Krisis ekonomi di dunia ditandai adanya inflasi yang tinggi hingga mengarah pada ancaman terjadinya resesi ekonomi hingga krisis energi. Saat ini dunia tengah mengalami krisis yang berdampak bagi keberlangsungan perekonomian negara
Prediksi krisis ekonomi dunia oleh Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) diperkirakan akan lebih parah.
IMF menegaskan prospek ekonomi global akan ‘gelap’ kurun waktu mendatang mengingat adanya goncangan pandemi Covid-19, terjadinya serangan Rusia-Ukraina, dan isu perubahan iklim yang melanda seluruh benua yang akan memperburuk kondisi.
Proyeksi ekonomi global tahun 2023 dipangkas IMF yang sebelumnya 2.9% menjadi 2.7%.
Resesi sendiri merupakan periode turunnya aktivitas ekonomi secara sementara dengan dibarengi kegiatan sektor perdagangan dan industri yang berkurang. Resesi ekonomi ditandai dengan terjadinya penurunan nilai PDB berturut-turut dua kuartal lamanya.
Terjadinya resesi adalah pada saat kondisi ekonomi negara sedang mengalami peningkatan jumlah pengangguran, turunnya ritel, PDB yang bernilai negatif, kontraksi yang terjadi pada pendapatan dan manufaktur dengan jangka waktu yang lama, pertumbuhan ekonomi riil yang negatif selama dua kuartal berturut-turut.
Kondisi ekonomi negara yang mengalami krisis ini akan berdampak terhadap laju ekonomi negaranya sehingga banyak  terjadi pemutusan hubungan kerja, kinerja dari instrumen investasi menurun yang menyebabkan investor menempatkan invesatasinya di tempat yang lebih aman, hingga lemahnya daya beli masyarakat
Terjadinya resesi pada suatu negara dapat disebabkan karena inflasi, deflasi berlebih, gelembung aset, IPTEK, ketidakseimbangan produksi dan konsumsi, kemorosotan pertumbuhan ekonomi dua kuartal berturut-turut, impor yang lebih besar daripada ekspor, tingkat pengangguran dan guncangan ekonomi yang sifatnya mendadak. Â
Mengambil contoh guncangan ekonomi yang menyebabkan resesi dapat dilihat pada kasus yang terjadi di Afrika Selatan. Pada dasarnya Afrika Selatan merupakan sebuah republik yang berada di selatan Afrika yang berbatasan dengan Namibia, Bostwana, Zimbabwe, Mozambik, dan Swaziland. Afrika Selatan memiliki penduduk sebesar 50 juta dan penduduk kulit putih terbesar di Benua Afrika. Afrika Selatan tergolong perekonomian paling maju diantara negara yang ada di Benua Afrika lainnya.
Afrika Selatan tergolong negara yang lebih maju dibandingkan dengan negara yang ada di benua yang sama. Hal ini terjadi karena hubungan kerja sama dan kemitraannya yang terjalin dengan Uni Eropa. Terhitung sejak 1994, Afrika Selatan dan Uni Eropa menyetujui TDCA atau Trade, Development, and Cooperation Agreement. Dalam hal ini Uni Eropa banyak menyumbang sebesar 980.000.000 euro pada periode 2007-2013 kepada Afrika Selatan.
Hubungan kerja sama yang terjalin diantara kedua negara tersebut secara tidak langsung berdampak pada titik dimana negara bergantung untuk mengharap jalannya perekonomian negaranya melalui kooperasi tersebut. Hingga pada saat zona Euro mengalami krisis yang berdampak pada neraca perdagangan Afrika Selatan pada tahun 2012 dengan defisit sebesar US$11.800.000.000. Ekspor hanya bertumbuh pada angka 0.8% pada tahun 2012 dan pertumbuhan impor 14.6%
Dalam kasus resesi yang dialami Afrika Selatan ini juga merupakan dampak dari paparan krisis ekonomi yang terjadi di Eropa. Terlebih pada masa pandemi yang lalu perekonomian semakin terhambat dan mendorong Afrika Selatan berada pada angka 51% pada jurang resesi.
Resesi yang dialami Afrika Selatan pada akhir tahun 2022 dilaporkan bahwa akan direncanakan pemadaman listrik dalam waktu beberapa minggu mendatang yang disebabkan karena kurangnya energi yang tersedia karena konsumsi energi yang terus meningkat namun tidak diimbangi dengan produksi yang justru semakin tertekan.
Krisis energi, ekonomi hingga pandemi yang mendorong Afrika Selatan menjadi resesi terpanjang dalam 28 tahun. Muncul kerusuhan sipil yang berlangsung 6 hari berturut-turut karena ancaman terjadinya kekurangan pangan dan bahan bakar yang disebabkan gangguan pada sektor pertanian, manufaktur dan kilang minyak.
Perlu dilakukan sejumlah hal untuk memperbaiki kondisi negara yang mengalami krisis ekonomi moneter seperti halnya Afrika Selatan dengan memberikan ruang kesempatan bagi mereka untuk menutup utang terlebih pasca pandemi, bantuan dana yang dikonversi mata uang global seperti yen, euro, atau dollar agar memiliki likuiditas dalam pembelian produk dasar dan alat medis, juga sangat penting bagaimana organisasi besar seperi IMF memberikan kelonggaran pembiayaan atas bantuan yang telah diberikan, IMF dan Bank Dunia mengakhiri persyaratan fiskal yang dinilai tidak adil atau regresif pada pinjaman dan program-program mereka, mendorong investasi swasta agar lepas dari ketergantungan bantuan dan kreditor internasional.
Selain dari itu poin utama yang mendasar yang harus dibenahi adalah tingkat pendidikan, kesehatan, budaya korupsi, dan konflik antar masyarakat. Sebesar apapun bantuan yang diberikan pada negara termiskin pun jika empat hal dasar tersebut masih belum terpenuhi dan diperbaiki maka bantuan dana ataupun upaya bantuan dari negara dan organisasi besar dunia tidak akan berjalan dengan baik. Negara krisis pun akan masih berada dalam siklus yang sama dan akan terus berulang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H