Mohon tunggu...
Naufal Ananda Putra
Naufal Ananda Putra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sejarah Peradaban Islam

Sebagai Calon Sejarawan, Saya akan bagikan konten-konten berbau sejarah dari yang Islam sampai Internasional.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Fazlurrahman: Al Quran Hasil Kerja Sama antara Allah dan Nabi Muhammad

15 Mei 2023   16:14 Diperbarui: 15 Mei 2023   16:18 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Riwayat Kehidupan

Bagi siapapun yang tertarik akan pembahasan seputar neo-modernisme pastinya akan akrab dengan tokoh berdarah Pakistan satu ini. Ia lahir di Hazara (anak benua India) pada 21 September 1919. 

Lahir dari lingkungan keluarga yang taat beragama karena sang ayah sendiri merupakan alim ulama tradisionalis kala itu yang bernama Maulana Sihab al-Din. 

Walaupun ayahnya adalah tradisionalis, Ia tidak memandang sebuah modernitas sebuah racun yang harus dihindari. Dari doktrin kecil itu lah yang menuntun pemikiran Fazlurrahman sang modernis sejati.

Sebelum menjadi intelektualis, di lingkungannya sudah bermunculan pemikiran yang menuju liberal dalam memahami Islam, seperti tokoh Syah Waliullah, Sayyid Ahmad Khan, Amir Ali, dan Muhammad Iqbal. Hidup dalam keluarga yang mendukung sangat Pendidikan anaknya membuat Fazlurrahman mencintai ilmu. Bahkan di usia 10 tahun seperti ulama-ulama terdahulu sebelum memasuki dunia keilmuan yang lain Ia telah berhasil mengkhatamkan (hafal) al-Quran.

Setelah menyelesaikan studinya di Lahore serta berhasil mendapatkan gelar M.A (Master of Art). Tokoh satu ini berhasil menempuh Pendidikan di Oxford University, Inggris dalam bidang filsafat pemikiran Ibnu Sinna pada tahun 1949. 

Hal itu merupakan keputusan yang amat berani untuk mengambil ilmu tentang keislaman di dunia barat. Lalu Ia kembali ke kampung halamannya di awal tahun 1960-an awal. Dua tahun berikutnya dijadikan lah Ia Direktur Lembaga Riset Islam di Pakistan.

Fase Pemikiran

Fazlurrahman ini termasuk ulama yang fasih dalam banyak keilmuan. Bisa dilihat dari rekam jejak pendidikan dan kontribusi dalam pemikiran Islam dunia. Ia sangat produktif dalam menulis sehingga puluhan karya yang berbobot tentunya bisa kita nikmati  di masa kini. Diantaranya ada Avecianna's Psychology, Avecianna's De Anima, Being The Psyichological Part of Kitab al-Shifa, Prophecy In Islam: Philisophy and Orthodoxy, dan masih banyak yang lainnya.

Menurut pengamatan para ahli akan kehidupan intelektual Pakistan ini, mereka membagi pemikirannya ke dalam tiga fase. Fase pertama adalah tahun 1950-an dimana Fazlurrahman lebih memperhatikan kajian Islam historis dan belum meranah ke kajian Islam normatif. Ini bisa di lihat dalam karyanya yang berjudul Avicenna's Pyschology (1952) dan Avicenna's De Anima (1959) saat berusaha menyelesaikan gelar doktornya.

Fase kedua yakni di tahun 1960-an saat Ia mulai kembali dari Pendidikan panjangnya di luar Pakistan. Fazlurrahman mulai merambah pada kajian normatif. Ditambah Ia juga memberikan interpretasi baru terhadap al-Quran dengan metode barunya. Hal ini ditolak keras oleh ulama konservatif di kampung halamannya. Fase ketiga di tahun 1970-an Fazlurrahman memutuskan untuk pergi dari Pakistan karena beberapaa ancaman yang didapatkan dari para penolak gagasannya.

Pandangan Mengenai Al-Quran

Menurut Fazlurrahman al-Quran ini tidak diwahyukan secara verbal (bersuara) melainkan dalam bentuk ide dan maknanya saja. Dasar yang dikemukakan oleh ulama satu ini terdapat pada QS. al-Syura : 51 dan 52. Pemikiran ini sebenarnya senada dengan Muhammad Iqbal dan Syaikh Waliullah yang menjadi rujukan.  

Tidak hanya itu, Fazlurrahman menolak anggapan ketika Malaikat Jibril menampakkan dirinya secara langsung saat menyampaikan wahyu kepada Nabi Muhammad. Ia percaya bahwa hanya dua waktu Nabi bertemu dengan Malaikat Jibril berdasarkan al-Qur'an seperti QS. an-Najm: 15-18. Pertama, adalah di Upuk Tinggi dan kedua di Sidrotul Muntaha.

Ulama-ulama tradisionali dan fundamentalis pada zaman itu tidak terima dengan gagasan yang dibawa oleh Fazlurrahman. Bahwa al-Qur'an merupakan kalam Allah dalam arti biasa dan keseluruhan adalah perkataan (qoul) Nabi Muhammad. Pernyataan ini lah yang terkesan Allah dan Nabi Muhammad berkerja sama dalam meurunkan al-Qur'an pada umat Muslim. Padahal Fazlurrahman tidak sepenuhnya salah akan hal ini.

Lewat muridnya bernama Syafi'i Ma'arif menjelaskan al-Qur'an ini seluruhnya kalam Allah yang bersifat sempurna dan bebas dari kecacatan. Namun, saat turun pada hati Nabi Muhammad lalu diucapkan secara lisam melalui lidahnya tentu definisi al-Qur'an ini menjadi perkataan beliau.      

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun