Tak jauh dari salah satu tempat wisata di Yogyakarta yaitu Tamansari, berdiri toko buku independen berwarna hijau pupus. Berada satu atap dengan Arka Coffee and Space, Bawabuku hadir ditengah masyarakat. Tepat di jalan menuju gerbang Tamansari, terbayang betapa ramai dan strategisnya Bawabuku.
Berawal dari toko buku kesayangan Inun di Makassar yang tutup, Bawabuku lahir dengan menyediakan rental buku untuk para bibliophile. "Bayangkan, di Makassar tutup satu toko itu banyak, kalau di Yogyakarta pasti tidak terasa," jelas Inun. Inun yang juga member di toko itu merasa sedih dengan kenyataan tersebut sehingga Bawabuku adalah pengobatan untuk rasa sedih itu.
"Setelah itu aku mikir, apa aku rentalin aja ya buku-buku ku? Di situ aku juga punya kebutuhan untuk beli buku, kalau cuma dari gaji karena waktu itu udah kerja kayaknya boncos," ujar wanita dengan rambut hitam pendek.Â
Inun mengawalinya dengan membuat akun Instagram dengan username @bawabuku. Bawabuku tercetus dari teman kuliah Inun yang selalu menanyakan padanya, apakah Inun membawa buku?. Di tahun 2018, Bawabuku bermigrasi ke Yogyakarta, mengikuti Inun sang pemilik untuk melanjutkan pendidikannya.
"Walau kuliah dicover orang tua, tapi biaya kopi ini yang gak masuk hitungan. Nah dari situ merasa Bawabuku udah waktunya hidup lagi. Online itu di Instagram dan ada yang beli sampai akhirnya punya modal untuk membeli lima buku pertama," tambah Inun.
Bawabuku, toko buku kecil yang tumbuh bersama ownernya ini memiliki syarat dan ketentuan tersendiri dalam mengoleksi buku-buku yang ada. Buku yang ada di Bawabuku tidak jauh-jauh dari soal gender, seksualitas, agraria, sastra, feminisme, dan berbagai topik yang masih dianggap tabu di masyarakat.
"Jadi kalau ada yang datang lalu tidak suka dengan koleksi buku kita, ya itu selera masing-masing. Pastinya Bawabuku akan menemukan orang-orang dengan selera yang sama atau bahkan bisa mengintervensi selera orang, memberikan rekomendasi karena yang dibawa ke toko buku itu obrolan," jelas Inun.
Inun menegaskan bahwa orang bebas untuk membaca buku koleksi Bawabuku di areanya, namun tidak diperkenankan untuk meminjam dan membawanya pulang karena Bawabuku belum punya sistem yang baik untuk memfasilitasi peminjaman buku untuk masyarakat.
"Yang namanya kehilangan itu pasti hilang ya. Aku malah lebih takut buku perpustakaanku yang hilang karena disitu ada beberapa yang langka. Eman, tapi aku selalu mikirnya gini kalau bukuku dicuri dikepalaku bilang oh masih ada ya orang yang suka baca buku," ucap Inun.