Mohon tunggu...
Naufal Fajri
Naufal Fajri Mohon Tunggu... Lainnya - Community Education

Community Education

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Transformative Learning sebagai Sarana Belajar Sepanjang Hayat

28 September 2024   08:43 Diperbarui: 28 September 2024   12:33 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Transformative Learning adalah sebuah teori pembelajaran untuk orang dewasa yang menghendaki terjadinya suatu perubahan tertentu yang sifatnya mendasar pada diri peserta didik. Artinya, pembelajaran ini berurusan dengan aspek-aspek psikologis tertentu yang dipandang perlu untuk diubah pada diri peserta didik dan prosedur dalam mengupayakan terjadinya perubahan tersebut. Perubahan yang dimaksud terkait dengan adanya suatu stagnasi atau dilema tertentu yang bersumber pada dimensi kognitif ataupun emosional, sehingga yang bersangkutan sangat kesulitan untuk bisa menolong diri sendiri dalam rangka mengembangkan potensi dirinya lebih lanjut. Dalam keadaan seperti itu, bantuan pihak lain untuk mengupayakan terjadinya perubahan tertentu merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak, sehingga pendidik yang baik adalah yang dapat memahami kendala yang dialami peserta didik, yang dapat membantu untuk mengatasi kendala tersebut, dan yang dapat memberi inspirasi baru ke arah solusi yang lebih diharapkan, dan pada akhirnya terjadi perubahan baik dalam hal pemahaman, kesadaran serta pengalamannya.

Transformative Learning merupakan suatu pendekatan pengajaran berdasarkan pada mempromosikan perubahan, dimana pendidik menantang peserta didik untuk secara kritis mempertanyakan dan menilai integritas asumsi mereka yang dipegang teguh tentang bagaimana mereka berhubungan dengan dunia di sekitar mereka (Mezirow dan Taylor, 2009). Hal ini dilakukan melalui refleksi premis, bahwa kita sampai pada kerangka acuan yang lebih inklusif dan diskriminatif dan menghasilkan kesadaran kritis yang lebih besar tentang bagaimana dan mengapa asumsi kita membatasi cara kita memandang, memahami, dan merasakan tentang dunia kita (Mezirow, 1991).

Dalam dunia pendidikan, seseorang dapat dikatakan telah belajar jika telah mengalami perubahan. Maka, perubahan menjadi sesuatu yang mendasar bagi setiap orang yang belajar, baik anak-anak atau orang dewasa. Sejatinya, pendidikan adalah melakukan upaya penyadaran untuk mengalami sebuah perubahan dan pengembangan potensi dari masing-masing peserta didik. Transformative Learning pada dasarnya merupakan suatu pembelajaran yang menghasilkan suatu perubahan mendasar pada diri peserta didik. Adapun pengertian transformasi yang dikutip dari Webster Dictionary bahwa transformasi memiliki makna: (1) merubah bentuk, penampilan atau struktur, (2) mengubah kondisi, hakikat atau karakteristik, (3) mengganti substansi (Moedzakir, 2010). Transformative Learning menurut Mezirow (2000) didefinisikan sebagai suatu proses yaitu dengan mentransformasikan kerangka acuan (seperti pola pikir, kebiasaan pikiran, dan perspektif makna), kumpulan asumsi serta harapan yang problematis dan membuatnya lebih inklusif, memilah, terbuka, reflektif, dan secara emosional bisa berubah. Kerangka tersebut menjadi lebih baik karena berpeluang lebih besar untuk menumbuhkan keyakinan dan opini yang akan terbukti lebih benar atau dapat dijustifikasikan guna menuntun tindakan (Illeris, 2011).

Teori Transformative Learning pertama kali dikembangkan oleh Mezirow dan Marsick pada tahun 1978 dan dijadikan sebagai andragogi baru oleh beberapa para ahli sebagai pusat pembelajaran orang dewasa. Teori Transformative Learning menjelaskan asumsi, keyakinan, dan harapan orang dewasa tentang dunia sebagai bagian dari kerangka acuan untuk menyaring kesan indera dari individu itu sendiri tentang dunia yang mereka tempati. Transformative Learning dapat didefinisikan sebagai pembelajaran yang mengubah kerangka acuan yang bermasalah menjadi lebih inklusif, diskriminatif, reflektif, terbuka, dan mampu berubah secara emosional. Setelah proses Transformative Learning individu itu berhasil dicapai maka mereka akan melihat diri mereka sendiri dan dunianya dengan cara yang lebih unggul dari sebelumnya.

Latar belakang dan inspirasi asli diambil dari gerakan pembebasan perempuan di Amerika Serikat pada tahun 1970-an dan pada dasarnya mengacu pada perkembangan kesadaran dan pembebasan dari kondisi yang menyebabkan penindasan sosial dan pribadi terhadap perempuan. Hal ini dapat dilihat sebagai paralel dengan upaya Paulo Freire untuk membantu pekerja pertanian Brasil yang buta huruf membebaskan diri mereka sendiri melalui kombinasi pendidikan dan peningkatan kesadaran (Freire, 1970), yang juga dirujuk oleh Mezirow (Mezirow, 1978). Namun, Mezirow juga menjadikan gerakan pembebasan perempuan sebagai titik tolaknya untuk pengembangan teori umum dan ide-idenya tentang Transformative Learning (Mezirow, 1978). Selama dekade berikutnya, teori dan ide Mezirow telah menjadi kontribusi yang terkenal dan diakui secara internasional untuk memahami apa yang dapat dianggap sebagai jenis pembelajaran manusia yang paling maju.

Studi asli Mezirow, yang berfokus pada perubahan perspektif yang dialami oleh wanita yang kembali ke pendidikan formal setelah lama istirahat dari sekolah, membuat beberapa wawasan yang mengungkapkan tentang bagaimana kita memahami pembelajaran di masa dewasa dan peran pembelajaran sebelumnya. Belajar, menurut Mezirow adalah dipahami sebagai proses menggunakan interpretasi sebelumnya untuk menafsirkan interpretasi baru atau revisi makna pengalaman seseorang untuk memandu tindakan masa depan. Mezirow memproyeksikan skema makna pembelajaran sebelumnya ke pengalaman sensorik dan secara imajinatif menggunakan analogi untuk menafsirkan pengalaman baru (Mezirow, 1996).

Teori Transformative Learning menjelaskan proses menggunakan pengalaman kita sendiri, dari pada nilai-nilai yang telah kita asimilasi secara tidak kritis dari orang lain, untuk memahami dunia di sekitar kita. Proses ini yang mengharuskan kita untuk merefleksikan keyakinan kita, menilai validitasnya, dan memeriksa struktur dasarnya yang bersifat inkremental, artinya kita sering tidak menyadari bahwa transformasi sedang berlangsung. Menurut Cranton (2002) pada intinya teori Transformative Learning sangat sederhana. Melalui beberapa peristiwa, seorang individu menjadi sadar dalam memegang pandangannya. Mereka secara kritis akan memeriksa pandangan tersebut, membuka dirinya terhadap alternatif, dan pada akhirnya akan mengubah cara mereka melihat sesuatu dan mengubah beberapa bagian dari cara mereka tentang makna dunia.

Transformative Learning adalah salah satu teori belajar yang muncul di bidang pendidikan orang dewasa dan menawarkan teori belajar yang unik bagi orang dewasa (Taylor, 2007). Mezirow mendefinisikan Transformative Learning sebagai proses pembelajaran dan perubahan orang dewasa. Sebagai orang dewasa, mereka menghadapi situasi dimana metode sebelumnya untuk mengatasi atau membuat makna tentang dunia menjadi tidak efektif. Dilema ini menyebabkan tekanan dan kecemasan individu sehingga mereka secara kritis memeriksa asumsi budaya yang telah mengarahkan tindakan mereka sebelumnya. Dalam lingkungan yang mendukung, pemeriksaan dapat menghasilkan perspektif makna yang lebih efektif (Mezirow, 1978). Mezirow mendefinisikan perspektif makna sebagai struktur asumsi psiko-budaya dimana pengalaman baru diasimilasi dan diubah oleh pengalaman masa lalu seseorang.

Transformative Learning dibangun oleh dua struktur kerangka acuan; struktur pertama adalah skema makna yang mengandung keyakinan tentang bagaimana sesuatu bekerja, bagaimana melakukan sesuatu, bagaimana memahami sesuatu, seseorang, dan kelompok, serta bagaimana memahami diri sendiri. Sedangkan struktur kedua adalah perspektif makna, yaitu struktur asumsi dimana pengalaman masa lalu seseorang mengasimilasi dan mengubah pengalaman mereka menjadi baru. Keyakinan perspektif makna mungkin mencakup; gagasan tentang peran seseorang di dunia, pentingnya keluarga atau identitas seseorang itu sendiri. Dengan demikian, penting untuk dicatat bahwa kerangka acuan mungkin juga kecenderungan dengan dimensi kognitif, afektif, dan konatif  (Mezirow, 2009). Sulit untuk menghindari kesimpulan bahwa kerangka acuan mungkin hampir semua aspek identitas seseorang dan bahwa setiap perubahan di dalamnya dapat merupakan sebuah transformasi.

Transformasi yang digunakan Mezirow adalah domain konseptual untuk meningkatkan kesadaran, menjadi bebas dari masa lalu, mengubah cara pandang tentang dunia, melampaui batasan diri, mewujudkan masa depan yang berorientasi, tercerahkan, dan terbuka secara spiritual serta menciptakan rasa ketidakpuasan yang menghasilkan dorongan dari diri seseorang untuk memperbesar pemahaman dan apresiasi mereka terhadap kehidupan. Mezirow mencatat ironi bahwa program yang dia pelajari, dan dari mana teori muncul, telah mengubah perspektif ratusan ribu wanita melalui kelas peningkatan kesadaran, namun tidak pernah menemukan jalan mereka untuk membawanya ke dalam literatur pendidikan orang dewasa.

Proses transformasi ini menciptakan sebuah kerangka konseptual melalui kegiatan Transformative Learning yang bisa dibilang sebagai sebuah proses awal untuk membawa legitimasi melalui peningkatan kesadaran dalam pendidikan orang dewasa. Mezirow (Mezirow dan Marsick, 1978) mengusulkan bahwa tujuan pendidikan orang dewasa harus mendorong gerakan menuju tingkat perkembangan yang lebih tinggi pada tahap kedewasaan melalui Transformative Learning yaitu pengalaman yang membantu orang dewasa melihat sumber kebutuhan mereka. Transformative Learning merupakan sebuah pencerahan revolusioner dalam jiwa seseorang. Bukan hanya sekedar pembelajaran keterampilan atau ide, atau hanya kebangkitan dalam beberapa pengertian spiritual saja, akan tetapi kebangkitan yang mengarah pada pembelajaran baru yang sebaliknya tidak pernah terjadi sebelumnya. Transformative Learning adalah sebuah proses dimana seseorang mengalami perubahan kerangka acuan berpikir. Kerangka ini menentukan apa yang diketahui dan bagaimana orang mengetahui. Seseorang yang mengalami perubahan jenis ini berarti memperoleh kemampuan untuk melakukan refleksi kritis terhadap asumsi-asumsi, kepercayaan, nilai-nilai, dan perspektif yang melekat pada diri sendiri maupun orang lain. Namun, proses ini tidak hanya melibatkan operasi kognitif dan rasional, tetapi juga melibatkan pergerakan emosional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun