Mohon tunggu...
Naufal RM
Naufal RM Mohon Tunggu... -

A reader (mostly, fiction). A pessimist. Sometimes I make jokes to hide my sadness. Most of all, I'm a surem person.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tentang Vending Machine di Stasiun Kereta Commuter Line

20 April 2016   15:57 Diperbarui: 20 April 2016   16:28 862
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Tiga Vending Machine yang Berada di Stasiun KRL Palmerah Jakarta"]

[/caption]

 

PADA Rabu, 13 April 2016, saya, Naufal Rizqi Muttaqien, mewawancarai Passenger Service Commuter Line Palmerah Jakarta, Ahmad Zaelani Febrian. Wawancara itu bertujuan untuk mencari informasi mengenai vending machine.

Bagi pengguna Commuter Line atau KRL (Kereta Rel Listrik), mungkin tidak asing lagi dengan vending machine. Namun, bagi yang tidak menggunakan KRL sebagai transportasi sehari-hari, mungkin bingung. Tapi, tidak usah khawatir karena di bawah ini, saya tulis transkrip wawancara saya dengan Febrian seputar vending machine.

Semoga artikel ini informatif dan bermanfaat buat yang membaca. Tanpa berpanjang-panjang lagi, berikut hasil tanya-tanya saya dengan Febrian.

Naufal (N): Kenapa vending machine belum ada di semua stasiun Commuter Line?

Febrian (F): Memang baru ada di stasiun-stasiun besar. Di daerah Bogor dan Bekasi juga sudah ada. Belum di semua stasiun. Karena ini baru sosialisasi juga sih. Karena sebenarnya nanti loket bakal ditutup, diganti dengan mesin. Cuma sosialisasi itu perlu waktu di semua stasiun. Jadi, paling kemungkinan dari stasiun-stasiun besar sini. Nanti dari situ, bisa berkembang ke semua stasiun.

N: Adanya vending machine ini sejak kapan?

F: Untuk stasiun ini (Palmerah) baru tahun ini.

N: Nanti misalkan semua stasiun sudah menggunakan vending machine, loket-loket bagaimana?

F: Petugas loket sih kemungkinan masih ada. Misalnya vending machine itu kan, biasanya tidak semua kartu bisa tersosialisasikan karena banyak chip yang rusak, diganti dengan loket. Jadi, paling loket itu nge-back up. Nge-back up vending machine. Misalnya vending machine ada kerusakan, dilarikan ke loket.

N: Jadi, lebih untuk nge-back up ya?

F: Ya, tapi mungkin tidak semua dibuka. Misal, di sini kan ada emapt pos, paling yang dibuka cuma satu buat nge-refund.

N: Jadi, kendalanya ada di sosialisasi dan waktu. Dari pihak Commuter Line sendiri sudah melakukan apa untuk sosialisasi vending machine ini?

F: Untuk sosialisasi, misal, mau nge-refund atau isi ulang, kita akan arahkan. Kan di situ sudah ada tata caranya (menunjuk papan pengumuman di samping vending machine). Penumpang KRL kadang suka… sudah ada tata caranya, banyak yang tidak mau belajar dari situ. Penginnya praktik bukan teori. Misalkan ada penumpang yang tidak mengerti atau penumpang awam, seperti dari Rangkasbitung atau Muara Angke, itu ya harus diajarin. Kami ajarkan dulu caranya. Nanti kalau sudah mengerti, baru dilepas. Paling kami cuma melihat saja. Kalau mengalami kendala, baru kami samperin.

N: Oh, iya. Dulu pas saya pertama kali ke Stasiun KRL Tangerang, saya kaget sudah ada vending machine. Saat itu saya tidak tahu bagaimana cara menggunakannya. Untung ada petugas di dekat mesinnya yang mau ajarin.

F: Memang ada positif dan negatif dengan adanya vending machine. Positifnya, kadang untuk KMT… KMT tahu, kan? Kartu Multi Trip. KMT lebih cepat dari THB (Tiket Harian Berjamin). THB agak lama karena harus isi ulang. Kadang negatifnya itu duitnya jelek, kerobek, atau dicoret-coret, vending machine tahu. Uang palsu pun bisa kebaca.

N: Wah, ternyata vending machine sudah tahap bisa memeriksa uangnya?

F: Iya, misalnya ada uang lecek dikit, pasti vending machine menolak. Keluar lagi. Bedanya dengan ATM, kalau vending masukin duit, keluarnya kartu. Kalau ATM, masukin kartu, keluarnya duit.

N: Lalu, apakah tahun ini Commuter Line akan menerapkan vending machine untuk semua stasiun?

F: Itu bakal ada sosialisasinya. Bakal semuanya. Cuma butuh waktu agak lama sih. Karena banyak... kayak di Stasiun Tanah Abang. Satsiun Tanah Abang kan tempat transitan. Kalau misalnya dipakai vending machine, kayaknya tidak keruan karena penumpangnya banyak dan stasiuannya kecil. Soalnya, di peronnnya penuh, di atasnya juga penuh. Banyak orang lalu-lalang bawa belanjaan yang banyak banget. Itu... Di Tanah Abang belum bisa yang kayak gitu (vending machine) karena di Tanah Abang itu transitan jadi masih semrawut.

N: Memang sih, saya pernah merasakan itu. Di Tanah Abang itu memang penuh banget.

F: Tapi, di Stasiun Manggarai dan Jakarta Kota sudah ada. Rata-rata jumlah vending machine di tiap stasiun ada tiga atau dua. Tapi, di Jakarta Kota ada lumayan banyak karena Jakarta Kota kan stasiun terakhir. Kayak Bogor juga. Kalo di sini (Palmerah) kenapa cuma ada tiga karena rata-rata penumpangnya turun, bukan naik. Kebanyakan pada pakai KMT juga. Paling cuma cek saldo. Yah, kebanyakan penumpangnya pada pakai kartu kayak gitu. Soalnya, rata-rata penggunanya yang sering menggunakan kereta atau pengguna kereta. Sedangkan, di Tanah Abang kebanyakan penggunanya yang msih baru atau jarang menggunakan keretanya.

N: Harusnya ini jadi pertanyaan pertama, tapi kenapa Commuter Line akhirnya memutuskan untuk memakai vending machine? Apakah mengikuti negara lain atau apa?

F: Mungkin dari ini juga... dari perkembangan... di Singapura, ikuti dari sana juga sih. Awalnya sih, vending machine ini dibuat oleh orang Indonesia, bukan luar. Makanya, ada kekurangannya juga.

N: Wajar sih, karena masih proses juga kan. Terus, adakah keluhan dari penumpang karena pergantian ke vending machine? Misal, seperti yang sering tanya-tanya?

F: Kendalanya, misal, ada mesin satu rusak nih, itu mengakibatkan antrean panjang. Kalau sudah begitu, penumpang sudah pada komplain tuh. Karena harusnya penumpang sudah naik kereta lebih awal, malah baru naik kereta pas terakhir gitu. Kadang begitu. Kadang kalau mesin rusak... salah satu mesin rusak, kan ada tiga nih, kami alihkan ke loket. Makanya, kadang loket nge-back up juga. Loket bisa bantu juga menjual tiket. Kalau di sini kan penumpang paling ramai sore hari.

 Pagi hari kebanyakan keluar. Di sini memang kebanyakan penumpang keluar daripada penumpang masuk. Kebanyakan dari arah Serpong dan Tanah Abang. Dari dua daerah situ yang paling ramai. Orang dari Muara Angke dan Rangkasbitung juga ramai sih, tapi mereka transit untuk kereta Lokal (bukan KRL). Jadi, di sini kan ada dua gitu, Commuter Line dan Lokal. Kadang hal itu jadi masalah juga, soalnya kadang Lokal macet jadwalnya, gantinya Commuter Line. Padahal, mereka sudah beli tiket untuk Lokal. Jadi, harus beli tiket untuk KRL. Itu kan harus antre lagi. Nah, itu yang jadi masalah juga.

N: Vending machine ini kan berbasis teknologi. Adakah program dari Commutr Line yang berbasis teknologi juga ke depannya ? Atau, program lain yang tidak berbasis teknologi?

F: Kalau untuk teknologi… kayaknya untuk sekarang belum. Paling kartu-kartu sih. Sekarang kan ada kartu-kartu untuk KMT gitu. Kayak kartu berbentuk gelang. Terus juga ada gantungan...

N: Wah, itu sudah diterapkan?

F: Sudah. Sudah ada. Ada di depan loket sana (kami berdua berjalan ke depan loket dan di kaca ada gambar jenis-jenis KMT yang bentuknya unik). Ini ada gelang, terus juga ada gantungan, tempelan buat ditempel di HP, itu semua kayak KMT juga. Cuma kadang penumpang mengeluhkan chip-nya lemah. Masih ada yang kurang bagus untuk dijadikan tiket Commuter Line. Keuntungan dari kartu-kartu ini adalah bisa diisi di semua stasiun kalau saldonya habis. Cuma jeleknya… ya itu, kadang chip-nya sering lemah. Tergantung penumpangnya juga sih. Kalau menggunakannya benar, ya tidak masalah.

N: Kalau pakai tiket yang seperti itu, biasa ada kesalahan atau bagaimana?

F: Ada, tapi paling lapornya ke saya. Jadi, saya sebagai Passenger. Passenger itu sebagai customer service. Misalnya, ada masalah, saya yang menanganinya. Paling nanti ganti kartu. Dari kartu itu juga, sekarang ketahuan penumpang dari mana mau ke mana. Makanya, kami ada bagian Lost and Found. Kalau ada penumpang menemukan atau kehlilangan barang, larinya ke sini juga. Memang, di semua stasiun ada bagian ini, tapi di stasiun sini kami ada ruangan khususnya karena Palmerah termasuk stasiun besar, jadi ada ruangannya. Soalnya tidak di semua stasiun ada ruangan kayak kami seperti ini.

N: Iya, juga ya. Saya pernah ke Stasiun KRL Tanah Tinggi di Tangerang, dan itu kecil sekali stasiunnya. Tidak ada bagian Lost and Found juga.

F: Iya, jadi misal ada penumpang datang atau hilang di mana nih, nanti dikabari. Nanti ketahuan hilangnya di stasiun mana. Nanti dikabari ke stasiun yang bersangkutan.

N: Bisa jelasakan apa saja perbedaan antara kartu KMT dan THB?

F: KMT itu Kartu Multi Trip dan THB itu Tiket Harian Berjamin. Sebenarnya, lebih mudah KMT ketimbang THB. KMT hanya sekali beli, lalu bisa digunakan seterusnya. Kalau saldo habis, tinggal isi ulang lagi. KMT tidak perlu ditukar setiap hari seperti THB karena sudah jadi milik mereka sendiri. Kayak ATM saja. Adanya kartu KMT dan vending machine ini sebagai sosialisasi juga, nanti lama-lama yang THB ini tidak ada. Semua pengguna, meski dia jarang naik KRL, mesti pakai KMT. Nanti sistemnya kayak Busway. Busway kan kayak gitu. Cuma enaknya Busway, satu kartu bisa untuk semua orang. Misal, dia bawa lima orang, ya sudah cuma pakai satu kartu bisa untuk semua orang itu. Kalau Commuter Line, satu kartu cuma bias satu orang, tidak bisa lebih. 

Misal, ada orang yang tidak punya tiket nih, dia beli THB baru, terus dia tujuannya… tuajuannya mau ke mana (sambil memencet touch screen di layar vending machine)… Tanah Abang. Misalnya, Tanah Abang… di sini ada tulisannya. Stasiun tujuannya jelas, harganya berapa, jumlah tiketnya. Misal, dia orangnya dua atau empat, ya sudah, klik saja empat. Orangnya ada delapan, tambanhkan saja empat lagi. Nanti keluar di sini kartunya (menunjuk salah satu bagian di vending machine). Kalau ada kembalian, nanti keluar di sini. Kalau pakai uang koin juga bisa. Yang lima ratus rupiah. Tapi, yang dua ratus rupiah atau seratus rupiah tidak bisa. Kelipatan lima ratus rupiah baru bisa.

Jadi, begitulah transkrip wawancara saya dengan Febrian. Sudah diedit sedikit biar enak dibaca, tapi tidak mengubah isi dan makna dari wawancaranya kok. Soalnya pas wawancara, jujur saja bicara saya banyak belibet dan banyak kata yang diulang-ulang juga. Febrian juga sama sih. Dia banyak mengulang kata.

Selain itu, ada juga yang tidak terekam di HP saya karena saya teledor belum mengaktifkan tombol on di perekam HP. Namun, inti dari obrolan kami sudah tercakup semua kok di atas itu. Sekali lagi, semoga tulisan ini bisa berguna untuk yang baca ya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun