Mohon tunggu...
Naufal Al Zahra
Naufal Al Zahra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pendidikan Sejarah FKIP UNSIL

Dari Sumedang untuk Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Natsir, 3 April, dan Refleksi Historiografi Kita

3 April 2022   04:25 Diperbarui: 3 April 2022   07:59 599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa tahun yang lalu, sejumlah pihak  mengusulkan agar 3 April ditetapkan sebagai hari peringatan nasional. Dilansir dari sejumlah laman berita, beberapa tokoh nasional seperti Dr. Hidayat Nur Wahid, Prof. Jimly Asshidiqie, Dr. Adian Husaini juga MUI, menyatakan pentingnya menjadikan hari ke-3 dalam bulan April sebagai hari NKRI. Lantas, sesungguhnya apa kaitannya tanggal 3 April dengan wacana hari NKRI itu?

Tepat 72 tahun silam, dalam sebuah forum sidang Parlemen RIS, seorang tokoh berpidato seraya mengeluarkan sebuah mosi  yang amat menentukan takdir negeri tercinta ini. Mosi tersebut ia nyatakan manakala Indonesia sedang mengalami ketidakstabilan sebagai akibat daripada pembentukan RIS.

Republik Indonesia Serikat (RIS) sendiri merupakan sebuah institusi federasi yang dibentuk sebagai jalan kompromi antara delegasi Republik Indonesia dengan Belanda dalam perhelatan Konferensi Meja Bundar (KMB). Realisasi pembentukan RIS diselenggarakan pada 27 Desember 1949 di Den Haag dan Jakarta.

RIS Tak Direstui

Semenjak RIS didirikan, wilayah Indonesia terbagi menjadi beberapa negara bagian. Wahyudi Djaja dalam buku RIS Republik Indonesia Serikat (2008) menerangkan:

"Menurut pasal 2 Konstitusi RIS tahun 1949, Republik Indonesia Serikat terdiri atas 7 negara, 9 satuan kenegaraan, dan daerah yang bukan kekuasaan."

Dari enam belas negara yang dinyatakan sebagai bagian dari RIS, Republik Indonesia termasuk menjadi salah satu negara bagiannya dengan ibukota di Yogyakarta.

Tatkala RIS resmi didirikan, Sukarno dan Hatta yang sebelumnya menjadi Presiden dan Wakil Presisen RI dipercaya untuk menduduki jabatan baru di RIS. Sukarno didaulat sebagai Presiden RIS dan Hatta menjadi Perdana Menteri RIS. Sedangkan, dua posisi yang ditinggalkan mereka digantikan oleh  Mr. Assaat dan dr. Abdul Halim.

Tak sampai berusia satu tahun, eksistensi RIS mendapatkan reaksi yang kurang positif dari sejumlah elit dan sebagian besar rakyat di negara-negara bagian. M.C. Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern (2016) menyatakan:

"Ada sentimen pro-Republik di negara-negara federal yang didirikan oleh Belanda itu, sentimen yang telah menjadi semakin kuat dengan dibebaskannya 12.000 orang tawanan Republik dari penjara-penjara Belanda antara bulan Agustus dan Desember 1949."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun