Walaupun demikian, masih banyak masyarakat yang lebih memilih untuk mengonsumsi informasi-informasi melalui media sosial dibandingkan melalui platform-platform berita yang khusus ditulis oleh para jurnalis profesional yang tentunya tulisan-tulisan berita tersebut sudah melalui tahap-tahap jurnalistik yang benar.Â
Selain itu, media sosial dianggap lebih beragam dalam hal konten-konten yang diangkat.Â
Contohnya, media sosial Instagram di mana segala informasi atau berita dapat disiarkan atau dibagikan melalui Snapgram atau Story Instagram dengan fitur-fitur yang tersedia, seperti polling dan tanya jawab secara langsung melalui story tersebut.Â
Hal inilah yang kemudian membuat para jurnalis kewalahan dengan hadirnya media-media sosial.Â
Walaupun hadirnya media sosial sangat membantu proses penyebaran tulisan jurnalistik para jurnalis namun, media sosial juga membuat jurnalis merasa bingung untuk menciptakan konten-konten dalam bentuk yang lain yang berbeda dengan apa yang sudah ada di media sosial tersebut.Â
Melihat peristiwa seperti ini, Ketua Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Wenseslaus Manggut, mengatakan bahwa tingginya ketertarikan masyarakat, khususnya anak-anak muda dalam mengonsumsi berbagai informasi melalui media sosial mampu memberikan dampak negatif dan mampu mengubah eksistensi atau wajah jurnalisme online di masa depan di era digital.Â
Hal ini sangat mampu mengubah wajah jurnalisme di era digital, baik dari segi konten, model bisnis yang dijalankan, dan berbagai macam hambatan yang akan dihadapi oleh para jurnalis (Candraningrum, D. A., 2021).Â
Tantangan Jurnalisme Masa Depan
Memproduksi berbagai konten multimedia adalah tentang pola pikir dan keterampilan yang dimiliki oleh para jurnalis.Â
Penggunaan multimedia didukung oleh alat dan teknik digital yang semakin berkembang (McAdams, M., 2014).