Namun, Korea Utara ingin mengakhiri kesepakatan ataupun perjanjian tersebut dikarenakan Korea Utara beranggapan bahwa NPT tidak mampu untuk melindungi keamanan negara dan pengakuan kedaulatan negara. dengan adanya pernyataan tersebut, Korea Utara pun kembali mengalami banyaknya tekanan dan adanya respon yang keras dari negara di dunia terkait dengan pengembangan nuklir terutama uji coba pada tahun 2004.Â
Tetapi, adanya tekanan dan respon yang keras tersebut tidak membuat Korea Utara merasa takut akan aksinya. Korea Utara merasa bahwa sebagai negara kecil yang memiliki keterbatasan yang banyak sehingga membutuhkan suatu strategi ataupun cara agar dapat memenuhi kepentingan – kepentingan nasional negaranya yang salah satunya adalah berkaitan dengan pengembangan senjata nuklir.Â
Selain itu, Korea Utara berhasil menggunakan strategi yang nekat, dalam artian senjata nuklir digunakan sebagai alat diplomasi yang mampu memberikan rasa kekhawatiran secara mendunia dan dinilai ampuh untuk mencapai kepentingan nasionalnya terutama dalam bidang ekonomi dan keamanan.
Pada tahun 2009 menjadi puncak ketegangan antara Korea Utara dengan dunia internasional yang dimana Korea Utara melakukan peluncuran rudal yang dianggap sebagai rudal pengecek cuaca yang lewat diatas negara Jepang sehingga hal ini menyebabkan Jepang merasa bahwa keamanan nasionalnya terancam dengan adanya pengembangan senjata nuklir yang dilakukan oleh Korea Utara sehingga Jepang merespon dengan meningkatkan fasilitas keamanannya.Â
Hal ini dilakukan lewat bekerjasama dengan PBB untuk mengambil tindakan serius dengan cara melakukan pertemuan untuk meminta lebih banyak sanksi kepada Korea Utara.Â
Sanksi yang diberikan seperti larangan untuk ekspor senjata Korea Utara. Adapun juga kemarahan serius dari negara di dunia terhadap Korea Utara dikarenakan terdapat adanya ancaman yang serius terhadap ketentraman serta perdamaian negara – negara lain.
Oleh sebab itu, negara di dunia meminta DK PBB agar diberikan sanksi sesuai dengan piagam PBB pada bab tujuh yaitu tentang ancaman terhadap ketentraman dan tindakan untuk melakukan agresi.Â
DK PBB pun langsung menyatakan dengan tegas bahwa peluncuran rudal atau roket dari Korea Utara sudah melanggar dari resolusi DK PBB nomor 1718. Tetapi Korea Utara tidak menerima keputusan tersebut dan mereka kembali mengancam untuk mundur dari perundingan enam pihak atau six -party talk yang beranggotakan Rusia, China, Jepang, Amerika Serikat, dan Korea Selatan.Â
Selain itu, Korea akan mengaktifkan kembali reactor nuklir miliknya yang berada di Yongbyon. Bahkan Korea Utara bertindak kelewatan yaitu dengan mengusir tim dari IAEA atau International Atomic Energy Agency dari fasilitas reactor nuklir di Yongbyon, dimana tim ini pernah menyatakan sesuai laporan bahwa uji coba nuklir negara ini sudah mengancam konflik keamanan yang serius di berbagai wilayah, baik di wilayah Asia Timur maupun seluruh dunia. Â
Namun dibalik pengembangan senjata nuklir yang dilakukan oleh Korea Utara, Adapun alasan dan kepentingan yang ingin dicapai oleh negara tersebut yaitu nuklir dapat dijadikan senjata agar Korea Utara memiliki nilai serta kekuatan dalam tindakan ataupun kebijakan. Selain itu, nuklir dapat dijadikan Korea Utara sebagai sarana dalam berkompetisi atau bersaing di dunia internasional.Â
Meskipun banyak dari negara – negara di dunia yang memberi kritikan terdapat kebijakan Korea Utara, namun negara tersebut tetap menjalankan peningkatan pengembangan senjata nuklirnya dan beranggapan bahwa pengembangan senjata nuklir adalah cara untuk dapat menghadapi negara – negara besar yang diperkirakan dapat mengancam kedaulatan negaranya seperti Amerika Serikat dan Jepang yang menyebut Korea Utara sebagai Axis of Evil.