Mohon tunggu...
Naufal Muhammad Rizhmi
Naufal Muhammad Rizhmi Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Pemula

Selamat datang di tulisan Naufal!

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Pindang Tongkol Primadona Masyarakat

30 November 2020   14:52 Diperbarui: 30 November 2020   15:11 349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh :

Naufal Muhammad Rizhmi (1) dan Junianto (2)

  1.  Mahasiswa Program Studi Perikanan Unpad
  2. Dosen Program Studi Perikanan Unpad

           

Pemindangan merupakan salah satu pengawetan ikan secara tradisional yang dikenal oleh masyarakat Indonesia sejak lama. Pemindangan menurut Pandit (2016) ialah teknik pengolahan dan pengawetan dengan cara merebus atau memasak ikan dalam suasana bergaram dalam sebuah wadah yang selanjutnya terjadi proses pengurangan kadar air hingga batas tertentu. 

Pindang tongkol yang diproduksi di Tanjungsari, Sumedang tidak jauh berbeda dengan pindang tongkol pada umumnya. Ikan tongkol dipindang utuh lalu disayat dagingnya secara menyamping untuk kemudian dibungkus menggunakan kertas pembungkus ketika ada permintaan konsumen.

Tentu dalam sebuah industri pemindangan ikan menciptakan sebuah nilai tambah bagi produk yang dihasilkan. Nilai tambah menurut Hardjanto (1993) ialah pengembangan nilai yang terjadi karena adanya input fungsional berupa perlakuan dan jasa yang menambahkan kegunaan dan nilai komoditas. 

Nilai tambah dilihat dari nilai produk akhir dikurangi biaya antara (Mistikomah 2019). Nilai tambah dari pindang tongkol sendiri umumnya sama di setiap industri pemindangan. 

Seperti yang dikemukakan Mistikomah (2019) bahwa nilai tambah dari pindang tongkol berada pada angka Rp9.562,23 per kilogramnya dengan rasio nilai tambahnya berada di 29,13%.

Berdasarkan pengamatan di lapangan, kebutuhan konsumen akan pindang tongkol cukup tinggi. Hal ini terlihat dari ketersediaan produk di pasar ketika menjelang siang ketersediaannya menipis. 

Menipisnya ketersediaan pindang ini disebabkan segmentasi produk ini menyasar kepada masyarakat kalangan bawah. Hanya dengan Rp5000 saja, anda sudah mendapatkan 12 potong pindang tongkol. Jumlah tersebut sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan para konsumen.

Namun, bila dilihat dari bentuknya, pindang tongkol dijual dengan bentuk potongan daging tongkol yang telah dipindang yang dibungkus dengan kertas pembungkus ini kurang menarik. Penulis menyarankan, bentuk penyajian dan kemasan dari pindang tongkol ini dapat ditingkatkan. Seperti disajikan dalam bentuk filet dan dikemas dengan kemasan modern kedap udara sehingga kualitasnya terjaga.

dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
Dari segi promosi, pindang tongkol masih dipromosikan secara sederhana dengan menjajakan produk secara langsung kepada konsumen. Ada pula penjual pindang yang mulai menjajakan produknya dengan berkeliling melintasi pemukiman warga. 

Cara promosi mereka ini sudah baik, hanya saja di zaman serba online mereka dapat mempromosikan produknya melalui sosial media untuk menjaring lebih banyak konsumen. 

Tentunya dengan kemasan yang lebih baik seperti yang disarankan di paragraf sebelumnya. Mereka juga dapat mencantumkan keunggulan serta informasi yang relevan bagi produk mereka di sosial media sehingga konsumen tertarik untuk membeli produk mereka.

dokpri
dokpri
Saluran pemasaran pindang tongkol  masih berupa produsen-pengecer-konsumen. Menurut Kotler dan Keller (2007), saluran ini disebut saluran satu tingkat. Artinya, penjualan produk hanya melalui satu perantara, yaitu melalui pengecer. Keuntungan dari saluran ini ialah harga yang relatif stabil (tidak terpengaruh harga bahan baku). 

Sedangkan kekurangan dari saluran pemasaran ini ialah dapat terjadinya spekulasi di tingkat pengecer untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar sehingga konsumen lambat menerima produk tersebut serta produsen sulit mengetahui perubahan selera konsumen.

Daftar Pustaka

Hardjanto, W. 1993. Bahan Kuliah Manajemen Agribisnis. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor

Kotler, Philip dan Keller. 2007. Manajemen Pemasaran, Jilid I, Edisi Kedua belas. PT. Indeks. Jakarta

Mistikomah, E. 2019. Analisis Nilai Tambah Usaha Pemindangan Ikan (Studi Kasus di Sentra Pemindangan Desa Tanjung Luar) Kecamatan Keruak, Kabupaten Lombok Timur. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Mataram

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun