Mohon tunggu...
Natazya Sahira Febriany
Natazya Sahira Febriany Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Saya menyukai menulis dan berbagi tulisan saya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Krisis Moneter Gerogoti Afrika Selatan

3 April 2023   21:00 Diperbarui: 3 April 2023   21:00 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hubungan kerja sama yang terjalin diantara kedua negara tersebut secara tidak langsung berdampak pada titik dimana negara bergantung untuk mengharap jalannya perekonomian negaranya melalui kooperasi tersebut. Hingga pada saat zona Euro mengalami krisis yang berdampak pada neraca perdagangan Afrika Selatan pada tahun 2012 dengan defisit sebesar US$11.800.000.000. Ekspor hanya bertumbuh pada angka 0.8% pada tahun 2012 dan pertumbuhan impor 14.6%

Dalam kasus resesi yang dialami Afrika Selatan ini juga merupakan dampak dari paparan krisis ekonomi yang terjadi di Eropa. Terlebih pada masa pandemi yang lalu perekonomian semakin terhambat dan mendorong Afrika Selatan berada pada angka 51% pada jurang resesi.

Resesi yang dialami Afrika Selatan pada akhir tahun 2022 dilaporkan bahwa akan direncanakan pemadaman listrik dalam waktu beberapa minggu mendatang yang disebabkan karena kurangnya energi yang tersedia karena konsumsi energi yang terus meningkat namun tidak diimbangi dengan produksi yang justru semakin tertekan.

Krisis energi, ekonomi hingga pandemi yang mendorong Afrika Selatan menjadi resesi terpanjang dalam 28 tahun. Muncul kerusuhan sipil yang berlangsung 6 hari berturut-turut karena ancaman terjadinya kekurangan pangan dan bahan bakar yang disebabkan gangguan pada sektor pertanian, manufaktur dan kilang minyak.

Perlu dilakukan sejumlah hal untuk memperbaiki kondisi negara yang mengalami krisis ekonomi moneter seperti halnya Afrika Selatan dengan memberikan ruang kesempatan bagi mereka untuk menutup utang terlebih pasca pandemi, bantuan dana yang dikonversi mata uang global seperti yen, euro, atau dollar agar memiliki likuiditas dalam pembelian produk dasar dan alat medis, juga sangat penting bagaimana organisasi besar seperi IMF memberikan kelonggaran pembiayaan atas bantuan yang telah diberikan, IMF dan Bank Dunia mengakhiri persyaratan fiskal yang dinilai tidak adil atau regresif pada pinjaman dan program-program mereka, mendorong investasi swasta agar lepas dari ketergantungan bantuan dan kreditor internasional.

Selain dari itu poin utama yang mendasar yang harus dibenahi adalah tingkat pendidikan, kesehatan, budaya korupsi, dan konflik antar masyarakat. Sebesar apapun bantuan yang diberikan pada negara termiskin pun jika empat hal dasar tersebut masih belum terpenuhi dan diperbaiki maka bantuan dana ataupun upaya bantuan dari negara dan organisasi besar dunia tidak akan berjalan dengan baik. Negara krisis pun akan masih berada dalam siklus yang sama dan akan terus berulang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun