Mohon tunggu...
Naufal Cahaya Pangestu
Naufal Cahaya Pangestu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said

Seorang laki laki tampan gagah dan berani. merupakan mahasiswa aktif di salah satu perguruan tinggi negri berbasis islam di Solo Raya.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Hukum Perkawinan di Indonesia Dalam Perspektif Hukum Perdata, Hukum Islam, dan Hukum Administrasi

12 Maret 2024   22:24 Diperbarui: 12 Maret 2024   23:00 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Aspek aksiologi sebagai bagian dari filsafat sangat penting sebagai landasan ontologi manusia yang berimplikasi pada tatanan pengetahuan yang dihasilkannya. Dalam UU No. 1/1974 diatur tentang definisi perkawinan, dan keabsahan perkawinan yang memiliki hubungan kebenaran korespondensi dengan filosofis ontologi manusia yang bersifat monopluralis. 

Landasan ontologis manusia yang monopluralis adalah landasan bagi Pancasila yang menjadi sebuah sistem filsafat, menjiwai segenap peraturan perundang-undangan di Indonesia. Ini berarti kodrat antara lakilaki dan perempuan untuk membentuk kehidupan keluarga yang bahagia telah diadopsi oleh UU dimaksud. 

Pendefinisian perkawinan oleh UU yang mendasarkan keabsahan perkawinan bila dilakukan sesuai dengan hukum masing-masing agama dan kepercayaannya menunjukkan bahwa hukum keluarga Indonesia sesuai dengan nilai filosofis ontologi manusia monopluralis yang mengakui nilai religius yang bersifat mutlak. Sehingga dapat diartikan bahwa filsafat hukum keluarga akan berperan positif membangun hukum yang dibutuhkan masyarakat melalui dibentuknya perundang-undangan.
Oleh sebab itu, perkawinan sebagaimana yang diatur dalam UU No. 7/7974 mempunyai prinsip untuk menjamin cita-cita luhur perkawinan yang diaplikasikan dalam enam prinsip, yaitu:
1. Prinsip sukarela
2. Prinsip partisipasi keluarga
3. Prinsip monogami
4. Prinsip perceraian dipersulit
5. Prinsip kematangan calon mempelai
6. Prinsip memperbaiki derajat wanita
Oleh sebab itu, perkawinan hendaklah didasari oleh cinta, karena tanpa adanya cinta atau perkawinan yang didasari adanya tujuan poritis atau materi dapat berpotensi menimbulkan ketidakbahaiiaanaan persoalan di kemudian hari.
 
B. Keabsahan Perkawinan
1. Perkawinan Menurut Hukum Adat
Di samping hukum tertulis, terdapat hukum tidak tertulis, yaitu hukum adat dan senantiasa pula ada hukum yang tidak berasal dari alat-alat perlengkapan lain dan dari berbagai golongan dalam masyarakat. Perkawinan tidak berimbang dengan urusan keluarga, urusan rumah tangga, urusan pergaulan masyarakat, urusan kedudukan, dan urusan pribadi. Indonesia terdiri beragam adat dan istiadat yang berbeda-beda antara satu daerah dan daerah lainnya, hal ini memengamhi perkawinan di Indonesia. 

Melangsungkan perkawinan itu hanyalah subjek hukum yang dinamakan pribadi kodrati, tetapi tidak setiap pribadi kodrati yang dapat melangsungkan perkawinan. Menurut hukum adat, perkawinan bukan saja berarti sebagai perikatan hubungan keperdataan saja, tetapi merupakan perlkatan adat yang mana suatu ikatan perkawinan bukan semata-mata membawa akibat terhadap hubungan-hubungan keperdataannya saja. 

Menurut Ter Haar bahwa perkawinan itu adalah urusan kerabat, urusan keluarga, urusan masyarakat, urusan martabat, dan urusan pribadi dan menyangkut urusan keagamaan. Perkawinan dalam arti adat adalah perkawinan yang mempunyai akibat hukum terhadap hukum adat yang berlaku dalam masyarakat bersangkutan. 

Akibat hukum ini telah ada sejak sebelum perkawinan itu terjadi, yang mana yang dimaksud dengan akibat hukum ini adalah yang akan menimbulkan suatu hak dan kewajiban orangtua, yaitu dalam pelaksanaan upacara adat, membina dan memelihara kerukunan keutuhan dan kelanggengan dari kehidupan anak-anak mereka yang terikat dalam perkawinan. 

