Tiga hal inilah yang kemudian digembosi oleh Presiden Jokowi yang rupanya ingin bermain politik secara fair dan tidak ingin Surya Paloh memanfaatkan previlege politik dari pemerintahan yang dipimpinnya.Â
Surya Paloh nampak sekali tidak menyukai komposisi kabinet sekarang. Ia kini hanya punya satu senjata untuk propaganda politik 2024 yaitu ditempatkannya Johnny G. Plate di Kementerian Kominfo. Padahal Plate adalah orang yang sama sekali tidak punya rekam jejak sebagai ahli komunikasi dan informatika.Â
Bahkan media lebih banyak mengenal Plate sebagai "orangnya Reza Chalid Petral". Hal ini sudah diulas berbagai media.
Plate juga bertanggung jawab menghadirkan Reza pada kuliah politik Presiden Jokowi di Partai Nasdem. Hubungan-hubungan inilah yang pada nantinya akan menjadi kanal-kanal bagi terbentuknya front baru Nasdem dalam melakukan perlawanan terhadap garis politik Nasionalis-Sukarnois di mana Megawati dan Jokowi menjadi pemimpinnya.Â
Dibawanya Plate ke jajaran pimpinan PKS bisa berarti sangat penting secara politis, di mana bila persekutuan politik terbentuk maka kekuatan propaganda PKS akan didukung oleh jaringan Kominfo Surya Paloh.Â
Ditengarai penempatan Plate adalah untuk melakukan aliansi-aliansi strategis dalam komunikasi politik dengan para sekutu politiknya. Maka tak heran PKS yang begitu berpengaruh di Kementerian Kominfo didekati dalam usaha persekutuan politik.
Megawati yang Menoleh Muka dan Rasa Sakit Surya Paloh
Penolehan muka Megawati dalam pertemuan di Gedung MPR/DPR yang secara terang-terangan tidak menyukai Surya Paloh dan rasa malu Surya Paloh di muka publik, merupakan pesan penting dari pertarungan itu.Â
Megawati adalah politisi yang sudah kawakan. Ia sangat ahli membaca langkah politik seseorang dan ia tak segan menunjukkan rasa suka atau tidak suka terhadap seseorang di muka publik. SBY adalah orang yang menjadi sasaran rasa tidak suka Megawati dan keduanya melakukan politik berjarak baik personal maupun entitas.Â
Hasilnya kini bisa terlihat. Partai Demokrat seperti di ambang kebangkrutan politik karena sama sekali tidak ada kadernya yang masuk dalam kabinet, serta anjloknya suara partai di muka umum. Â
Megawati telah merasa Partai Nasdem banyak melakukan aksi-aksi tidak fair, terkait juga dugaan digunakannya Jaksa Agung dalam melakukan politik di berbagai Pilkada pada 2018.
Saat Pilkada 2018, Nasdem menepuk dada karena banyak menang dalam pertarungan politik, padahal Nasdem banyak membajak calon-calon kepala daerah potensial dan bukan dari kader langsung Nasdem. Pembajakan inilah yang membuat "marah" PDI Perjuangan.