Mohon tunggu...
Natrya NadiBumi
Natrya NadiBumi Mohon Tunggu... Lainnya - Learning on Being Nothing

PWK ITS - 082117400000077

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Haruskah Dolly Ditutup?

15 Desember 2017   02:38 Diperbarui: 15 Desember 2017   02:47 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bicara soal Dolly dan Jarak siapa yang tak mengenal tempat ini sebagai lokalisasi terbesar dan terkenal di Indonesia, bahkan konon terbesar di Asia. Kendati itu benar atau tidak pun kita tidak tahu tidak ada data yang mampu membandingkannya. Dolly sendiri terletak di kawasan lokalisasi Jalan Jarak, Kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan, Kota Surabaya.

Sejarah mencatatkan berbagai versi sejarah Dolly, Mulai dari yang konon dahulu sebagai tempat pemakaman etnis Tionghoa yang disulap oleh PSK yang bernama Dolly Khavit menjadi kawasan hunian sehingga membuat rumah bordil pertama dikawasan tersebut. 

Hingga ada lagi yang mengatakan bahwa Dolly Van der Mart lah yang membuka pertama kali yang bertujuan untuk memberi pelayanan kepada tentara Belanda kala itu, dan hingga pribumi yang datang untuk meramaikan rumah bordil tersebut.

Alasan bisnis esek-esek ini berkembang pesat dari tahun hingga ke tahun, karena masyarakat sekitar terlanjur merasakan kemakmuran dari kegiatan tersebut. Jangan kaget, perputaran uang di Dolly saat malam hari bisa hingga milyaran rupiah. Puluhan juta rupiah bisa diraup oleh setiap wisma per bulan. Secara keseluruhan, omzet bisnis lokalisasi perbulan bisa mencapai miliaran rupiah. 

Setiap PSK bisa mengantongi kisaran Rp 13 juta hingga Rp 15 juta. Sedangkan Sang Mucikari yang mengatur PSK dengan pelanggan bisa mendapatkan Rp 60 juta. Rata-rata setiap wisma berisi 10 sampai 15 PSK. Tarif PSK mulai dari Rp 100 ribu hingga Rp 300 ribu. Di Gang Dolly sendiri terdapat 51 wisma. Bila waktu itu wisma di Dolly dan Jarak digabungkan maka jumlah mencapai 300an wisma.

Wilayah lokalisasi prostitusi yang beraktivitas sejak lama ini mencakup 5 RW dan berada di kawasan padat penduduk. Berdasarkan data Dinas Sosial Kota Surabaya beberapa saat sebelum dilakukan penutupan, jumlah PSK sebanyak 1.1449 dengan mucikari 311 orang. Menurut survei yang dilakukan oleh KOPI (Komunitas Pemuda Independen) lebih dari 14.000 orang 'menggantungkan hidup' pada lokalisasi di Gang Dolly dan Jarak, antara lain para kecil yang tampak menjajakan dagangan mereka kepada PSK dan pengunjung lokalisasi. 

"Sepertiga dari belasan ribu itu merupakan anak-anak sekolah yang orangtuanya bekerja ataupun mendapatkan uang dari lokalisasi, bukan hanya PSK, tetapi juga tukang cuci, penjahit, pedagang yang ada disini," jelas Anissa. Wow luar biasa bukan efek dominonya jika Dolly dan Jarak ditutup?

Nah tepat tanggal 18 Juni 2014 melalui banyak rintangan, kawasan Lokalisasi Dolly dan Jarak berhasil ditutup oleh Walikota Surabaya Tri Rismaharini salah satu aktor dari sekian banyak aktor yang berhasil menutup lokalisasi. Banyak Isu dan Masalah yang timbul ketika Dolly dan Jarak ditutup maupun tidak ditutup.

Isu yang muncul jika lokalisasi Dolly dan Jarak tidak ditutup, Yang pertama adalah Gender Equality. Tentu di kawasan lokalisasi manapun derajat kaum feminim dianggap lebih rendah karena hanya mampu untuk memuaskan birahi dari seorang laki-laki hidung belang yang memiliki uang lebih. 

Faktanya lagi PSK di Dolly semuanya adalah wanita dan rata-rata mucikari adalah lelaki ini yang membuat isu Gender Equality sangat menonjol. Dimana penghasilan PSK diatur oleh sang mucikari, sang mucikari mampu merasakan hasil yang banyak tanpa jerih payah dengan cara menjajalkan PSK yang telah berjuang untuk hidupnya dengan mematok dan mengatur tarif. Dan pekerjaan seorang wanita di daerah tersebut sangat dibatasi hanya menjadi PSK atau tukang pijat.

Isu yang muncul jika lokalisasi Dolly dan Jarak tidak ditutup selanjutnya adalah, Kualitas Penduduk. Umumnya jika orang berpenghasilan cukup diharapkan mampu untuk meningkatkan kualitas hidup. Namun faktanya, PSK yang berpenghasilan cukup besar tidak mampu untuk merubah kualitas mereka sebagai manusia. Mereka berpenghasilan hanya untuk menyambung hidup sehari-hari tidak berorientasi untuk merubah hidup ke yang lebih baik, mereka justru selalu terjebak pada dunia malam hari.

Isu yang terakhir jika lokalisasi Dolly dan Jarak tidak ditutup adalah, Urbanisasi. Berdasarkan data Dinas Sosial Kota Surabaya pada tahun 2014 jumlah PSK dan Mucikari mencapai 1.760 orang mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya hanya 1.181 orang. Berdasarkan data, 90% PSK berasal dari luar Surabaya. Seperti Kabupaten Kudus, Batang, Ciamis dan Bandung. 

Sedangkan yang dari Jawa Timur antara lain berasal dari Kabupaten Madiun, Malang, Gresik, Blitar, Mojokorto, dan lain lain. Ini semua menandakan Kawasan lokalisasi menjadi alasan untuk para masyarakat melakukan Urbanisasi di kawasan lokalisasi tersebut untuk mengadu nasib di Dolly dan Jarak.

Nah semua isu dan masalah yang telah disebutkan akan hilang jika sudah ditutup meski tidak semuanya setidaknya telah berkurang secara signifikan. Namun, ketika Dolly dan Jarak telah ditutup tidak dapat dipungkiri bahwa akan timbul isu dan masalah yang lain seiring ditutupnya Dolly dan Jarak.

Isu yang muncul setelah dolly ditutup adalah, Kesehatan. Data Dinas Kesehatan menunjukan 1.448 PSK yang didata saat penutupan ada 168 yang terjangkit HIV/AIDS. Mengapa isu ini baru muncul ketika ditutup? Karena Pemkot maupun masyarakat ditakutkan adanya bahaya HIV/AIDS yang akan menyebar, mengapa? Saat Dolly dan Jarak belum ditutup PSK maupun pelanggan yang terjangkit dapat didata dan diberi pelayanan yang mudah oleh Dinas Kesehatan langsung ditempat serta dapat dikendalikan wabah ini. 

Namun ketika Dolly dan Jarak ditutup Dinas Kesehatan menjadi susah untuk menanggulangi isu kesehatan tersebut. Dan PSK yang berasal dari daerah yang dipulangkan membawa penyakit HIV/AIDS ke daerahnya masing-masing, inilah yang menimbulkan ketakutan dimasyarakat itu sendiri.

Isu yang terakhir ketika Dolly dan Jarak ditutup adalah, Kemiskinan. Survei yang dilakukan oleh KOPI (Komunitas Pemuda Independen) menunjukan bahwa 14.000 orang menggantungkan nasibnya di Dolly dan Jarak. Ketika Dolly dan Jarak ditutup maka akan mematikan roda perekonomian di daerah tersebut. Permasalah kemiskinan tidak hanya berpengaruh kepada PSK maupun mucikari, namun berpengaruh kepada yang lainnya seperti pengayuh becak yang menggantungkan hidup terhadap hingar bingar Dolly.

Lalu apa Solusi dan Kebijakan baik Pemerintah maupun masyarakat dalam menanggulangi isu yang muncul ketika Kawasan lokalisasi Dolly dan Jarak ditutup?

Yang pertama dalam segi kesehatan, langkah utama Pemkot ialah menggerakkan 62 puskesmas yang tersebar di seluruh Surabaya, petugas medis di puskesmas itu sudah dibekali kemampuan dan peralatan untuk mendeteksi penyakit HIV/AIDS. Mereka akan secara aktif mencari orang-orang yang diduga menderita. 

Selain cara jemput bola semacam itu, ada delapan puskesmas yang disiapkan untuk menerima penderita HIV/AIDS. Yakni, Puskesmas Putat Jaya, Perak Timur, Sememi, Dupak, Jagir, Manukan Kulon, Kedurus, dan Tanah Kali Kedinding. Yang diharapkan mampu memberi penanganan awal dan masyarakat dapat berobat secara gratis. 

Selain itu masyarakat juga membantu dengan cara memberikan membantu penyuluhan kepada warga yang rentan terkena. Serta masyarakat makin sadar untuk memakai alat kontrasepsi tidak tersebar. Sedangkan untuk yang diluar Surabaya akan dikirimkan surat rekomendasi untuk berobat. Surat rujukan itu akan diberikan ke Dinas Kesehatan asal para PSK. Hal ini mampu menjawab Isu tersebut Dari 110 warga yang terindikasi kini jumlahnya tersisa 36 orang.

Yang terakhir dan yang paling sulit adalah kemiskinan. Langkah pertama yang diambil oleh Pemerintah saat penutupan adalah memberikan kompensasi kepada PSK berupa uang pembinaan berjumlah Rp 5.05 juta per orang yang diberikan oleh Kemensos. Sedangkan untuk mucikari diberikan Rp 5 juta diberikan oleh Pemprov. 

Uang tersebut diharapkan untuk bekal keberlangsungan hidup mereka. Wisma pun dibeli oleh Bappeko dengan harga 2 hingga 3 milyar sebagai wujud rehabilitasi kawasan. Masyarakat pun ikut membantu yaitu berupa pelatihan terhadap masyarakat sekitar seperti yang dilakukan oleh relawan Gerakan Melukis Harapan. Dari pelatihan tersebut muncul lah UKM asli warga Dolly Seperti Orumi, Samijali dan Tempe Bang Jarwo.

Banyak pihak menyadari bahwa permasalahan lokalisasi Jarak-Dolly tidak selesai hanya dengan menutupnya. Justru bisa memunculkan permasalahan baru yang lebih kompleks jika tidak ditangani dengan serius. Kita juga tidak bisa menyalahi PSK yang bergantung kepada Dolly dan Jarak. Namun ketahuilah terkadang pilihan itu menjadi sulit ketika himpitan hidup mulai mencekik. Negara, Masyarakat, dan Siapapun juga ikut bertanggung jawab atas permasalahan ini.

(Nadibumi, 2017)

(Lestari, 2014)

(Utami, 2014)

(BADAN PUSAT STATISTIK SURABAYA, 2015)

(Dinas Sosial, 2014)

Natrya Nadibumi -- Perencanaan Wilayah dan Kota ITS

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun