Mohon tunggu...
NAUFAL RIFKY PRADANA
NAUFAL RIFKY PRADANA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Bermain dan Mengedit Video

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengenali Apa itu Hereditas dan Lingkungan dalam Proses Perkembangan Manusia

11 November 2024   12:56 Diperbarui: 11 November 2024   13:08 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Hereditas, atau dalam bahasa Inggris heredity, adalah proses pewarisan sifat atau sifat dari orang tua kepada anak melalui materi genetik. Dalam biologi, hereditas mengacu pada cara informasi genetik (DNA) yang terkandung dalam gen orang tua diturunkan kepada anak-anak, yang memengaruhi penampilan, perilaku, potensi biologis, dan kesehatan individu.

Proses pewarisan dikendalikan oleh gen yang membawa informasi tentang berbagai sifat, seperti warna mata, bentuk rambut, golongan darah, dan kerentanan terhadap penyakit tertentu. Mekanisme pewarisan dipelajari dalam bidang genetika, di mana para ilmuwan meneliti bagaimana suatu sifat diwariskan dan bagaimana variasi genetik terjadi. Genetika inilah yang menyebabkan kesamaan antar anggota suatu keluarga dan memungkinkan terjadinya adaptasi dan evolusi suatu populasi organisme.

Teori Empirisme adalah sebuah pandangan dalam filsafat yang menyatakan bahwa semua pengetahuan dan konsep manusia berasal dari pengalaman indrawi (sensory experience), seperti melihat, mendengar, merasakan, menyentuh, dan mencium. Menurut empirisme, manusia tidak memiliki pengetahuan bawaan (innate knowledge), melainkan semua pengetahuan diperoleh melalui interaksi dengan dunia luar.

Tokoh-tokoh penting dalam teori empirisme meliputi:

- John Locke, memperkenalkan gagasan bahwa manusia dilahirkan sebagai "tabula rasa" atau kertas kosong, dan pengalamanlah yang "menuliskan" pengetahuan pada diri manusia.

- David Hume, menekankan pentingnya pengalaman dalam membentuk konsep kita tentang sebab-akibat dan memahami dunia. Ia juga meragukan adanya pengetahuan yang absolut di luar pengalaman.

- George Berkeley, menekankan bahwa realitas hanya ada sejauh kita bisa mengalaminya melalui indra, sebuah pandangan yang disebut idealisme subyektif.

Teori Nativisme merupakan pandangan dalam psikologi dan filsafat yang menyatakan bahwa manusia dilahirkan dengan kemampuan, pengetahuan, atau bakat bawaan yang berasal dari faktor genetik atau biologis, bukan dari pengalaman atau lingkungan. Menurut teori ini, banyak aspek kecerdasan, kepribadian, dan perilaku manusia sudah ada sejak lahir, sehingga perkembangan individu lebih banyak dipengaruhi oleh faktor bawaan (nature) daripada faktor lingkungan atau pengalaman (nurture).

Tokoh-tokoh penting yang mendukung teori nativisme antara lain:

- Immanuel Kant, berpendapat bahwa beberapa konsep dasar seperti ruang dan waktu adalah bawaan, dan merupakan kerangka dasar yang memungkinkan kita memahami pengalaman.

- Noam Chomsky, ahli bahasa yang memperkenalkan konsep innate language acquisition device (perangkat pemerolehan bahasa bawaan), yang menjelaskan bahwa manusia memiliki kemampuan alami untuk mempelajari bahasa.

- Jean Piaget, menyatakan bahwa anak-anak memiliki pola pikir dan pemahaman bawaan tertentu yang berkembang melalui tahap-tahap perkembangan kognitif.

Teori konvergensi adalah teori dalam psikologi perkembangan yang menggabungkan pandangan dari dua teori yang sering bertentangan, yaitu nativisme dan empirisme, untuk menjelaskan pembentukan karakter dan perilaku manusia. Teori ini dikemukakan oleh William Stern, seorang psikolog dari Jerman. Menurut teori konvergensi, perkembangan individu dipengaruhi oleh perpaduan antara faktor bawaan (hereditas atau genetik) dan faktor lingkungan (pengalaman dan pendidikan).

Contoh dari teori konvergensi:

1. Kecerdasan, seorang anak mungkin memiliki kecerdasan bawaan yang tinggi, tetapi kecerdasan ini tidak akan berkembang optimal tanpa dukungan lingkungan, seperti pendidikan yang baik dan dukungan orang tua.

2. Kemampuan berbahasa, anak-anak memiliki kemampuan bawaan untuk belajar bahasa, namun lingkungan juga penting untuk mengaktifkan dan mengembangkan kemampuan tersebut. Misalnya, tanpa interaksi verbal yang cukup, anak-anak mungkin mengalami keterlambatan dalam penguasaan bahasa.

3. Kepribadian dan karakter, faktor genetik mungkin memengaruhi kepribadian dasar seseorang, seperti kecenderungan untuk menjadi pemalu atau ekstrovert, tetapi pengalaman hidup dan lingkungan sosial akan membentuk dan memodifikasi kepribadian tersebut seiring waktu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun