Senin ini (27/05), Aiman Witjaksono mengulas operasi rahasia di balik kerusuhan 22 mei kemarin. Dalam tulisannya di laman kompas.com, dia menyebut tiga kelompok yang terindikasi menjadi pelaku perusuhan, yaitu: kelompok preman bayaran; sosok penembak jitu; dan kelompok gerakan radikal.Â
Secara sederhana, aksi tiga kelompok perusuh itu dapat dijelaskan dengan skenario ringkas sebagai berikut:
1) Preman Bayaran Menyulut Kerusuhan
Pada 21 Mei, massa perusuh datang dari Rangkasbitung menuju Stasiun Tanah Abang. Begitu turun, mereka menerima pembagian amplop, lalu bergerak ke arah Petamburan, Tanah Abang dan Bawaslu. Massa perusuh kedua terpantau menggunakan ambulan, lalu melakukan aksi-aksi pembakaran.Â
2) Penembak Gelap Membidik Martir
Saat kerusuhan disulut, penembak gelap membidik massa yang ditarget sebagai martir. Sudah rahasia umum, dalam pergerakan massal, jatuhnya korban bisa jadi bahan bakar kerusuhan lebih besar. Satu nyawa meregang, akan memicu kemarahan publik ketika isu kematiannya diolah secara massif.Â
3)Kelompok Radikal Kobarkan Provokasi Jihad
Tentu saja, perlu sentimen bersama untuk menggerakkan kemarahan publik. Di sinilah peran penting kelompok radikal. Sel-sel kader mereka siap menebar berita hoaks kematian para martir yang diopinikan sebagai jihad fisabilillah. Tujuannya, tentu saja agar kaum muslim terpancing ikut turun jalan, dan turut menyudutkan posisi aparat dan pemerintah.Â
Dari peta kelompok perusuh berikut desain aksi mereka itu, beberapa catatan layak didalami.
a) Dari mana dana operasi kerusuhan?
Menurut keterangan kepolisian, massa kerusuhan 22 Mei lalu bejumlah sekitar 6 ribu orang. Jika setiap orang mendapat Rp300 ribu saja, dibutuhkan Rp1,8 miliar untuk pembagian amplop. Itu belum termasuk dana penembak gelap dan operasi pendukung lainnya.Â
b) Bagaimana ketiga kelompok perusuh bisa kompak?
Pada ringkasan peran ketiga kelompok perusuh di atas, terlihat bahwa masing-masing memiliki tugas vital, dan saling terhubung. Dengan peta seperti itu, sulit untuk menyangkal asumsi bahwa ketiga kelompok itu bergerak berdasarkan satu komando terpusat. Dengan kata lain, bisa saja ketiga kelompok berasal dari tiga sel kekuatan berbeda, tapi digerakkan oleh dalang yang sama.
Dari kedua asumsi itu, kita dapat meraba sosok dalang kerusuhan. Pertama, dia pasti banyak uang, mengingat operasi kerusuhan itu butuh dana besar. Keterlibatan bohir berduit ini bisa dipahami, mengingat banyak cukong merasakan pahitnya penegakan hukum era Jokowi. Dalam korupsi Yayasan Supersemar misalnya, ahli waris diharuskan membayar kerugian negara sebesar Rp4.4 triliun.Â
Ketiga, dalang kerusuhan itu pasti juga paham strategi perang dan pengerahan massa, sehingga mampu mengontrol tiga kelompok dalam satu komando. Keterlibatan sosok seperti ini bukan hal baru, mengingat beberapa saat lalu terjadi hal serupa. Salah satunya, dalam skenario makar 212 yang berhasil digagalkan.Â
Tentu saja, fakta-fakta itu belum cukup untuk menarik kesimpulan final terkait sosok dalang kerusuhan. Tapi setidaknya, kepolisian sudah mengantongi pelaku penyebaran amplop untuk para preman bayaran. Pelaku itu bahkan terang-terangan membagi amplop menggunakan mobil ambulance dengan logo partai peserta pemilu. Mari kita tunggu temuan-temuan berikutnya.Â
Sumber:
https://nasional.kompas.com/read/2019/05/27/08085421/operasi-rahasia-di-balik-rusuh-22-mei?page=all
https://news.detik.com/berita/d-4560446/soal-korban-kerusuhan-kapolri-ada-yang-ingin-ciptakan-martir
https://nasional.tempo.co/read/1208101/wiranto-cegah-hoaks-pemerintah-batasi-fitur-di-media-sosial
http://www.beritasatu.tv/news/ma-keluarga-cendana-harus-membayar-rp-4-4-triliun-kepada-negara/
https://tirto.id/investigasi-allan-nairn-ahok-hanyalah-dalih-untuk-makar-cm2X
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H