Mohon tunggu...
Naufal Kuntjoro
Naufal Kuntjoro Mohon Tunggu... Lainnya - Millenial's Banker || 99's Works on Foreign Bank || Newcomers in Finance Industry and Writing Stages

“I might be a banker, but I’ll never lose your interest"

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Praktik Bisnis yang Melawan Stigma

4 Oktober 2020   00:21 Diperbarui: 4 Oktober 2020   00:29 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Disaat kita mulai untuk membaca buku buku bisnis, teori bisnis, seminar, podcast atau serial TED Talks di youtube sering kali kita disuguhkan kiat kiat sukses dalam berbisnis. Macam macam sumber dan ceritanya. 

Teori yang digunakan juga beragam, dimulai dari cost leadership, product differentiation atau market niche. Para narasumber seolah olah memiliki cara terjitu dan paling ampuh dalam meraih untung dan menaklukan persaingan usaha. Namun, dalam implikasinya, teori yang dipakai hanya itu itu saja. 

Jarang sekali kita menemukan pengusaha yang berani melawan arus, melakukan hal hal yang tidak dilakukan pengusaha lain, menggunakan teori bisnis yang berbeda daripada yang khalayak gunakan. 

Bila anda kalah dalam sumber daya yang dimiliki, maka adu strategi yang akan bisa membuat anda menang. 

Banyak juga kisah kisah sukses para pengusaha yang berani melawan arus, dan tetap bertahan dalam dunia bisnis yang kompetitif. Kita pelajari bagaimana salah satu supermarket di negara paman sam, yang bernama Trader Joe's. 

Dua hal yang dijadikan pemiliknya sebagai competitive advantage perusahaannya, yaitu harga yang murah dan kemurahan hati para pegawainya. 

Menjual dengan harga yang murah mungkin strategi yang biasa digunakan para pengusaha pasar swalayan untuk menarik traffic dan minat para kustomer, tapi tidak dengan berinvestasi pada spg dan pegawainya untuk bermurah hati melayani customernya. Stigma yang umum, mereka hanya bekerja dengan mengikuti prosedur dan sop. 

Tidak perlu senyum tulus, mempelajari kebiasaan para pelangganya atau berfokus pada kepuasan pelanggannya. Di toko ini, anda akan menemukan banyak hal yang sebaliknya.

Di toko ini anda akan bertemu dengan para pegawainya yang memberikan rekomendasi jujur atas produk produk yang dijual, karena mereka lah yang pertama kali merasakan produknya sebelum jatuh ke tangan customernya. 

Di toko ini anda juga tidak akan menunggu antrian yang panjang karena seluruh pegawainya bisa mengoperasikan mesin kasir, disaat ada antrian yang mengular para pegawai akan sigap melayani anda. Mungkin, hanya di toko ini anda akan menerima coklat atau bunga dari para pegawainya saat anda lagi cemberut atau bete. 

Bukan hanya sebatas ramahnya karyawan, anda juga diperbolehkan untuk merasakan produk yang ingin anda beli untuk memastikan produk itu sesuai dengan keinginan anda. 

Apabila anda sudah membelinya dan ingin mengembalikannya, toko ini akan merefund produknya tanpa syarat dan kondisi apapun. Dan masih banyak hal hal unik yang biasanya tidak kita temukan di swalayan di Indonesia.

Lain di US lain di Indonesia.

Saya baru saja membaca buku #sharing karya Handry Satriago. CEO General Electric untuk Indonesia selama 10 tahun yang memimpin ribuan karyawan GE dari kursi rodanya. Wah, keren ini CEO. Mimpinya menjadi Dosen, tapi nyatanya jadi CEO. 

Orang umum mikir, ya mending jadi CEO lah, hahaha. Di bukunya, beliau menjelaskan bahwa belliau senang sekali meng-empower orang lain, leading and influencing people. 

