Mohon tunggu...
Natania Valentine
Natania Valentine Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang mahasiswi

Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Langkah Kecil dari Toko Buku Kecil di Selatan

7 Desember 2023   14:17 Diperbarui: 7 Desember 2023   14:25 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu sudut di Bawabuku, dokpri

Tak jauh dari salah satu tempat wisata di Yogyakarta yaitu Tamansari, berdiri toko buku independen berwarna hijau pupus. Berada satu atap dengan Arka Coffee and Space, Bawabuku hadir ditengah masyarakat. Tepat di jalan menuju gerbang Tamansari, terbayang betapa ramai dan strategisnya Bawabuku.

Berawal dari toko buku kesayangan Inun di Makassar yang tutup, Bawabuku lahir dengan menyediakan rental buku untuk para bibliophile. "Bayangkan, di Makassar tutup satu toko itu banyak, kalau di Yogyakarta pasti tidak terasa," jelas Inun. Inun yang juga member di toko itu merasa sedih dengan kenyataan tersebut sehingga Bawabuku adalah pengobatan untuk rasa sedih itu.

"Setelah itu aku mikir, apa aku rentalin aja ya buku-buku ku? Di situ aku juga punya kebutuhan untuk beli buku, kalau cuma dari gaji karena waktu itu udah kerja kayaknya boncos," ujar wanita dengan rambut hitam pendek. 

Inun mengawalinya dengan membuat akun Instagram dengan username @bawabuku. Bawabuku tercetus dari teman kuliah Inun yang selalu menanyakan padanya, apakah Inun membawa buku?. Di tahun 2018, Bawabuku bermigrasi ke Yogyakarta, mengikuti Inun sang pemilik untuk melanjutkan pendidikannya.

"Walau kuliah dicover orang tua, tapi biaya kopi ini yang gak masuk hitungan. Nah dari situ merasa Bawabuku udah waktunya hidup lagi. Online itu di Instagram dan ada yang beli sampai akhirnya punya modal untuk membeli lima buku pertama," tambah Inun.

Bawabuku, toko buku kecil yang tumbuh bersama ownernya ini memiliki syarat dan ketentuan tersendiri dalam mengoleksi buku-buku yang ada. Buku yang ada di Bawabuku tidak jauh-jauh dari soal gender, seksualitas, agraria, sastra, feminisme, dan berbagai topik yang masih dianggap tabu di masyarakat.

"Jadi kalau ada yang datang lalu tidak suka dengan koleksi buku kita, ya itu selera masing-masing. Pastinya Bawabuku akan menemukan orang-orang dengan selera yang sama atau bahkan bisa mengintervensi selera orang, memberikan rekomendasi karena yang dibawa ke toko buku itu obrolan," jelas Inun.

Inun menegaskan bahwa orang bebas untuk membaca buku koleksi Bawabuku di areanya, namun tidak diperkenankan untuk meminjam dan membawanya pulang karena Bawabuku belum punya sistem yang baik untuk memfasilitasi peminjaman buku untuk masyarakat.

"Yang namanya kehilangan itu pasti hilang ya. Aku malah lebih takut buku perpustakaanku yang hilang karena disitu ada beberapa yang langka. Eman, tapi aku selalu mikirnya gini kalau bukuku dicuri dikepalaku bilang oh masih ada ya orang yang suka baca buku," ucap Inun.

Koleksi buku di Bawabuku
Koleksi buku di Bawabuku

Toko buku kecil ini ternyata berdampak besar bagi sekitarnya. Perempuan diberikan banyak kesempatan untuk menghasilkan karya di sini. Inun merupakan salah satu pemilik toko buku independen dari sedikitnya perempuan yang memiliki toko buku.

"Dari banyaknya toko buku independen yang berdiri itu semua pemiliknya laki-laki dan aku salah satunya yang perempuan. Hanya ada tiga," jelasnya.

Keberpihakan yang Inun lakukan bertujuan untuk merangkul penulis-penulis perempuan lainnya. Bahkan dari 25 penulis yang mengadakan acara di Bawabuku, hanya ada 3 penulis laki-laki, sisanya adalah penulis perempuan. 

Inun menceritakan bahwa jika ada yang berkomentar mengenai Bawabuku yang sangat berpihak pada perempuan, Inun akan menjawab bahwa jika toko buku lain memiliki ruang yang besar untuk penulis perempuan, Bawabuku tidak perlu bersusah payah membangun citra ini.

"Ruang ini ruang aman, kita ingin semua jadi sangat setara, bebas dari kekerasan seksual dan mari kita memberikan keberpihakan lebih kepada perempuan karena saya perempuan," jelasnya dengan tegas.

Inun menambahkan bahwa kehadiran Bawabuku itu merupakan salah satu bentuk resistensi dalam perlawanan, sekecil apapun. Dengan setiap hari duduk di Arka Coffee and Space dan lihat publik, itu resisten. Bawabuku memberikan apa yang tidak biasa dilihat orang dengan alur Tamansari yang ramai.

Inun ingin Bawabuku hadir untuk melakukan perlawanan kecil-kecil tetapi yang konsisten untuk perempuan. Inun bercerita, Annisa Winda dengan judul buku "Memaksa Ibu Menjadi Hantu" yang menganalisis dua film Joko Anwar, mengadakan diskusi pertama kali di luar Jabodetabek adalah di Bawabuku.

"Enam bulan setelah dia diskusi di Bawabuku, dia ada di JAFF 2022, duduk bersama Joko Anwar. Itu buatku tidak bisa ditukar dengan rupiah berapapun, bahwa setidaknya mereka pernah menandai Bawabuku. Rasanya senang sekali saat kami memilih orang yang tepat untuk berbicara di Bawabuku dan mereka memperpanjang karir mereka, pasti akan menandai Bawabuku sebagai tempatnya," ceritanya

Inun merasa senang sekali dan merasa bahwa Bawabuku tidak pernah salah untuk memilih orang. "Kadang yang kita kerjakan itu tidak hanya berapa penjualan hari ini, Bawabuku dan kita semua yang ada di sini, datang membawa berkat," ujarnya dengan ceria. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun