Mohon tunggu...
Naufal Muhammad Daffa
Naufal Muhammad Daffa Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa jurusan Hubungan Internasional

seorang mahasiswa yang berkuliah di UNSRI

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pengembangan Senjata Nuklir Korea Utara sebagai Bentuk Diplomasi Koersif

1 Desember 2021   12:00 Diperbarui: 1 Desember 2021   12:03 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Senjata nuklir merupakan suatu senjata paling berbahaya di dunia yang pernah dibuat oleh manusia, dimana senjata nuklir dirancang untuk melepas suatu energi ledakan sebaagai hasil dari reaksi antara kombinasi dari fisi nuklir yang biasanya disebut bom atom dan fusi nuklir yang biasanya disebut bom termonuklir dan hydrogen. 

Satu ledakan senjata nuklir dapat menghancurkan ataupun meledakkan suatu wilayah di dunia, dapat membunuh banyak korban jiwa, dan merusak ekosistem yang ada. 

Dalam peperangan, senjata nuklir telah digunakan sebanyak 2 kali yaitu pada saat perang dunia II dimana Amerika Serikat melakukan serangan kepada Jepang di Hiroshima dan Nagakasi. 

Seiring dengan berjalannya waktu, pada saat ini terdapat beberapa negara dunia yang secara resmi memiliki senjata nuklir yaitu Amerika Serikat, Rusia, China, Inggris, Prancis, India, Israel, Pakistan, dan Korea Utara. Pada tulisan ini, penulis akan lebih membahas tentang pengembangan senjata nuklir negara Korea Utara.

Korea Utara telah menjadi sorotan di dunia internasional atas aksi negara tersebut yang berkaitan dengan program ataupun pengembangan nuklir, dimana setelah beberapa tahun gagal dalam meluncurkan senjata nuklir, akhirnya Korea Utara berhasil dalam melakukan pelucuran dan dapat memastikan bahwa kemampuan hulu ledak nya meluncur sejauh 4,000 – 6,000 km. Artinya jarak tersebut sudah menjangkau semua wilayah Asia timur laut serta wilayah barat laut Amerika Serikat. 

Hal tersebut membuat negara didunia terkejut atas aksi Korea Utara dimana negara terdekat seperti Korea Selatan serta China yang merupakan sekutu nya sendiri, bahkan dapat teguran keras dari Jepang, Rusia dan Amerika Serikat sehingga semua negara tersebut menyetujui adanya daftar sanksi DK PBB yang diberikan kepada negara Korea Utara dan juga didesak oleh negara – negara tersebut untuk bergabung dalam NPT atau Nuclear non-Proliferation Treaty sebagai bentuk dari pemberhentian pengembangan senjata nuklir.

Negara – negara tersebut menilai bahwa pengembangan atau program ini akan berdampak buruk pada sektor kehidupan, kesehatan dan lingkungan di dunia kedepannya seperti adanya kesengsaraan, kelaparan, serta kematian. Selain itu, akan berdampak pada penurunan perekonomian beberapa negara diwilayah China, Korea Selatan, Amerika Serikat dan sebagainya. 

Dan juga ditakutkan bahwa nantinya di dunia internasional akan bermunculan perlombaan senjata. Dengan adanya sanksi tersebut membuat Korea Utara mengalami penurunan dalam berbagai sektor. Terjadinya pemutusan Kerjasama bilateral antara Korea Utara dengan USSR yang pada saat itu merupakan mitra dagang utama Korea Utara serta adanya peristiwa banjir yang menyebabkan kelaparan pada tahun 1996 – 2000.

Sejalan dengan perekonomiannya yang melemah, Korea Utara sudah menghabiskan total Gross National Product atau GNP negara sebesar 20 – 25 % hanya untuk pengembangan program senjata nuklir. 

Pengembangan ini membuat efek yang negative pada setiap kepentingan ekonomi negara dunia seperti China, Jepang, Amerika Serikat, serta Korea Selatan dikarenakan banyaknya pihak – pihak yang membatalkan investasinya terutama di wilayah – wilayah Asia Timur dikarenakan alasan keamanan. 

Artinya jika suatu negara memiliki senjata nuklir rawan akan koflik atau memicu terjadinya ketegangan di kawasan dan pandangan terhadap negara tersebut akan berubah juga jika tidak digunakan dengan hati – hati. 

Namun, Korea Utara ingin mengakhiri kesepakatan ataupun perjanjian tersebut dikarenakan Korea Utara beranggapan bahwa NPT tidak mampu untuk melindungi keamanan negara dan pengakuan kedaulatan negara. dengan adanya pernyataan tersebut, Korea Utara pun kembali mengalami banyaknya tekanan dan adanya respon yang keras dari negara di dunia terkait dengan pengembangan nuklir terutama uji coba pada tahun 2004. 

Tetapi, adanya tekanan dan respon yang keras tersebut tidak membuat Korea Utara merasa takut akan aksinya. Korea Utara merasa bahwa sebagai negara kecil yang memiliki keterbatasan yang banyak sehingga membutuhkan suatu strategi ataupun cara agar dapat memenuhi kepentingan – kepentingan nasional negaranya yang salah satunya adalah berkaitan dengan pengembangan senjata nuklir. 

Selain itu, Korea Utara berhasil menggunakan strategi yang nekat, dalam artian senjata nuklir digunakan sebagai alat diplomasi yang mampu memberikan rasa kekhawatiran secara mendunia dan dinilai ampuh untuk mencapai kepentingan nasionalnya terutama dalam bidang ekonomi dan keamanan.

Pada tahun 2009 menjadi puncak ketegangan antara Korea Utara dengan dunia internasional yang dimana Korea Utara melakukan peluncuran rudal yang dianggap sebagai rudal pengecek cuaca yang lewat diatas negara Jepang sehingga hal ini menyebabkan Jepang merasa bahwa keamanan nasionalnya terancam dengan adanya pengembangan senjata nuklir yang dilakukan oleh Korea Utara sehingga Jepang merespon dengan meningkatkan fasilitas keamanannya. 

Hal ini dilakukan lewat bekerjasama dengan PBB untuk mengambil tindakan serius dengan cara melakukan pertemuan untuk meminta lebih banyak sanksi kepada Korea Utara. 

Sanksi yang diberikan seperti larangan untuk ekspor senjata Korea Utara. Adapun juga kemarahan serius dari negara di dunia terhadap Korea Utara dikarenakan terdapat adanya ancaman yang serius terhadap ketentraman serta perdamaian negara – negara lain.

Oleh sebab itu, negara di dunia meminta DK PBB agar diberikan sanksi sesuai dengan piagam PBB pada bab tujuh yaitu tentang ancaman terhadap ketentraman dan tindakan untuk melakukan agresi. 

DK PBB pun langsung menyatakan dengan tegas bahwa peluncuran rudal atau roket dari Korea Utara sudah melanggar dari resolusi DK PBB nomor 1718. Tetapi Korea Utara tidak menerima keputusan tersebut dan mereka kembali mengancam untuk mundur dari perundingan enam pihak atau six -party talk yang beranggotakan Rusia, China, Jepang, Amerika Serikat, dan Korea Selatan. 

Selain itu, Korea akan mengaktifkan kembali reactor nuklir miliknya yang berada di Yongbyon. Bahkan Korea Utara bertindak kelewatan yaitu dengan mengusir tim dari IAEA atau International Atomic Energy Agency dari fasilitas reactor nuklir di Yongbyon, dimana tim ini pernah menyatakan sesuai laporan bahwa uji coba nuklir negara ini sudah mengancam konflik keamanan yang serius di berbagai wilayah, baik di wilayah Asia Timur maupun seluruh dunia.  

Namun dibalik pengembangan senjata nuklir yang dilakukan oleh Korea Utara, Adapun alasan dan kepentingan yang ingin dicapai oleh negara tersebut yaitu nuklir dapat dijadikan senjata agar Korea Utara memiliki nilai serta kekuatan dalam tindakan ataupun kebijakan. Selain itu, nuklir dapat dijadikan Korea Utara sebagai sarana dalam berkompetisi atau bersaing di dunia internasional. 

Meskipun banyak dari negara – negara di dunia yang memberi kritikan terdapat kebijakan Korea Utara, namun negara tersebut tetap menjalankan peningkatan pengembangan senjata nuklirnya dan beranggapan bahwa pengembangan senjata nuklir adalah cara untuk dapat menghadapi negara – negara besar yang diperkirakan dapat mengancam kedaulatan negaranya seperti Amerika Serikat dan Jepang yang menyebut Korea Utara sebagai Axis of Evil.

Tetapi, yang menjadi alasan utama negara Korea Utara mempertahankan senjata nuklirnya yaitu melindungi keamanan negara terutama dari adanya agresi militer dari Amerika Serikat yang dianggap merupakan ancaman bagi Korea Utara. 

Sehingga Korea Utara melakukan pengembangan senjata nuklir, melakukan uji coba nuklir dan sebagainya sebagai bentuk diplomasi koersif dimana ini merupakan strategi dalam bentuk diplomasi yang mengutamakan penekanan atau ancaman agar pihak lain melakukan hal yang diinginkan oleh pihak yang menggunakan diplomasi ini. 

Dalam kasus ini, Korea Utara yang mengacam balik Amerika Serikat dan juga sekutunya serta diplomasi ini berhasil untuk membawa Amerika Serikat ke meja perundingan dan juga alat jaminan keamanan rezim. Selain itu, program dari pengembangan senjata nuklir dapat meningkatkan keuntungan ekonomi seperti adanya bantuan pendanaan. 

Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa aksi yang dilakukan Korea Utara bukan suatu hal yang berlebihan dimana ini merupakan inti dari strategi Korea Utara untuk meraih kepentingan nasionalnya.

Adapun beberapa alasan dari nuklir Korea Utara sebagai bentuk diplomasi koersif yaitu yang pertama adalah ekonomi, perekonomian Korea Utara sudah melemah pada tahun 1990an sebelum adanya pengembangan senjata nuklir disana. Negara tersebut menghadapi berbagai macam masalah dalam mengatasi keseimbangan ekonomi bahkan dimasukkan ke daftar kategori negara miskin. 

Kemiskinan ini disebabkan berbagai faktor seperti hilangnya strategi dalam perdagangan dengan mitranya yaitu Rusia, kurangnya kemampuan Korea Utara dalam impor barang yang dibutuhkan untuk menampung industri negara tersebut sehingga menyebabkan penurunan ekonomi, penurunan dalam sektor Pendidikan dan Kesehatan serta adanya bencana banjir yang diikuti dengan kemarau Panjang dalam beberapa tahun yang berawal pada tahun 1997.

Selain itu, proses bantuan dari PBB yang lama, hutang luar negeri yang tinggi serta GNP yang menurun terus menjadi faktor melemahnya ekonomi negara Korea Utara. Namun dibalik kelemahan itu semua, Korea Utara berhasil dalam mengembangkan beberapa senjata nuklirnya yang dianggap dapat menyaingi canggihnya tekonlogi dari Amerika Serikat. 

Dengan adanya persenjataan ini, Korea Utara dapat membuktikan kepada masyarakatnya dan negara dunia bahwa sehubung dengan perekonomian yang melemah, mereka dapat mengembangkan senjata nuklirnya dan menggunakan persenjataan tersebut sebagai bentuk diplomasi koersif kepada negara – negara di sekitar wilayahnya agar dapat memberikan bantuan ekonomi.

Yang kedua adalah keamanan, Korea Utara adalah sebuah negara yang memiliki wilayah kecil dimana luas wilayah negara ini 120,540 km² yang dibagi menjadi 120,410 km² wilayah daratan dan 130 km² wilayah perairan. 

Artinya jika suatu negara ingin menyerang Korea Utara dengan nuklir, mungkin saja Korea Utara bisa diratakan atau hancur bahkan akan berdampak pada negara – negara disekitarnya. Untuk mengantisipasi hal ini, maka Korea Utara memperkuat persenjataannya melalui pengembangan nuklir agar dapat bersaing dengan negara – negara dengan wilayah yang luas seperti Amerika Serikat. 

Meskipun pada awal tujuan dari adanya pengembangan senjata dan reactor nuklir Korea Utara adalah untuk penelitian. Namun sejalan dengan perkembangan dinamika dari politik internasional, maka Korea Utara pun memanfaatkan teknologi nuklirnya sebagai alat diplomasi, yaitu diplomasi koersif dalam mencapai kepentingan nasional.

Pada intinya tujuan dari Korea Utara yang berkaitan dengan senjata nuklir adalah kepemilikan senjata nuklir akan membuat Korea Utara berada di posisi unggulan dalam negosiasi antar negara di dunia terutama dengan Amerika Serikat, menjaga keamanan rezim Korea Utara dikarenakan Amerika Serikat dianggap menjadi ancaman utama bagi Korea Utara sehingga hal ini perlu dicapai agar dapat memperbaiki hubungan dengan Amerika Serikat.    

Dapat disimpulkan bahwa Korea Utara sangat serius dalam kegiatan pengembangan senjata nuklir, tetapi semua itu dilakukan untuk mendapatkan kekuatan dan pengakuan dari negara – negara di dunia dengan cara ancaman di setiap perundingan. Tujuannya tidak lain dan tidak bukan adalah untuk mencapai segala kebutuhan negaranya seperti sumber daya, finansial, ekonomi, dan sebagainya. 

Selain itu, tujuannya adalah sebagai jalan agar dapat meningkatkan kekuatannya dalam berdiplomasi, mendapatkan keuntungan dalam penjualan teknologi senjatanya, dan sebagai deterrence yang berarti suatu strategi untuk mencegah terjadinya serangan atau perang yang dalam hal ini difokuskan pada penggunaan nuklir. Sehingga dapat diartikan bahwa Korea Utara sedang berusaha untuk mengamankan keamanan ekonominya. 

   Refrensi

DW. (2021, October 18). Senjata Nuklir. Retrieved from DW: https://www.dw.com/id/senjata-nuklir/t-52327475

Fardiba, N. (2021, August 9). Begini Sejarah Bom Nuklir Pertama di Bumi. Retrieved from kompas: kompas.com

Marsingga, P. (2014). Proliferasi Nuklir Korea Utara : Penagkalan dan Diplomasi Kekerasan. Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi | Volume IV No.II/ Desember 2014, 1-15.

Purwono, A., & Zuhri, A. S. (2010). PERAN NUKLIR KOREA UTARA SEBAGAI INSTRUMEN DIPLOMASI POLITIK INTERNASIONAL. Jurnal Ilmu Politik Hubungan Internasional Vol. 7, No. 2, Juni 2010, 2-11.

Sumarni, M. (2018). KEBIJAKAN POLITIK NUKLIR KOREA UTARA (Studi Analisis : Pada Masa Pemerintahan Kim Jong Un ) . Medan: Universitas Sumatera Utara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun