Mohon tunggu...
Naufal Al Zahra
Naufal Al Zahra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pendidikan Sejarah FKIP UNSIL

Dari Sumedang untuk Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Natsir, 3 April, dan Refleksi Historiografi Kita

3 April 2022   04:25 Diperbarui: 3 April 2022   07:59 599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret Mohammad Natsir, pemimpin Islam Indonesia dan Partai Masjumi yang terkemuka. (Sumber gambar: Twitter/@mazzini_gsp)

Natsir dalam kapasitasnya waktu itu sebagai  anggota legislatif di Parlemen RIS dinilai telah membuat sebuah terobosan yang sarat akan solusi. Ia sukses membuka jalan untuk proses integrasi nasional dengan maksud untuk menghindari jebakan lain yang akan diciptakan Belanda.

Dengan tiga formula yang tertanam di dalam jiwanya seperti (1) kepekaan pada keadaan, (2) kecintaan pada persatuan, dan (3) kemampuan membangun pola komunikasi yang efektif. Natsir mampu mengakomodasi keinginan sebagian besar rakyat Indonesia agar bersatu di bawah naungan RI melalui mosi yang terkenal dengan "Mosi Integral Natsir" itu.

Signifikansi dari ekses Mosi Integral Natsir diakui oleh tokoh-tokoh satu generasi maupun lintas generasi. Indikasi pada hal ini misalnya nampak manakala Presiden Sukarno berkata kepada Asa Bafagih, seorang wartawan surat kabar Merdeka.

Sukarno saat itu ditanya siapa orang yang dipercaya untuk membentuk kabinet baru pasca NKRI diberlakukan. Dengan gamblang ia menyampaikan, "Ya, siapa lagi kalau bukan Natsir dari Masjumi. Dia yang mempunyai konsep untuk menyelamatkan Republik melalui konstitusi."

Di samping Presiden Sukarno, seorang tokoh PNI, Arnold Manonutu menuturkan bahwa, "Tanpa M. Natsir, tidak akan ada Negara Kesatuan Republik Indonesia ini".

Ada pun, tokoh-tokoh lintas generasi yang bersuara menanggapi hal ini di antaranya adalah Nurcholish Madjid, Buya Syafii Ma'arif, dan K.H. Ali Yafie.

Menengok pelbagai tanggapan positif tokoh-tokoh besar atas kontribusi Natsir. Terlepas dari usulan seremonial 3 April yang belum kunjung diwujudkan. Ada satu hal yang membuat penulis penasaran, apa yang sesungguhnya menyebabkan kontribusi dari tokoh satu ini tidak dituliskan dalam sebagian besar historiografi bahkan di buku-buku pelajaran sejarah SMA sekali pun?

Semoga narasi lapuk berbunyi "tokoh ini terindikasi pernah terlibat PRRI dan menjadi pembela Islam yang setia" tidak menjadi dasar pertimbangan bagi para sejarawan maupun bagian Litbang Kemendikbudristek dalam menempatkan peran Natsir.

Atau pun, jika hal itu tidak dilakukan karena dikhawatirkan berpotensi membangkitkan fanatisme kelompok Islam di Indonesia, bagi hemat penulis adalah kurang tepat. Justru dengan menempatkan Natsir sebagai negarawan Muslim dalam historiografi Indonesia dapat menjadi sebuah langkah penting untuk menginsyafkan kelompok-kelompok Islam yang condong melawan negara.

Semoga Allah merahmati Natsir allahuyarham, Sang Pecinta Persatuan. Aamiin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun