Aku mengangguk “Memangnya kita akan kemana?”
Ia meneguk airnya “Ke acara pentas seni anak panti asuhan.”
Aku hanya diam tak menjawab dan melanjutkan sarapan.
Sesampainya di panti asuhan, kami disambut oleh banyak orang. Mereka seakan sangat senang atas kedatangan kami. Oleh sebab itu, aku tak melepas senyuman yang terpatri di bibirku.
“Selamat datang nak Lana dan nak Juna”, Ucap seorang ibu yang menjadi pengasuh di panti ini. Acara berjalan dengan lancar dan begitu menghibur, disinilah titik bahagia yang kudapatkan, melihat anak-anak selalu tertawa tanpa keluhan yang keluar dari mulutnya.
Aku pun menghadap Lana, “Terima kasih Kak Lana sudah membuatku merasa kembali hidup.”
Ia kemudian merengkuhku, “Kau adalah tanggung jawabku, dan aku akan selalu membahagiakanmu.”
Merengkuhnya kembali, “Baiklah Kak Lana, aku juga akan menjagamu.”
Kami pun tertawa bahagia seakan melepas semua masalah yang ada.
Sepulang dari panti asuhan, aku kembali menjalani terapi penyakitku. Benar, aku memang sakit entah sejak kapan, akan tetapi Lana mengatakan bahwa saat masih di panti asuhan, aku tak memiliki penyakit itu. Penyakitku ialah prosopagnosia, aku tak dapat mengenali wajah orang lain bahkan wajahku sendiri.
Beberapa bulan berlalu, kehidupanku kembali normal. Aku kembali bersekolah dan aku pun sering mengunjungi panti asuhan. Perlahan-lahan walau belum sepenuhnya, aku sedikit bisa mengenali wajah orang lain dan wajahku sendiri. Aku pun menyadari bahwa wajah Lana dan aku begitu mirip. Terima kasih Tuhan, aku benar-benar merasa hidup kembali.