Yang membuat Pak Handry beda adalah bukan karena kursi rodanya, tapi karena konsep kepemimpinannya. Beliau banyak cerita soal the power of followers, yang menyatakan bahwa arah tujuan dan kesuksesan organisasi itu juga bergantung pada para pengikutnya (staffnya) bukan hanya tanggung jawab leader Belia juga banyak cerita soal bagaimana tujuan seorang leaders itu bukan sekedar lead people tapi create another leaders. 

Beliau juga percaya bahwa leader yang baik itu hanya boleh membuat keputusan sepihak tidak lebih dari 10 kali dalam setahun. Sisanya, harus dirumuskan bersama atau pendapat staffnya. Apa semua leader di kantor seperti itu ya?

Sampai sekarang, saya belum pernah dipertemukan dengan situasi seperti Pak Handry memimpin anak buahnya, yaa karena saya belom pernah kerja juga. 

Tapi, cerita dari mentor mentor saya diberbagai industri sih bilang peluangnya hanya 2/3 dari 10 ajaa untuk kita bisa ketemu another Pak Handry. Di buku beliau, banyaak sekali cerita bagaimana beliau do the opposite dan achieve what the company wants!! Insightful.

Sekarang pertanyaannya adalah, apakah disaat kita melakukan hal yang sebalikknya, maka kesuksesan akan mengikuti kita? Tentu itu perlu diperhitungkan dengan sangat matang. 

Bukan hanya mementingkan factor luck atau trial and error menurut saya. Joe dan Pak Handry saat memilih strategi yang akan dijalaninya, sepertinya berdasar pada suatu teori dan konsep bisnis yang fundamental. 

Seperti Joe yang bersandar pada konsep pendekatan Customer Centric, dan Pak Handry dengan pendekatan Employee Engagement. Namun apa yang membuat mereka bisa berhasil? 

Saya kira banyak hal yang menyebabkan ini bisa berhasil. Salah satunya adalah akibat dari hadirnya pilihan kedua atau pilihan alternative. Sepertinya manusia itu selalu memiliki sifat curious dan tidak pernah puas. Kedua sifat ini terakomodir dengan hadirnya pilihan kedua. 

Saat sebuah pilihan yang tidak biasa hadir, pilihan alternatif yang tidak pernah ada sebelumnya atau bahkan yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya ada didepan anda, apakah anda tidak penasaran? 

Mungkin ini bisa dianalogikan seperti produk produk kuliner musiman yang ramai disaat awal awal baru diperkenalkan ke publik. 

Semua orang berbondong bondong membelinya, dan menyebabkan antrian seperti odading ironman. Tapi, pertanyaan selanjutnya adalah, mengapa Joe dan Pak Handry berhasil sementara Es Kepal Milo sekarang sudah sepi peminat? 

Awal yang baik, dikombinasikan dengan pemenuhan ekspektasi

Mungkin jawabannya ada di pemenuhan ekspektasi. Joe hadir dengan alternative lain untuk memenuhi ekspektasi customer atas produk yang murah, berkualitas dan dilayani dengan baik dalam tokonya. 

Dia bisa attract customernya dengan baik, dan mempertahankan hubungannya dengan nilai nilai bisnis yang Joe pegang. Sama seperti Pak Handry, beliau memperkaya hubungannya dengan staffnya dengan cara memuliakan mereka, menghargai pikiran pikirannya, dan mengajaknya berkembang kedepan dalam koridor hubungan boss dan anak buah. 

Apabila dianalogikan sebagai pelari, Joe dan Pak Handry mempersiapkan latihan fisik, ketahanan kaki, derap langkah hingga posisi condong leher di garis finish terlebih dahulu sebelum memilih sepatu mana yang memiliki bantalan terempuk yang bisa membawanya start lebih cepat daripada pelari lainnya. 

Mungkin baru ini awal tulisan saya di Kompasiana. Sudah lama punya keinginan untuk menulis, dan baru keturutan sekarang. Enjoy the show.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun