Hal tersebut menjadikan film ini memiliki paradigma fenomenologi yang artinya mempelajari manusia sebagai sebuah fenomena untuk melihat persepsi, pemikiran, kemauan dan keyakinannya (Vita, 2022, h.22).
Walaupun masih dihadapkan pada masalah yang sama, Galih dan Ratna (2017) lebih berfokus pada bagaimana mereka berusaha untuk membangun mimpi mereka bersama.Â
Lucky Kuswandi memberikan detail kebiasaan generasi millenial yang sangat bergantung dengan internet.
Terdapat scene yang mengisahkan teman Ratna yang memiliki hobi membuat petisi online mengenai kesetaraan gender dan isu sosial lainnya.
Sehingga Galih dan Ratna (2017), memiliki paradigma kritis yang bertujuan untuk kritik sosial, transformasi, emansipasi dan social empowerment (Vita, 2022, h.22).
Mengapa demikian? Galih dan Ratna (2017) juga terdapat scene yang menunjukan bahwa kehadiran Ratna di hidup Galih menumbuhkan optimisme untuk mempertahankan idealisme Galih.Â
Serba-serbi Genre dan Subgenre
Film bergenre drama menjadi salah satu film yang mampu menyedot banyak penonton dan memicu produser untuk memilih genre ini sebagai bahan produksi filmnya (Vita, 2022, h.28).
Drama percintaan menjadi genre favorite masyarakat Indonesia, terutama bagi penonton perempuan.
Drama percintaan yang mendayu-dayu, terdapat tangisan di dalam perjalanan cinta dan berakhir bahagia menjadi hal yang identik.