Bayangkan jika data pribadi seseorang, mulai dari nama, alamat, hingga nomor identitas, tersebar luas di internet. Tiba-tiba, ada pesan dari bank bahwa rekeningnya disusupi dan ada pengajuan pinjaman tanpa sepengetahuan orang tersebut. Inilah yang sering kali dialami masyarakat ketika keamanan siber tidak ditangani dengan serius.Â
Dunia maya yang seharusnya menjadi ruang aman untuk beraktivitas digital, malah berubah menjadi tempat penuh ancaman dan kerentanan bagi para penggunanya.
Indonesia pun turut merasakan kesulitan tersebut. Dengan era digital yang telah tiba, surat dan koran sudah mulai menghilang dari dunia nyata, berpindah ke dunia maya. Masyarakat pun sudah bergantung pada media sosial setiap hari. Namun, Indonesia masih belum mampu memenuhi tingginya ketergantungan tersebut. Terlihat dari lembaga-lembaga yang kewalahan dalam mengurusi tanggung jawabnya.
Ketidakmampuan pemerintah juga mengakibatkan keamanan siber negara menjadi rentan. Akibatnya, serangan dan peretasan telah sering dilakukan selama beberapa tahun terakhir. Dengan tindakan mitigasi dan penanganan yang radikal, Kementerian Komunikasi dan Informatika atau Kominfo menjadi target bagi amarah masyarakat yang tidak kuat lagi melihat pahitnya kenyataan ini.
Berbeda dengan negara Finlandia yang penduduknya hanya mencapai 5 juta, tetapi bisa menjaga keamanan sibernya dengan konsisten. Bahkan, Finlandia bisa menjadi negara paling aman di dunia dengan peringkat pertama menurut MixMode Threat Research 2024. Mirisnya, Indonesia jatuh ke bawah dan tidak terlihat.
Memang telah menjadi hal wajar sebagai negara dengan lebih dari 200 juta rakyat, Indonesia menghadapi perjuangan berat untuk mengatur rakyatnya setiap hari. Nyatanya, kebijakan pemerintah seringkali menyusahkan rakyat di kalangan menengah kebawah. Berbagai situs tidak lepas dari pemblokiran massal oleh Kominfo, tetapi keamanan digital masih belum dijaga. Keadaan seperti ini yang menuntut rakyat semakin khawatir akan kemampuan Indonesia yang semakin memprihatinkan tiap hari.
Kurangnya Pengalaman
Lantas mengapa Kominfo tidak berkutik? Regulasi keamanan siber di Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara maju. Hal ini pun turut disebabkan oleh pihak-pihak yang kurang berpengalaman dalam bidang siber. Dengan rakyat yang begitu beragam, seharusnya Indonesia mengambil kesempatan ini dan memanfaatkan kaum muda ahli teknologi yang hendak mencari pekerjaan layak.
Sayangnya, kini Kominfo dan badan keamanan siber lainnya dihuni oleh para petinggi tua yang hanya pintar bicara di depan umum. Kata-kata harapan yang umum disampaikan menjadi sekilas harapan cerah yang menutupi serangan-serangan gelap di balik layar. Itulah kenyataan yang sedang dihadapi oleh negara Indonesia saat ini.
Ibaratnya seperti membangun gedung tanpa peta. Bangunannya terus tumbuh ke atas dengan cepat. Akan tetapi, pondasinya rapuh, banyak dinding yang retak, dan kabel listrik terurai di mana-mana. Indonesia telah terburu-buru mengadopsi teknologi digital tanpa menyiapkan pondasi yang kuat, sehingga celah-celah keamanan terbuka lebar bagi penjahat siber.
Hasilnya, kasus kebocoran data pun sering terjadi. Salah satu yang cukup menghebohkan adalah kebocoran data 279 juta penduduk Indonesia yang diduga berasal dari BPJS Kesehatan pada tahun 2021.Â
Data yang bocor tersebut meliputi informasi sensitif seperti nomor KTP, alamat, dan bahkan nomor telepon. Kasus ini hanyalah satu dari sekian banyak peristiwa kebocoran data yang memperlihatkan lemahnya sistem keamanan siber di Indonesia. Penyelesaian dan langkah antisipatif dari pemerintah pun terasa sangat lambat seakan-akan tidak peduli akan rakyatnya sendiri.
Ketegasan dan Kedisiplinan
Lalu, apa yang harus dilakukan? Selain lebih melibatkan kaum muda, pemerintah dan Kominfo harus lebih disiplin dalam pengawasan dan penegakan hukum dunia digital. Segala bentuk aktivitas daring masyarakat Indonesia, mulai dari transaksi perbankan hingga komunikasi sehari-hari, memerlukan pengawasan yang ketat agar tak ada celah bagi peretas atau pihak ketiga yang tak bertanggung jawab untuk menyusupi data pribadi. Bentuk kedisiplinan ini akan membantu mencegah aktivitas yang tidak aman dan mencurigakan sejak dini.
Transparansi pun menjadi pokok penting dalam menjaga kebijakan dan tindakan yang berhubungan dengan keamanan siber. Dengan transparansi, masyarakat akan lebih percaya bahwa pemerintah berkomitmen melindungi data pribadi mereka. Setiap kali terjadi insiden kebocoran data atau peretasan, pemerintah dapat bertindak dengan cepat dan mengomunikasikan fakta yang terjadi dengan jelas.Â
Pemahaman tentang keamanan siber juga tidak kalah penting. Jika masyarakat memahami risiko-risiko yang ada di dunia maya serta cara-cara melindungi diri, potensi serangan siber bisa diminimalisir. Literasi digital ini akan memperkecil celah-celah yang dimanfaatkan oleh peretas, sekaligus mengurangi jumlah korban penipuan digital.
Serangan gelap di balik layar akan selalu mengintai, siap merusak dan mengancam keamanan data Indonesia kapan saja. Jika pemerintah tidak segera bertindak, ketergantungan yang tinggi pada teknologi digital bisa menjadi bumerang. Masa depan Indonesia di dunia maya pun berpotensi semakin suram dengan rakyatnya yang terus menjadi korban dari lemahnya sistem keamanan yang seharusnya melindungi mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H