Pemerintah Kota Depok, Jawa Barat; Pemerintah Kota Pontianak, Kalimantan Barat; hingga Pemerintah Padang, Sumatera Barat juga memberikan penolakan penayangan. Selain itu, ada petisi yang menentang dan memboikot film tersebut.Â
Berselang tujuh bulan semenjak rilis, sebuah organisasi masyarakat menghentikan secara paksa film Kucumbu Tubuh Indahku (2019) karena dinilai mempromosikan isu LGBT.
Walaupun begitu, film Kucumbu Tubuh Indahku (2019) tetap tayang di Indonesia. Hanya saja, ada beberapa part yang memang dihapuskan. Saat ini, film Kucumbu Tubuh Indahku (2019) dapat disaksikan di Viu.
Lalu, bagaimana sesungguhnya tanggapan masyarakat Indonesia?
Seorang mahasiswi Ilmu Komunikasi (21 tahun) berpendapat bahwa film Kucumbu Tubuh Indahku (2019) memang mengandung isu sensitif, namun jika dilihat menggunakan kacamata yang berbeda, maknanya bisa memberikan pembelajaran.
"Jika ditelisik lebih dalam, point sebenarnya adalah berkuasa atas dirinya sendiri. Masalah tentang tubuh dalam perspektif tubuh indahku, rumit untuk dijelaskan apalagi di berada di lingkungan konservatif dan all we know lingkungan adat kita seperti apa," ujarnya.
Sama dengan, mahasiswi Psikologi (21 tahun) yang berpendapat bahwa film Kucumbu Tubuh Indahku (2019) merupakan film yang bagus karena membahas dan memperkenalkan budaya yang unik dan khas di Indonesia.
"Filmnya bagus. Terdapat point plus yaitu menggambarkan perjalanan seseorang dalam meleburkan sisi feminim dan maskulinnya yang disalurkan pada tarian Lengger. Mungkin banyak orang yang berpendapat bahwa film tersebut mempromosikan LGBT, padahal tidak karena yang mau ditunjukkan ya kesenian itu sendiri dan nilai yang ada di dalamnya," ujarnya.
Ia juga menambahkan bahwa ketika menonton film ini, akhirnya memang penonton yang dituntut untuk selektif dalam melihat konten tersebut, apakah film itu benar-benar menunjukan LGBT atau itu merupakan bagian kecil dari keseluruhan film. Artinya, jika hanya sebagian kecil, tidak berarti apa-apa dan tidak begitu penting.
Apresiasi juga datang dari seorang mahasiswi Kedokteran (20 tahun).
"Keren banget filmnya. Garin bisa menggambarkan hal yang tidak pernah dilihat oleh masyarakat umum. Padahal itulah kehidupan masyarakat Indonesia yang sesungguhnya. Film ini patut untuk ditonton semua orang sih!" ucapnya.