Mata masih belum ngantuk, padahal belum tidur sejak tadi malam, maklum anak malam. Ku tengok jam di system tray laptop kesayanganku, waktu baru jam 8. Ku teruskan pekerjaan online ku, dan nggak terasa udah jam 09.30.
Lapar meradang, akhirnya ku putuskan untuk pergi ke warung kopi agp, sambil membeli sarapan nasi pecel tumpang. Sesampainya di agp, ku parkir motor spin ku di lahan parkir yang panas.
"Teh anget & kopi pahit kental, pri", nadaku memburu karena udah nggak sabar pengen sarapan.
"Yo", balasnya singkat.
Aku pun bergegas ke warung nasi pecel tumpang yang berada di depan agp.
"Bu, pecel e setunggal", kataku.
"Wah, udah habis ki mas", jawabnya sambil membungkus pecel terakhir.
Kecewa pastinya, hanya telat beberapa menit, aku ketinggalan nasi pecel tumpang. Aku pun kembali ke agp, dan mengambil helm yang tadi aku titipkan.
"Lapo?", tanya pri padaku.
"Jancok, pecel e kentek an, ape golek pecel madiun ae, gag ti2p tha", jawabku cepat sambil memakai helm.
"Yo, tapi ojo pecel, sak liyane pecel pokoke", balasnya.
"Ok", ujarku menutup pembicaraan.
Aku pun melaju dengan motorku untuk mengarah ke warung pecel madiun yang juga langgananku. Jaraknya kira-kira beberapa ratus meter, cukup dekat tapi macetnya yang nggak nahan.
Wajahku pun kembali putus asa, ternyata warungnya tutup. 'Ah, sialnya', gumamku kesal dalam hati. Aku pun mencari warung pecel lainnya, dan dapat juga.
"Bu, pecel setunggal & campur setunggal", pintaku.
"Bungkus ta, iwak e opo?", tanyanya sambil tersenyum.
"Yang pecel, ikan e telur ceplok & tempe bu. Yang campur, telur & tempe aja", balasku dengan bahasa campuran.
Dengan secepat kilat, pesananku udah selesai. Ibu itu pun menyerahkan dua bungkus nasi padaku.
"Pinten bu?"
"Songolas ewu"
"Berapa bu?", tanyaku lagi dengan agak keras.
"19ribu dek", jawabnya dengan harga yang sama.
"Ini bu", ku serahkan uangnya sembari tidak percaya.
Selama perjalanan kembali ke agp, aku pun berpikir. 'Mahal banget ya harganya, biasanya pecel ikan telur tuh 5-6ribu, tempenya kira-kira 2ribu, jadi kan cuma 8ribu. Nasi campurnya juga perkiraan harganya sama', cibirku sendiri lama hingga nyampek agp.
"Oleh tha", tanya pri.
"Oleh cok, tapi larang e gag uruk an", jawabku jengkel.
"Piro seh", ujarnya.
"Songolas ewu cok", jawabku sambil mengambil piring, lalu cuci tangan.
"Gpp tha, seng penting enak. Enak ta gag iki?"
"Yo emboh, badok en disek cek weroh rasane", balasku sembari makan.
-------------
Ya itu tadi cerita pagiku yang menjengkelkan, gara-gara sebungkus pecel. Tapi ya sudahlah, sekarang saatnya menikmati kopi pahit. Oia pri tuh nama salah seorang pegawai warung kopi agp malang.
Thanks udah membaca tulisanku :p
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H