Sahnya perkawinan menurut hukum adat, tergantung pacia upacara perkawinan hukum agama yang dianut masyarakat adat di Indonesia. Apabila telah dilaksanakan menurut tata cara hukum ag.una, maka perkawinan itu sudah sah menurut hukum adat. Upacara perkawinan tujuannya untuk meresmikan masuknya individu menjadi warga adat merupakan upacara perkawinan adat.
Dalam Pasal 1 UU Perkawinan dijelaskan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Menurut Pasal 26 KUH Perdata, masalah perkawinan berkaitan dengan hubungan keperdataan saja. Pasal 81 KUH Perdata tidak ada upacara keagamaan yang boleh diselenggarakan sebelum kedua pihak membuktikan kepada pejabat/pemuka agama mereka bahwa perkawinan di hadapan pegawai pencatatan sipil telah berlangsung. Hal ini jelas bahwa KUH Perdata hanya melihat dari segi keperdataannya dan administratif saja, yakni menSabaikan segi keagamaan dan hal tentunya tidak sesuai dengan dasar falsafah Negara Republik Indonesia, yalni Pancasila.
2. Perkawinan Menurut Agama Hindu
Agama Hindu merupakan agama tertua di dunia yang masih betahan hingga kini, dan umat Hindu menyebut agamanya sendiri sebagai Sanatana-dharma (Dewanagari: artinya darma abadi/ jalan abadi) yang melampaui asal mula manusia. Agama ini menyediakan kewajiban kekal untuk diikuti oleh umatnya tanpa memandang strata, kasta, atau sekte seperti kejujuran, kesucian, dan pengendalian diri. 

Dalam agama Hindu, suatu perkawinan mempunyai makna dalam sebuah pengorbanan suci (yadnya), dalam konsep Hindu perkawinan disebut grhasta yang memiliki arti masa berumah tangga. Perkawinan dalam agama Hindu bertujuan hidup sejahtera dan bahagia, dalam kitab Manawadhasastra ada tiga tujuan, yaitu dharmasampatti, praja, dan rati. Ketentuan Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan dan Perpres No. 1 Tahun 1963 yang diundangkan menjadi UU No. 5/1969 menentukan adanya hukum Hindu untuk ditinjau dalam rangka pelaksanaan UU Perkawinan yang dilakukan menurut agama dan kepercayaan masing-masing. 

Menurut istilahnya, hukum adalah darma atau darma adalah hukum. Sistem perkawinan Hindu adalah cara atau bentuk usaha yang dibenarkan dan yang dapat dilakukan oleh seseorang menurut hukum Hindu dalam melegalisasi tata cara perkawinan, dengan demikian baik formil maupun materiel dapat dinyatakan sah sebagai suami istri. 

Berdasarkan Manusmreti (Manudharmasastra), perkawinan umat Hindu bersifat religius dan obligator .(mengikat), hal ini dihubungkan dengan adanya kewajiban bagi seorang untuk mempunyai keturunan laki-laki (purusa) agar anak tersebut dapat menyelamatkan orangtua dari neraka. Apabila perkawinan tidak dilangsungkan dengan upacaftl menumt hukum agama Hindu, maka perkawinan itu tidak sah. Dalam hukum adat Bali, perkawinan selain dilandasi oleh UU Perkawinan, juga dilandasi oleh agama Hindu.
Setelah adanya UU Perkawinan pada Pasal 2 ayat (2) yang mewajibkan suatu perkawinan dicatat sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku dan akhir dari proses pencatatan perkawinan adalah diterbitkannya akta perkawinan oleh kantor catatan sipil setelah pemohon memenuhi segala persyaratan yang diperlukan. 

Fungsi pencatatrn perkawinan sama halnya dengan pencatatan peristiwa penting dalam kehidupan seseorang, yakni kelahiran atau kematian yang dinyatakan dalam suatu akta resmi yang dimuat dalam daftar pencatatan. Akta perkawinan bagi agama Hindu, tidak jauh berbeda dengan umat non hindu yang tidak hanya berftmgsi untuk membuktikan telah dilaksanakan perkawinan secara sah, juga untuk menjelaskan kedudukan hukum seseorang dalam keluarga.
 
3. Perkawinan Menurut Agama Budha
Doktrin atau pokok ajaran agama Buddha disebut dharma, ajarannya ini dirumuskan dalam apa yang disebut empat kebenaran yang mulia atau empat aryasatyani. Aryasatyani terdiri dari empat kata, yaitu dukha artinya penderitaan, samudaya artinya sebab, nirodha. artinya pemadaman, dan nurga artinya jalan yaitu jalan kelepasan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun