Persoalan ekonomi di masa pandemi merupakan persoalan universal yang dirasakan Sebagian besar orang. Pandemi Covid-19 mengubah struktur dan tatanan dunia dari aspek ekonomi hingga sosial.Â
Beberapa aspek kehidupan mulai membangun dan merancang sebuah inovasi untuk beradaptasi dan menyesuaikan dengan situasi terkini demi kepentingan bersama.Â
Pandemi mengajarkan bagaimana seseorang dapat bertahan hidup dalam berbagai situasi dengan melalui berbagai cara positif untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Ekonomi menjadi satu hal yang pivot yang tidak dapat dilepaskan dari situasi kemanusiaan saat ini.
Pada prinsipnya, manusia membutuhkan instrumen agar dapat melangsungkan hidupnya. Instrumen tersebut berupa instrumen fisik dan afektif. Diperolehnya kecukupan dan predikat ‘sustained’ menjadi harapan setiap orang, dan karenanya mereka berjuang dengan melakukan berbagai cara, seperti bekerja dan membangun usaha-usaha kecil yang dapat menambah profit selama masa krisis.Â
Dari situasi ini, mereka belajar beradaptasi dan mengembangkan potensi yang dimilikinya; bahkan melebihi dari apa yang mereka miliki. Tujuannya adalah agar mereka dapat bertahan hidup.
Manusia memiliki kebebasan dan kehendak bebas dalam menentukan pilihan dalam kehidupannya. Terminologi ‘kehendak bebas’ memiliki garis sejarah panjang dalam pemikiran filsuf dari masa ke masa.Â
Pada masa pra-pencerahan, manusia percaya bahwa kebebasan merupakan suatu anugerah yang diberikan oleh Tuhan yang Maha Kuasa kepada manusia. Pada masa pencerahan, kebebasan rasio muncul dan menuntun manusia pada pencapaian-pencapaian baru dalam ilmu pengetahuan. Selain itu, kemerdekaan dan kekebasan dari segala bentuk otoritas juga menjadi karakteristik kehendak bebas pada masa itu,
Di masa kontemporer, kehendak bebas manusia mencapai puncaknya. Di masa ini, kehendak bebas tidak hanya dipandang sebagai sesuatu yang melekat pada diri manusia, melainkan juga harapan yang dapat membentuk kehidupan yang lebih baik dan bernilai.Â
Kebebasan diharapkan dapat mengubah taraf hidup manusia menjadi lebih baik, dan karenanya manusia memiliki kewenangan untuk menentukan, memperhitungkan, dan melakukan segala aktivitas positif untuk mencapai mimpi dan tujuan hidupnya.Â
Fase ini melahirkan manusia dengan sifat visioner, adaptif, pejuang, dan lebih mengutamakan rasio daripada logika. Pada akhirnya, kehendak bebas manusia kontemporer melambangkan tahap kemanusiaan tertinggi.
Di masa pandemi, kehendak bebas dapat diperhitungkan kembali. Pertanyaan mendasar adalah: apakah kehendak manusia terbatas atau dibatasi? Secara tata-sosial-kepemerintahan, negara menjadi struktur dan sektor tertinggi dalam kepentingan duniawi manusia.Â
Negara berhak mengatur sistem kehidupan berbangsa dan bernegara melalui peraturan-peraturan dan norma hukum yang berlaku. Kebijakan karaktina kesehatan, protokol kesehatan, Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB), dan lockdown merupakan rangkaian aturan yang ditetapkan oleh pemerintah melalui Satuan Tugas Pencegahan Penyebaran Covid-19 di Indonesia. Mau tidak mau, masyarakat wajib mematuhi aturan yang ada demi kepentingan bersama.
Namun, di sisi lain, terdapat fenomena moderate opposition yang berasal dari sebagian masyarakat yang merasa khawatir atas kebijakan yang ada. Dalam asumsi mereka, kebijakan tersebut dikhawatirkan dapat berdampak buruk bagi keberlangsungan hidup mereka.Â
Pada akhirnya, mereka memutuskan untuk mengamalkan kebebasannya dengan melakukan berbagai aktivitas yang menguntungkan; yang terkadang juga melanggar aturan atau kebijakan pemerintah terkait pencegahan penyebaran Covid-19.Â
Hal ini merupakan suatu kewajaran bilamana ditinjau dari konsep kehendak bebas. Namun, terdapat aspek normatif yang juga perlu diperhitungkan, yaitu kebijakan darurat kesehatan demi kemaslahatan bersama.
Surabaya, 7/3/22
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H