Mohon tunggu...
Natasha Dwi Pramudita
Natasha Dwi Pramudita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

An enthusiastic IT student, currently accepted as one of Indonesian International Student Mobility Awards (IISMA) program, aiming to explore AI, robotics, and diverse cultures while actively engaging in courses, seminars, and community sharing.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Mengungkap Jejak Budaya di Pulau Formosa

18 Desember 2023   00:48 Diperbarui: 18 Desember 2023   01:03 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto bersama di depan Patung Buddha Besar

Bagi sebagian besar dari kita, meraih beasiswa penuh untuk belajar di luar negeri bukan hanya sekedar mimpi, tapi juga merupakan sebuah batu pijakan untuk membuat perubahan luar biasa dalam pendidikan kita.  Saat ini banyak sekali kesempatan yang terbuka lebar bagi para pelajar Indonesia untuk menjelajahi dunia pendidikan di kancah internasional. However, we never know unless we walk in their shoes. Dibalik setiap kesempatan itu, ada sebuah perjalanan panjang yang membutuhkan niat, pengorbanan, ketekunan, dan hati yang lapang untuk merealisasikan impian setinggi langit.

Foto bersama di gerbang depan NCUT
Foto bersama di gerbang depan NCUT
Belajar di luar negeri tidak hanya tentang memperoleh ilmu pengetahuan, tetapi juga tentang mengumpulkan pengalaman sebanyak mungkin untuk memperluas pandangan hidup dan menciptakan mimpi yang lebih besar.  Indonesian International Student Mobility Awards atau seringkali disebut sebagai IISMA merupakan salah satu beasiswa untuk belajar di luar negeri dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia.  Sebagai salah satu penerima beasiswa atau awardee IISMA, saya diberi kesempatan untuk mengeksplorasi salah satu kampus di Taiwan bernama National Chin-Yi University of Technology (NCUT) sebagai bagian dari pengalaman pendidikan luar negeri saya. 

Dalam kesempatan ini saya sangat bersemangat untuk berbagi pengalaman saya selama menjalani beasiswa ini, terutama dalam memahami dan menjelajahi kebudayaan yang berlimpah di Taiwan. Pengalaman di sini bukan hanya mengenai budaya belajar di kampus, tetapi juga tentang bagaimana meresapi, memahami, menghargai, dan menikmati budaya lokal yang menjadi bagian tak terpisahkan dari perjalanan studi saya. Saya berharap, melalui pengalaman budaya yang saya bagikan, pembaca dapat terinspirasi dan memperoleh pemahaman yang lebih dalam mengenai keragaman budaya di Taiwan.

Gedung teknik NCUT
Gedung teknik NCUT

Pertama kali saya menjejakkan kaki di Taiwan, kami (para awardee NCUT) disambut oleh hujan gerimis yang membuat udara terasa sangat sejuk dan dingin. Kami dijemput oleh staf Kantor Urusan Internasional (KUI) dari NCUT menggunakan 2 mobil karena jumlah awardee IISMA di NCUT yang cukup banyak (kami berjumlah 12 orang). Selama perjalanan saya melihat banyak sekali gedung, pepohonan, dan taman yang ditata sedemikian rupa hingga membuat saya sangat takjub dengan keunikan, keindahan, kerapian, dan kebersihannya karena Taiwan memiliki perencanaan kota yang baik dan terstruktur.

Setelah beberapa hari, saya menemukan fakta bahwa sistem pengelolaan sampah di Taiwan sangat unik. Setiap hari terdengar suara truk sampah yang mirip dengan suara penjual es krim keliling di Indonesia. Setiap daerah di Taiwan memiliki truk sampah tersendiri untuk mengumpulkan sampah dari masyarakat setempat. Ketika terdengar melodi seperti penjual es krim ini, mereka serentak keluar dengan membawa beberapa kresek yang berisikan sampah dan memberikannya kepada petugas sampah yang bersiap di bagian belakang truk. Selain itu terdapat satu perbedaan mencolok antara Indonesia dengan Taiwan dalam pemisahan jenis sampah. Sama halnya dengan Indonesia yang membedakan jenis-jenis tempat sampah, namun di Taiwan tempat sampah hanya tersebar pada lokasi tertentu di dalam gedung dimana tidak ada tempat sampah di jalanan. Tingginya kesadaran masyarakat terhadap sampah menciptakan lingkungan yang bersih dan terjaga dengan baik di Taiwan.

Dokumentasi di kelas NCUT
Dokumentasi di kelas NCUT

Dari segi sistem pembelajaran, Taiwan mempunyai pendekatan unik mengenai durasi kuliah yang terbilang cukup panjang, yaitu selama 3 jam penuh yang diselingi dengan jeda istirahat setiap jamnya selama 10 menit. Keberadaan jeda istirahat berkali ini memberikan ruang bagi siswa untuk menarik nafas, meregangkan otot, merefreshkan pikiran, serta meningkatkan fokus dalam proses pembelajaran. Di sisi lain, sistem pembelajaran di Indonesia cenderung memiliki jeda istirahat yang difokuskan pada waktu-waktu tertentu seperti pelaksanaan sholat Dhuha, Dhuhur, dan Ashar. Perbedaan pengelolaan waktu istirahat ini mencerminkan perbedaan dalam penyusunan dinamika pembelajaran di antara kedua negara.

Berikutnya adalah kuliner Taiwan dengan ciri khasnya yang cenderung berminyak dan hambar memberikan pengalaman yang unik, berbeda dengan kekayaan rempah-rempah pada makanan Indonesia yang menciptakan cita rasa yang kuat dan khas. Masing-masing individu pastinya memiliki preferensi rasa yang berbeda. Beberapa orang Indonesia mungkin merasa bahwa makanan di Taiwan kurang memiliki cita rasa yang kuat. Namun bagi saya pengalaman kuliner di Taiwan menjadi hal yang menarik dengan keunikan rasanya yang berbeda. 

Tahu busuk atau stinky tofu
Tahu busuk atau stinky tofu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun