Mohon tunggu...
Natania Valentine
Natania Valentine Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang mahasiswi

Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Cinta Abadi Galih dan Ratna 1979-2017

14 September 2022   19:46 Diperbarui: 14 September 2022   20:06 1779
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Oh Galih, oh Ratna, cintamu abadi"

Siapa yang asing dengan penggalan lirik tersebut? Tentunya masyarakat lintas generasi sering menyanyikannya atau pernah mendengarnya. 

Lagu tersebut masih populer hingga saat ini karena berawal dari film yang berjudul Gita Cinta dari SMA (1979) dan sekuelnya Puspa Indah Taman Hati (1979) yang dibintangi oleh Rano Karno sebagai Galih dan Yessy Gusman sebagai Ratna.

Film tersebut dibuat ulang oleh sutradara Lucky Kuswandi dengan ditambah bumbu yang lebih ciamik dan dibintangi oleh Refal Hady sebagai Galih dan Sheryl Sheinafia sebagai Ratna serta diubah judulnya menjadi Galih dan Ratna (2017).

Gita Cinta dari SMA sudah populer di masyarakat, lalu  apa yang berbeda dengan Galih dan Ratna (2017) karya Lukman Kuswandi?

Adanya Perbedaan Paradigma

Versi 1979, Galih merupakan bintang kelas yang menonjol pada bidang olahraga dan pelajaran, namun sederhana.

Sedangkan Ratna merupakan perempuan sederhana yang tidak silau harta, meski mendapat banyak godaan dari pria lain yang menawarkan naik mobil maupun vespa. 

Masalah terjadi ketika ayah Ratna mengetahui hubungan mereka dan tidak menyetujuinya. Ayah Ratna lebih memilih untuk menjodohkan putrinya dengan pria yang sudah dipilihnya.

Alasan yang menjadikan film ini populer karena pada masanya plot yang dibuat begitu dekat dengan realitas masyarakat.

Hal tersebut menjadikan film ini memiliki paradigma fenomenologi yang artinya mempelajari manusia sebagai sebuah fenomena untuk melihat persepsi, pemikiran, kemauan dan keyakinannya (Vita, 2022, h.22).

Walaupun masih dihadapkan pada masalah yang sama, Galih dan Ratna (2017) lebih berfokus pada bagaimana mereka berusaha untuk membangun mimpi mereka bersama. 

Lucky Kuswandi memberikan detail kebiasaan generasi millenial yang sangat bergantung dengan internet.

Terdapat scene yang mengisahkan teman Ratna yang memiliki hobi membuat petisi online mengenai kesetaraan gender dan isu sosial lainnya.

Sehingga Galih dan Ratna (2017), memiliki paradigma kritis yang bertujuan untuk kritik sosial, transformasi, emansipasi dan social empowerment (Vita, 2022, h.22).

Mengapa demikian? Galih dan Ratna (2017) juga terdapat scene yang menunjukan bahwa kehadiran Ratna di hidup Galih menumbuhkan optimisme untuk mempertahankan idealisme Galih. 

Sumber: Wikipedia
Sumber: Wikipedia

Serba-serbi Genre dan Subgenre

Film bergenre drama menjadi salah satu film yang mampu menyedot banyak penonton dan memicu produser untuk memilih genre ini sebagai bahan produksi filmnya (Vita, 2022, h.28).

Drama percintaan menjadi genre favorite masyarakat Indonesia, terutama bagi penonton perempuan.

Drama percintaan yang mendayu-dayu, terdapat tangisan di dalam perjalanan cinta dan berakhir bahagia menjadi hal yang identik.

Tahun 70-an merupakan tahun boomingnya genre film drama yang bertema cinta masa remaja. 

Gita Cinta dari SMA (1979) dikemas dengan lagu yang juga tidak asing ditelinga masyarakat Indonesia.

Lagu Gita Cinta diciptakan oleh Guruh Soekarnoputra. Pada tahun 1980, Chrisye membawakan ulang lagu Gita Cinta yang menjadi tema musik film Puspa Indah Taman Hati.

Sama seperti di tahun 2017, merujuk data pada web Film Indonesia, menunjukkan bahwa film dengan genre drama paling banyak diproduksi di tahun 2017 karena mencapai 68 film.

OST Galih dan Ratna (2017), tentunya tidak berubah. Hanya saja, Gita Cinta diaransemen dan dinyanyikan ulang oleh Sheryl Sheinafia yang berperan sebagai Ratna.

Ketika mendengar penggalan liriknya "Oh Galih, oh Ratna, cintamu abadi" pasti masyarakat paham dengan lagu tersebut bahkan meneruskan lagunya hingga selesai.

Lagu tersebut menjadi latar dominan pada kedua film ini. Sehingga kedua film ini bisa dikategorikan sebagai subgenre Fillm Musikal.

Kedua film tersebut dikemas dengan genre yang sama dan subgenre yang serupa. Meski begitu, tidak menurunkan minat penonton untuk menonton kedua film tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun