Sebelum Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dinyatakan pada 17 Agustus 1945, sesungguhnya narasi yang menyatakan keinginan dari kaum bumiputra untuk terbebas dari belenggu penjajahan untuk pertama kalinya muncul menjelang dasawarsa kedua abad ke-20.
Sebelum tokoh-tokoh pergerakan memunculkan wacana tentang kemerdekaan yang lebih jelas, wacana tentang konsep umum kemerdekaan terlebih dahulu diangkat dalam kongres Nasional Centraal Sarekat Islam pertama.
Kongres Nasional Centraal Sarekat Islam pertama digelar di Bandung selama satu pekan. Dimulai dari 17 hingga 24 Juni 1916. Hafidz Azhar dalam Riwayat Sarekat Islam Bandung 1912-1916 (2021), menerangkan bahwa sejak hari pertama kongres, Alun-Alun Bandung berubah menjadi area yang sangat ramai, seakan-akan tampak seperti pasar.
"Siang dan malam ribuan orang memadati Alun-Alun Bandung. Kerumunan ini tiada henti-hentinya berlangsung selama sepekan. Bermula pada 17 Juni 1916, tamu undangan dari berbagai daerah terus berdatangan.", tulis Hafidz.
Senada dengan itu, Anhar Gonggong dalam HOS. Tjokroaminoto (1985) menyatakan bahwa terdapat 80 cabang SI yang hadir di Bandung. Mereka semua merepresentasikan 360.000 anggota SI yang tersebar di sejumlah daerah.
Hafidz menjelaskan bahwa Kongres Nasional CSI dimulai pada Sabtu 17 Juni di gedung surat kabar Kaoem Moeda. Dibuka dengan rangkaian sambutan maupun pidato dari tokoh-tokoh teras pergerakan, termasuk dari Ketua CSI; Tuan Tjokroaminoto. Setelah itu, pada hari berikutnya, pelbagai rapat dilaksanakan silih berganti. Ada yang dilakukan secara terbatas, ada juga yang ditujukan secara terbuka untuk khalayak umum
Karisma Tjokroaminoto Mengundang Perhatian Massa
Momentum yang senantiasa mengundang perhatian masyarakat setiap kali vergadering (perkumpulan) SI digelar yaitu pidato dari Tjokroaminoto. Menjelang dasawarsa kedua, nama Ketua CSI itu menjadi buah bibir di kalangan kaum bumiputra.
Kebanyakan kaum bumiputra pada masa itu sering mendengar nama Tjokroaminoto, akan tetapi mereka belum pernah melihatnya langsung. Lantaran karisma pribadinya tersiar ke berbagai penjuru daerah, tak sedikit orang pada zaman itu menganggap Tjokroaminoto sebagai Ratu Adil atau juru selamat yang akan menyelamatkan nasib mereka.
Tak mengherankan, manakala Tjokroaminoto hadir di Bandung, massa dari pelbagai penjuru daerah datang membanjiri area kongres demi bisa melihat dan mendengarnya berpidato secara langsung.
Tjokroaminoto adalah sosok yang cakap berpidato. Ia adalah guru yang menginspirasi gaya berpidato Sukarno. Tim TEMPO dalam buku Tjokroaminoto Guru Para Pendiri Bangsa (2011) menerangkan bahwa Tjokroaminoto adalah seorang ahli pidato yang menguasai cukup banyak bahasa.