada. Siapa sih yang mau jadi janda? Tapi apakah saya takut? Tidak. Perempuan harus kuat, harus mampu berdansa dengan kesulitan!” tegasnya.

Tak heran jika di tahun 2015-2018, jumlah perempuan pemimpin daerah hanya sekitar 8,49%, itu sangat minim sekali. Karena cemoohan terhadap kader perempuan dan pandangan stereotip sekelompok orang yang justru datang dari partai politik, mengakibatkan kurangnya partisispasi perempuan didalam hal kepemimpinan. Mereka menilai dari cara berpakaian, cara dandan, dan bahkan warna rambut pun dinilai. Bukan dari segi bagaimana cara mereka memimpin, dan hasil kerja yang telah dilakukan.

Kasus seperti ini bukan hanya terjadi sekali dan baru-baru ini, tetapi sudah sering sekali terjadi kepada para kader perempuan yang ingin memimpin. Terdapat beberapa faktor yang mengakibatkan munculnya akar-akar kekerasan dalam pemilu, faktor tersebut antara lain ideologi patriaki dan norma gender, stereotip gender, ketimpangan relasi kuasa, kurangnya kesadaran pendidikan, kurangnya perlindungan, dan impunitas.

Melawan Stigma dan Membuka Jalan Baru

Keberanian Endah untuk maju dalam kontestasi memberikan inspirasi, terutama bagi Mahasiwa dan generasi muda. Ia menjadi contoh nyata bahwa perempuan memiliki hak dan kemampuan serta kesempatan yang sama untuk meraih posisi kepemimpinan. Langkahnya juga mengajarkan pentingnya untuk tetap maju melawan stereotip dan tidak membiarkan komentar negatif atau cemoohan orang-orang menghentikan langkah perjuangannya. Hal ini diharapkan bisa membuka lebih banyak peluang bagi perempuan di politik, tidak hanya sebagai pendukung tetapi juga sebagai pemimpin.

Perubahan tidak akan terjadi jika perempuan terus dipinggirkan dari ruang-ruang pengambilan keputusan. Kita harus memberikan kesempatan yang adil bagi para perempuan, tanpa dibayangi prasangka gender. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun