Mohon tunggu...
Nathania Angela Hartono
Nathania Angela Hartono Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi

Halo guys!! \^w^/ Pemilik akun ini adalah seorang wibu (Anime 24/7) :v

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Waduh, Jurnalisme di Masa Depan Akan Terancam? Iya Ga Sih? Simak Yuk!

4 Maret 2023   20:25 Diperbarui: 4 Maret 2023   20:30 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hadirnya digitalisasi membuat beberapa media cetak atau media konvensional mengalami kemunduran. 

Hal ini disebabkan karena beberapa media massa cetak tidak dapat mengikuti perkembangan digitalisasi yang begitu pesat. 

Namun, terdapat beberapa media konvensional dapat beradaptasi dengan perkembangan digitalisasi sehingga mereka menciptakan konten dalam bentuk online yang termasuk ke dalam praktik jurnalisme digital (Ashari, M., 2019: 2).

Ancaman Para Jurnalis 

Digitalisasi yang berkembang dengan sangat pesat membuat para jurnalis mengalami tekanan. 

Hal ini dikarenakan banyak jurnalis yang mendapatkan serangan siber yang menjadi ancaman kebebasan pers. 

Selain itu, semakin berkembangnya digitalisasi yang diikuti dengan hadirnya banyak media sosial membuat para jurnalis semakin kehilangan eksistensinya. 

Hal ini dikarenakan banyak masyarakat, khususnya anak-anak muda, seperti Generasi Y (kelahiran 1977-1994) dan Generasi Z (kelahiran 1995-2010) lebih memilih mencari berbagai informasi atau berita melalui media online, seperti Instagram, Twitter, dan TikTok (Candraningrum, D. A., 2021).

Hal ini mereka lakukan karena mereka menganggap bahwa media sosial jauh lebih mudah untuk diakses dan penjelasan terkait suatu fenomena jauh lebih mudah dipahami. 

Hal ini juga didukung karena informasi-informasi terkait suatu fenomena yang dipublikasikan melalui media sosial lebih ringan, renyah, dan tidak memusingkan.

Walaupun informasi-informasi yang tersebar di media sosial dianggap lebih mudah dipahami namun, belum tentu teruji kebenarannya sehingga banyak masyarakat yang termakan dengan berita-berita palsu. 

Walaupun demikian, masih banyak masyarakat yang lebih memilih untuk mengonsumsi informasi-informasi melalui media sosial dibandingkan melalui platform-platform berita yang khusus ditulis oleh para jurnalis profesional yang tentunya tulisan-tulisan berita tersebut sudah melalui tahap-tahap jurnalistik yang benar. 

Selain itu, media sosial dianggap lebih beragam dalam hal konten-konten yang diangkat. 

Contohnya, media sosial Instagram di mana segala informasi atau berita dapat disiarkan atau dibagikan melalui Snapgram atau Story Instagram dengan fitur-fitur yang tersedia, seperti polling dan tanya jawab secara langsung melalui story tersebut. 

Hal inilah yang kemudian membuat para jurnalis kewalahan dengan hadirnya media-media sosial. 

Walaupun hadirnya media sosial sangat membantu proses penyebaran tulisan jurnalistik para jurnalis namun, media sosial juga membuat jurnalis merasa bingung untuk menciptakan konten-konten dalam bentuk yang lain yang berbeda dengan apa yang sudah ada di media sosial tersebut. 

Melihat peristiwa seperti ini, Ketua Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Wenseslaus Manggut, mengatakan bahwa tingginya ketertarikan masyarakat, khususnya anak-anak muda dalam mengonsumsi berbagai informasi melalui media sosial mampu memberikan dampak negatif dan mampu mengubah eksistensi atau wajah jurnalisme online di masa depan di era digital. 

Hal ini sangat mampu mengubah wajah jurnalisme di era digital, baik dari segi konten, model bisnis yang dijalankan, dan berbagai macam hambatan yang akan dihadapi oleh para jurnalis (Candraningrum, D. A., 2021). 

Tantangan Jurnalisme Masa Depan

Memproduksi berbagai konten multimedia adalah tentang pola pikir dan keterampilan yang dimiliki oleh para jurnalis. 

Penggunaan multimedia didukung oleh alat dan teknik digital yang semakin berkembang (McAdams, M., 2014).

Dengan perkembangan teknologi digital yang semakin pesat, membuat para jurnalis bersaing dengan kecepatan untuk segera meliput suatu berita terkait fenomena terkini. 

Para jurnalis harus menghindari pengulangan kata atau informasi dan para jurnalis harus dapat memutuskan apa yang benar-benar perlu dimasukkan ke dalam tulisan dan mana yang tidak perlu untuk dimasukkan. 

Apabila para jurnalis memasukkan pengulangan informasi dan memasukkan tulisan yang tidak perlu ke dalam tulisan berita, maka besar akibatnya audience akan malas untuk membaca dan akan sulit untuk memahami inti dari tulisan berita tersebut (McAdams, M., 2014).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun