Charles Sanders Peirce, dianggap sebagai tokoh penting dalam pengembangan semiotika modern. Peirce mengembangkan konsep semiotika sebagai studi tentang tanda-tanda dalam konteks sosial dan bagaimana tanda-tanda ini membentuk pengetahuan manusia. Dia melihat semiotika sebagai sebuah metode untuk memahami hubungan antara tanda-tanda dan dunia nyata.
Peirce membedakan tiga jenis tanda-tanda atau signs yaitu ikon, indeks, dan simbol. Ikon adalah tanda-tanda yang mirip dengan referen atau objek yang direpresentasikan seperti gambar atau foto. Indeks adalah tanda-tanda yang memiliki hubungan kausal dengan referen atau objek yang direpresentasikan, seperti bekas jari pada barang bukti. Sedangkan simbol adalah tanda-tanda yang memiliki makna secara konvensi atau kesepakatan sosial, seperti bahasa.
Selain itu, Peirce juga mengembangkan konsep triadik tanda, terdiri dari representamen, objek, dan interpretan. Representamen adalah tanda-tanda itu sendiri, objek adalah referen atau hal yang direpresentasikan, dan interpretan adalah pemahaman atau penafsiran dari tanda-tanda tersebut oleh manusia.
Konsep semiotika Peirce digunakan dalam berbagai disiplin ilmu, termasuk linguistik, sastra, seni, dan media, serta memberikan landasan teoritis bagi perkembangan semiotika modern. Peirce diakui sebagai salah satu tokoh penting dalam pengembangan semiotika dan kontribusinya sangat berpengaruh dalam memahami hubungan antara tanda-tanda dan dunia nyata.
- Roland Barthes: Ahli sastra dan budaya Prancis yang mengembangkan konsep semiotika budaya. Baginya, semiotika adalah studi tentang tanda-tanda dalam budaya dan cara tanda-tanda ini membentuk makna dan identitas budaya.
Roland Barthes adalah seorang tokoh sastra dan budaya asal Prancis yang memiliki pengaruh besar dalam pengembangan teori semiotika. Konsep semiotika budaya yang ia kembangkan menekankan pentingnya memahami tanda-tanda dalam konteks sosial dan budaya yang lebih luas.
Menurut Barthes, semiotika bukan hanya tentang studi bahasa, tetapi juga studi tentang tanda-tanda dalam budaya secara keseluruhan, seperti gambar, musik, mode, iklan, film, dan media massa lainnya. Tanda-tanda dalam budaya tidak hanya mencerminkan realitas, tetapi juga membentuk makna dan identitas budaya.
Barthes mengembangkan konsep "myth" (mitos) dalam semiotika, yaitu bagaimana tanda-tanda dalam budaya digunakan untuk membenarkan, memperkuat, atau mempertahankan tatanan sosial yang ada. Tanda-tanda budaya seringkali dipahami secara tidak sadar oleh masyarakat sebagai "alam semesta yang alami" atau "kesederhanaan", padahal di balik kesederhanaan tersebut, terdapat kepentingan kekuasaan yang membentuk dan mempertahankan nilai-nilai sosial dan ideologi tertentu.
Barthes juga mengembangkan konsep "death of the author" (kematian sang pengarang), yang menekankan bahwa makna dari sebuah karya sastra atau seni tidak tergantung pada niat atau kehendak sang pengarang, melainkan dibentuk oleh pembaca atau penonton melalui interpretasi mereka sendiri. Konsep ini menunjukkan bahwa tanda-tanda dalam budaya bersifat terbuka dan dapat diinterpretasikan dalam berbagai cara yang berbeda, tergantung pada konteks dan pengalaman individu yang berbeda.
- Umberto Eco: Penulis dan profesor sastra Italia yang dikenal sebagai tokoh penting dalam pengembangan semiotika. Baginya, semiotika adalah studi tentang tanda-tanda dalam semua aspek kehidupan manusia, termasuk bahasa, sastra, seni, media, dan budaya populer.
Umberto Eco, seorang penulis dan profesor sastra asal Italia, dikenal sebagai tokoh penting dalam pengembangan teori semiotika. Ia adalah salah satu pendiri Centre for Semiotic and Cognitive Studies di Universitas Bologna, di mana ia juga menjabat sebagai profesor.
Eco memiliki pandangan yang luas tentang semiotika, mencakup semua aspek kehidupan manusia, mulai dari bahasa, sastra, seni, media, hingga budaya populer. Baginya, semiotika adalah studi tentang sistem tanda-tanda, termasuk bahasa, simbol, dan tanda visual, dan cara sistem ini digunakan untuk membangun makna.
Salah satu kontribusi utama Eco dalam semiotika adalah konsep "open work" atau karya yang terbuka. Menurutnya, karya seni yang baik harus memungkinkan ruang yang cukup bagi interpretasi dan partisipasi pembaca, sehingga karya tersebut dapat mengeksplorasi berbagai kemungkinan makna dan memberikan pengalaman yang unik bagi setiap pembaca.