Mohon tunggu...
Muhammad Naufal
Muhammad Naufal Mohon Tunggu... -

"perbanyak bersyukur dan berdoa, stop complaining" semoga bisa bermanfaat bagi orang lain

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kepadatan Penduduk dan Permukiman Kumuh

6 Desember 2015   22:12 Diperbarui: 6 Desember 2015   22:29 2754
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

 

Indonesia merupakan negara peringkat ke-4 dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia. Berdasarkan Sensus 2010 (Badan Pusat Statistik) disebutkan bahwa jumlah penduduk Indonesia mencapai 237.641.326 jiwa, sehingga dapat di proyeksikan bahwa untuk jumlah penduduk Indonesia tahun 2015 kedepannya akan menembus angka 255 juta jiwa. Hal ini bukanlah sebuah peristiwa yang dapat dianggap sepele oleh Pemerintah dan jika jumlah penduduk semakin besar per 1km2 wilayahnya akan berdampak kepada ledakan penduduk.

Ledakan penduduk sendiri diartikan sebagai pertambahan penduduk secara tiba-tiba dan begitu cepat di suatu wilayah. Ledakan penduduk ini bisa menimbulkan berbagai persoalan di bidang kesehatan, pendidikan, ekonomi, seperti kemiskinan. Dampak dari kemiskinan yang timbul di suatu perkotaan besar adalah pemukiman kumuh. Terbentuknya pemukiman kumuh atau sering disebut Slum Area, sering dipandang sebagai potensial menimbulkan masalah perkotaan.

Secara garis besar, permasalahan penduduk di indonesia saling berkaitan. Mengenai kuantitas penduduk di Indonesia, Sejatinya jumlah penduduk yang besar bisa memberi dampak postifi suatu bangsa, akan tetapi jika tidak diimbangi dengan kualitas yang baik bisa berdampak pada hal negatif. Kepadatan penduduk suatu kota terjadi dikarenakan urbanisasi. Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dan desa ke kota atau dan kota kecil ke kota besar.  Sebetulnya urbaninsasi bisa membawa dampak positif terhadap imigran (orang yang melakukan urbanisasi), yaitu meningkatkan taraf hidup bagi imigran yang mampu bersaing di suatu kota.

Dampak negatifnya, ialah Persaingan masyarakat di dunia kerja akan menimbulkan pengangguran. Otomatis masyarakat yang menganggur ini akan kesulitan untuk bertahan hidup dan mencari tempat tinggal seadanya, maka timbulah kemiskinan. Tercatat berdasarkan survey Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, ada 38.341 hektar kawasan kumuh di Indonesia. Peristiwa ini tentunya akan menyebabkan Ruang Terbuka Hijau(RTH) semakin berkurang dan  lingkungan hidup mengalami pencemaran. Banyak kawasan pemukiman-pemukiman kumuh di indonesia tidak memilki sistem sanitasi yang baik, karena pembuangan akhirnya langsung menuju ke sungai.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pemukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, dapat merupakan kawasan perkotaan dan perdesaan, berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal/hunian dan tempat kegiatanyang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Sedangkan kata “kumuh” menurut KBBI, diartikan sebgai kotor atau cemar. Masrun (2009) memaparkan bahwa pengertian pemukiman kumuh mengacu kepada aspek lingkungan atau komunitas.

Pemukiman kumuh dapat diartikan sebagai suatu lingkungan pemukiman yang telah mengalamain penurunan kualitas atau memburuk baik secara fisik, sosial ekonomi maupun sosial budaya, yang tidak memungkinkan dicapainya kehidupan yang layak bagi penghuninya, bahkan dapat pula dikatakan bahwa para penghuninya benar-benar dalam lingkungan yang membahayakan hidupnya. Dr.Ir. Johan Silas menyatakan bahwa salah satu kriteria rumah kumuh dimana keadaan rumahnya dibawah standar, yaitu 6m2/orang dan fasilitas kekotaan secara langsung tidak terlayani karena tidak tersedia untuk pemukiman yang dinilai ilegal.

Selain  itu, kepadatan penduduk yang tidak terkendali di suatu kota menyebabkan lahan pemukiman semakin hari semakin sempit dan kebutuhan masyarakat terhadap pemukiman semakin besar. Akibatnya, nilai lahan di perkotaan pun menjadi semakin mahal dan  kelompok masyarakat miskin pun semakin terpinggirkan. Sebagai upaya bertahan hidup mereka mendirikan kawasan pemukiman di lahan yang tidak sesuai dengan fungsinya, seperti di pinggir rel kereta api, pinggiran jalan, dibawah kolong jembatan, dan lain-lain.

Kelambatan Pemertiah dalam menanggapi urbanisasi juga dinilai sebagai salah satu pemicu tumbuhnya pemukiman kumuh. Proses terbentuknya permukiman kumuh dimulai dnegan debangunnya perumahan oleh sektor non-formal tersebut diabangunkan oleh orang lain. Pada proses pembanngunan oleh sektor non-formal tersebut mengakibatkan munculnya lingkungan perumahan kumuh, yang padat, tidak teratur dan tidak memiliki prasarana da sarana lingkungan yang memeuhi standar teknis dan kesehatan.

Permukiman kumuh juga mengakibatkan munculnya perilaku menyimpang dari masyarakat miskin, yakni perilaku yang bertentangan dengan norma sosial, budaya, tradisi di suatu masyarakat contohnya enggan bergotong royong, enggan membuat KTP, mencoret-coret dan merusak fasiltas umum, dan lain sebagainya.

Perilaku yang lebih parah bisa berakibat kepada munculnya kriminalitas di sekitar kota seperti pencurian, perampokan, pemerkosaan, dan lain-lain. Dampak lainnya bisa berimabas pada kesehatan masyarakat miskin. Mereka yang membangun permukiman di sekitar tempat pembuangan akhir pasti akan tercemar bakteri penyakit dari sampah di dekat huniannya.

Untuk mengurangi dampak negatif dari keberadaannya permukiman kumuh pemerintah dapat mencanangkan program peningkatan kualitas kampung, yaitu membina sebuah kampung demi meningkat potensinya serta menjadi kondusif. Lalu, pemerintah juga perlu melakukan penekanan pada angka urbanisasi di suatu kota dengan cara sosialisasi pada masyarakat imigran. Peremajaan kota yang berfokus pada perbaikan lingkungan hunian juga perlu diterapkan.

Kemudian, pemerintah bisa melakukan program transmigrasi ke wilayah yang tidak padat penduduk atau berpotensi serta mencanangkan program hunian vertikal (rumah susun) untuk masyarakat dengan penghasilan rendah. Keberadaan permukiman kumuh adalah akibat dari ledakan penduduk di kota-kota besar, dikarenakan urbaninsasi maupun karena kelahiran yang tidak terkendali. Hal ini mengakibatkan tidak berimbangnya lahan permukiman yang tersedia dengan kepadatan penduduk yang ada, sehingga masyarakat pendatang mencari alternatif tempat tinggal untuk bertahan hidup di kota.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun