Mohon tunggu...
Nathan Bulang
Nathan Bulang Mohon Tunggu... Petani - Perang Kefanaan

Pengembara

Selanjutnya

Tutup

Politik

Catatan Birokrasi Untuk Wakil Rakyat Sumba

8 September 2018   09:54 Diperbarui: 8 September 2018   10:15 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah Satu view Pulau Sumba - NTT (Sumber gambar : Traveling.com)

"Renungan untuk wakil rakyat Sumba"

Pulau sumba menawarkan paras yang menggoda setiap mata yang meliriknya. Yah, sumba pulau berparas cantik yang memberikan pesona untuk siapa saja yang berkunjung. Pulau yang terkenal dengan lukisan alamnya yang sangat eksotis, kuda sandlewoodnya yang gagah berani, wangi cendana, bersama kultur budaya yang masih bertahan meski ditengah terjangan arus modernisasi.

Keindahan alam disertai identitas khas negeri marapu ini membius setiap orang yang berkunjung kesana membuat pulau ini menjanjikan hiburan dunia pariwisata yang sangat menggiurkan.

Dunia pariwisata juga melabeli pulau sumba dengan berbagai predikat keunggulannya dan juga dunia intertaiment menjadikan alam eksotis sumba menjadi latar perfilman.

Dengan bermodalkan alam yang eksotis dan kultur budaya masih terjaga membuat sumba menjanjikan dunia pariwisata yang benar-benar menggoda. Tak ketinggalan para kaum kapitalis berebutan mengambil bagian didalamnya dengan skema investasi.

Namun sangat disayangnya, skema investasi yang dicanangkan tidak menjaga kearifan lokal dan kultur budaya sebagai ciri khas pulau ini, serta sering kali diwarnai dengan perampasan lahan baik lahan pertanian, padang peternak, maupun tanah ulayat tempat pelaksanaan ritual adat istiadat.

Nuansa investasi yang melanda rakyat kecil tidak pro rakyat, malah menyisakan perih di ujung jantung rakyat, bahkan nyawa jadi taruhannya. ini menjadi bukti rakusnya para kapitalis dan pemerintah yang menjadi budak kapitalis buta terhadap rakyatnya sendiri.

Akibat surplus rupiah, rakyat sendiri dihujani peluru demi membela kaum kapitalis yang katongnya sarat akan rupiah. Tragisnya nyawa rakyat menjadi taruhan. Sumba benar-benar jadi rebutan. Akibatnya Alamnya Keren Rakyatnya Kere dan pulau sumba tetap menjadi pulau terindah tapi miskin.

Masih pantaskah kita berbangga dengan indahnya pulau kita jika keuntungan itu tidak diperuntukkan untuk rakyat, tapi malah di nikmati sendiri oleh oleh mereka yang bermain dibalik meja birokrasi dan mereka parakaum kapitalis ?

Untuk mengubah keadaan ini sekaligus agar potensi wisata yang ada ini dapat dimanfaatkan untuk dinikmati rakyat sumba, maka sistem birokrasi yang seringkali diperalat oleh kaum kapitalis harus dirubah dan dibersihkan.

Maka untuk itu, Pemilu 2019 menjadi momentum yang menentukan nasip rakyat sumba, terkhususnya nasip para kaum marginal sekaligus menentukan siapa sesungguhnya yang akan meraup keuntungan dari keindahan pulau sumba, apakah kapitalis dan pemerintah atau rakyat.

Untuk itu, sebagai rakyat pulau sumba kita harus cerdas melihat masa depan sumba dengan memilih pemimpin baik legislatif maupun eksekutif yang benar-benar mau berpihak pada rakyat kecil dan membela hak-hak rakyat kecil agar tidak ditindas oleh mereka yang berkuasa dan mereka yang kaya akan rupiah.

Terlebih dalam memilih wakil rakyat di legislatif harus telitit agar mereka konsisten pada prinsip untuk memperjuangkan segala aspirasi, kebutuhan dan apa yang menjadi hak rakyat kecil, serta benar-benar berani menjalankan fungsi kontrolnya untuk badan eksekutif.

Menurut hemat pikir saya, indikator untuk menyeleksi para kandidat yang pantas menduduki kursi pimpinan adalah dengan mereview kembali dan berkaca pada apa yang mereka sudah perjuangkan untuk rakyat meski belum menduduki kursi kekuasaan apapun. Yang telah teruji membela kaum hak-hak marginal tanpa pamrih. 2019 harus menjadi momentum untuk mencegah yang jahat berkuasa agar rakyat kecil tidak lagi dipinggirkan dan tidak lagi merasa asing dinegerinya sendiri.

Mereka yang tetap memerankan gaya hidup sederhana sama seperti masyarakat biasa umumnya meski mereka sesungguhnya hidup mereka berkecukupan. Meski sudah memiliki harta cukup tetapi tetap bertani, berternak dan bersosial seperti kebiasaan masyarakat umum menjadi teladan bagi masyarakat bagaimana berjuang untuk hidup dalam kesederhanaan.

Jika dalam keseharian saja sudah memerankan gaya hidup hedonisme ya untuk apalah ia duduk di kursi birokrasi yang menawarkan kemewahan lebih dan menjadikan ia rawan untuk lebih rakus lalu mencuri uang rakyat.

Saya merasa harus menuliskan ini karena saya melihat potensi masa depan pulau sumba yang menjanjikan kemegahan pariwisata. Namun banyak keca mata yang mleihat masa depan itu dari sisi keegoisan baik dari kalangan birokrat maupun para kapitalis.

Untuk itu butuh generasi birokrat yang mampu menyelamatkan masa depan pulau sumba ini agar masa depan ini tidak hanya dinikmati oleh segelintir orang tetapi benar-benar dirasakan oleh seluruh masyarakat pulau Sumba.

Tetapi harapan baru untuk masyarakat Sumba, NTT umumnya yang mana tanggal 5 september kemarin Gubernur dan Wakil Gubernur NTT Victor-Joss dilantik oleh Presiden Joko Widodo. Viktor B. Laiskodat menargetkan dalam 100 hari kerja akan fokus pada moratium tambang di seluruh NTT agar tidak mengganggu pembangunan pariwisata NTT sebagai sektor unggulannya. Harapan di pundak gubernur baru agar tidak terjadi lagi konflik agraria dan penjarahan lahan pertanian dalam skema investasi pariwisata.

Salam perubahan !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun