Tsamara Amany yang menyatakan mundur dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Namun, tak berselang lama, kehebohan itu diiringi oleh kehebohan yang lain setelah akun @GusNadjb mengungapkan sindiran berbau rasis di Twitter.
Beberapa hari yang lalu jagat maya dihebohkan dengan munculnya unggahan ÂAkun Twitter tersebut mengunggah sebuah video pernikahan Tsamara Amany bersama Ismail Fajrie Alatas yang dihadiri oleh Anies Baswedan seraya menyisipkan cuitan 'antek Yaman' yang diiringi dengan kata-kata yang ditujukan untuk menyinggung Tsamara Amany yang mundur dari PSI.
Menurut penulis, kejadian tersebut menjadi realita yang memprihatinkan bagi masyarakat Indonesia. Ternyata kebiasaan melempar ujaran kebencian berbau serangan rasialisme yang sesungguhnya lahir dari alam penjajahan dalam kenyataannya masih dipelihara masyarakat Indonesia yang sudah merdeka.
Mereka tidak membayangkan betapa berpuluh-puluh tahun yang lalu, terdapat segelintir tokoh bangsa dari kalangan peranakan yang memperjuangkan supaya martabat bangsanya tidak dipandang sebelah mata. Yang rela berkorban dikucilkan orang-orang di sekelilingnya demi menggapai cita-cita luhur.
Mungkin dewasa ini sebagian bangsa Indonesia sudah lupa bahwa bangsa ini pernah diperjuangkan oleh A.R. Baswedan, seorang pejuang terkemuka dari kaum peranakan Arab dari Yaman.
Ialah tokoh yang menjadi garda terdepan menyuarakan agar kaum peranakan Arab yang kebanyakan berasal dari Yaman di Hindia Belanda dimasukkan ke dalam golongan inlander (bumiputera) yang sedang berjuang melawan penjajah.
Sekilas tentang A.R. Baswedan
Mungkin bagi sebagian orang nama A.R. Baswedan (1908-1986) sudah tidak asing lagi. Ia adalah kakek dari Gubernur DKI Jakarta saat ini, Anies Rasyid Baswedan.
Pria yang akrab disebut dengan A.R. Baswedan atau Pak Bas ini mempunyai nama lengkap Abdul Rahman Awad Baswedan. Ia merupakan seorang muwallad (istilah bagi peranakan Arab) yang dilahirkan di Surabaya pada 11 September 1908. A.R. Baswedan lahir dari pasangan ayah berdarah Arab Hadrami dan ibunda seorang bumiputera.
Kendati dilahirkan sebagai peranakan Arab, sejak kecil A.R. Baswedan dididik oleh keluarganya dengan kultur Jawa khas Surabaya. Ia dibiasakan untuk berbicara dalam bahasa Jawa hingga akhirnya terbiasa.
Pun dalam watak dan tabiat, A.R. Baswedan berwatak dan bertingkah seperti orang-orang Jawa yang mengedepankan adab dan kelembutan. Kontras dengan orang-orang Arab totok yang dididik agar memiliki sifat jantan khas Arab yang identik dengan perangai yang keras.