Mohon tunggu...
Dessy Natalia
Dessy Natalia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Energy Security - The Republic Indonesia of Defense University

Independent

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

10 Penelitian Kualitatif mengenai Integrasi Kawasan Asia Tenggara untuk Ketahanan Energi Nasional (ASEAN Power Grid)

2 November 2021   12:01 Diperbarui: 2 November 2021   12:18 597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

1. Economic Integration in Southeast Asia: The Case of the ASEAN Power Grid
Xunpeng Shi, Lixia Yang (2020)


ASEAN Power Grid merupakan inisiasi interkoneksi listrik secara regional untuk menggabungkan regional dan memberntuk jaringan listrik kawasan Asia Tenggara secara terpadu. MoU disepakati oleh negara anggota ASEAN tahun 2007 dan anggota berkomitmen menggunakan program ini untuk ketahanan listrik nasional serta mempercepat pertumbuhan ekonomi. Program ini menarik untuk dikaji terutama mengenai mengapa dan bagaimana integerasi ekonomi melalui pasar listrik yang seharusnya menguntungkan tetapi tidak dapat berjalan dengan mulus. Sama seperti ASEAN, Uni Eropa (EU) telah melakukan integerasi pasar listrik dan berjalan dengan baik. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba membandingkan proses kerja sama antara ASEAN dengan dua model interkoneksi listrik regional: the European Union (EU) dan the Nordic Power Pool.


Teori : Integrasi Ekonomi (Top-down  dan Buttom-up)
Integerasi secara Top-down terlihat dari seperangkat kebijakan energi Eropa yang telah dilaksanakan melalui sistem hukum yang diatur oleh peraturan UE dan arahan UE. Di bawah kerangka UE, negara-negara anggota merangkai undang-undang dan peraturan nasional mereka sesuai dengan peraturan dan arahan UE. Pendekatan Buttom-up dapat ditemukan dari bagaimana the Nordic electricity market diprakarsai oleh perusahaan dan dikembangkan secara sukarela dan bertahap. Pasar ini dimulai dengan kerjasama bilateral antara Swedia dan Norwegia dan kemudian secara bertahap meluas ke Denmark dan Finlandia, yang pada akhirnya mencapai integrasi menyeluruh dengan pasar UE (Bredesen dan Nilsen 2013).


Sumber dan Informan : Studi Literatur, UN-DESA, UN-ESCAP, European Commission, International Energy Agency (IEA), ASEAN Centre for Energy (ACE), APEC, International Renewable Energy Agency (IRENA).

2. Dilematika Kebijakan Ketenagalistrikan dalam Usaha Penyediaan Tenaga Listrik di Indonesia
Yusuf Rachmat, Sapto Hermawan (2021)


Ketersediaan listik negara harus dijamin karena listrik merupakan penggerak pembangunan negara sekaligus penggerak ekonomi nasional serta menguasai hajat hidup orang banyak. Faktanya, konsumsi listrik di Indonesia masih tergolong rendah karena rakyat yang masih sulit untuk mendapatkan manfaat listrik yang disebabkan oleh benturan kepentingan pada sektor ketenagalsitrikan. Negara yang direpresentatifkan oleh PT. PLN (Persero) sudah berusaha dalam pemenuhan listrik disetiap daerah. Namun, masih adanya dilematika kebijakan ketenagalistrikan Indonesia yang disebabkan dilematika hukum dalam PT.PLN (Persero) sehingga perkembangan sektor ketenagalistrikan kemungkinan melambat. Penelitian ini dilakukan dengan model deskriptif analitis dan dengan pendekatan yudiris normatif.


Sumber dan Informan : Undang-undang, studi literatur, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, PT. PLN (Persero).

3. Posisi Indonesia pada Kerjasama Energi Regional dalam memasuki Era Masyarakat Ekonomi ASEAN Studi Kasus : ASEAN Power Grid
Atika O. Harefa, Muhammad Badaruddin (2016)

Listrik merupakan kepentingan setiap manusia sehingga listrik menjadi fokus ASEAN dan berjalan sesuai dengan visi ASEAN berdiri. ASEAN Power Grid merupakan realisasi untuk memenuhi kepentingan listrik dan percepatan untuk pembangunannya telah tercantum dalam cetak biru ASEAN Economic Community tahun 2015. Namun, sampai tahun 2015 permbangunan APG direalisasikan dan belum mencapai pembangunan yang diharapkan atau maksimal.


Teori : Kerjasama Regional yaitu adanya interdependensi antara negara anggota dalam suatu organisasi. Potensi akan cadangan energi tiap negara anggota akan berbeda sesuai dengan geografis dan faktor lainnya. Masalah ini dapat diatasi dengan negara anggota ASEAN saling melengkapi kebutuhan energi negara lainnya sehingga kemungkinan menimbulkan ketergantungan satu sama lain.

Sumber dan Informan : Studi Literatur, PT. PLN (Persero), International Energy Agency (IEA), ASEAN Centre for Energy (ACE).

4. Kerjasama ASEAN Power Grid dalam Meningkatkan Ketahanan Listrik di Indonesia
Andreas Said (2018)


Listrik merupakan kebutuhan pokok dalam kehidupan sehari-hari termasuk dalam pembangunan setiap negara. Indonesia sendiri adalah salah satu negara dengan konsumsi listrik terbesar di dunia dan nomor 1 di Asia Tenggara. Dengan konsumsi energi yang tinggi, Indonesia berusaha untuk memenuhinya dengan ikut serta dalam kerjasama Kawasan Asia Tenggara yaitu ASEAN Power Grid (APG). APG dibentuk oleh semua negara anggota ASEAN untuk menjamin ketahanan listrik dan menghubungkan listrik ke seluruh negara anggota sehingga kebutuhan listrik dapat terpenuhi. APG juga menjadi wadah bagi pihak swasta dalam meningkatkan perekonomian dan juga membantu negara dalam kegiatan jual beli pasokan listrik, sekaligus sebagai motivator bagi setiap negara untuk meningkatkan ketahanan listrik dalam negeri. Dengan kerangka yang telah disusun bersama, Kerjasama ini memberikan dampak bagi negara Indonesia sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan memberikan dampak kerjasama APG dalam memerangi hambatan listrik Indonesia.


Teori : Kerjasama Internasional
Penelitian ini menggunakan perspektif Neo-liberalisme, didukung oleh teori kerjasama internasional dan konsep peran dan tingkat analisis perusahaan sebagai aktor. Kerjasama internasional merupakan struktur formal yang dibuat berdasarkan perjanjian antara negara anggota yang berdaulat untuk mencapai tujuan bersama para anggotanya (Archer, 1893). Dari sisi Neo-liberalis, negara bukanlah aktor utama dan aktor non negara seperti organisasi internasional merupakan aktor penting. Organisasi Internasional sebagai salah satu aktor yang tidak sebatas tataran State tetapi memasuki tataran non-state menjalankan fungsinya secara melembaga dan berkesinambungan sebagai usaha tercapainya tujuan-tujuan yang disepakaati bersama  (Teuku May Rudy, 2005). Teori ini optimis terhadap kerjasama dapat mewujudkan tujuan dan keuntungan bersama.


Sumber dan Informan : Studi Literatur, Heads of ASEAN Power Utilities/Authorities (HAPUA), Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN Kemenetrian  Luar Negeri Indonesia, International Energy Agency (IEA), ASEAN Centre for Energy (ACE), Perusahaan Listrik Negara.

5. Hambatan Kerja Sama Energi ASEAN Power Grid dari Perspektif Realisme Politik
Muhammad Naufal Musri dan Silvia Dian Anggraeni (2021)


Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) merupakan Kawasan Negara Bangsa di Asia Tenggara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat dan memiliki jumlah penduduk yang besar. Hal tersebut menyebab kunsumsi energi di Kawasan ASEAN dapat dikatakan tinggi namun tidak semua negara anggota ASEAN dapat memenuhi kebutuhannya masing-masing. Untuk dapat memenuhi kebutuhan energi tersebut,  ASEAN membentuk jaringan kerjasama energi ASEAN Power Grid (APG). Dimulai pada tahun 1997 di bawah kerangka Visi ASEAN 2020, kerjasama regional energi belum mencapai hasil yang diharapkan. Masih ditemukannya hambatan-hambatan sehingga dibutuhkan analisis mengenai hambatan pengembangan kerjasama infrastruktur energi listrik sehingga penelitian ini mengidentifikasi penyebab di balik terhambatnya kemajuan realisasi APG.

Teori : Kerjasama Internasional
Melalui perspektif realisme politik berdasarkan perilaku status quo yang menganggap energi sebagai komoditas strategis. Dalam menjalin kerjasama, setiap negara selalu memperhatikan keuntungan yang diperoleh sehingga kerjasama sulit untuk dipertahankan dan kerjasama ini menjadi wadah untuk menciptakan balance of power (John J. Mearsheimer, 2006). Kerjasama ini berjalan untuk keuntungan bersama tetapi ada kemungkinan negara mempertanyakan siapakah yang akan mendapatkan keuntungan yang lebih dan apa keuntungan bagi negara lainnya (Waltz, 1979). Energy security dapat dicapai dengan kerjasama ini dan negara sama-sama memperjuangkan kepentingan nasionalnya termasuk dengan memperebutkan pasokan energi. Hal ini menyebabkan kompetisi dan suasana tegang yang menyebabkan terhambatnya mencapai tujuan dari kerjasama tersebut dilaksanakan.


Sumber dan Informan : Studi Literatur, International Energy Agency(IEA), ASEAN Centre for Energy (ACE)

6. The Impact of Electrical Power Interconnection Cooperation between West Kalimantan and Sarawak in Increasing Economic Growth Potential in West Kalimantan
Riani Septi Hertini (2020)


Dengan posisi Indonesia sebagai Konsumen listrik tertinggi di Asia Tenggara, kebutuhan listrik Indonesia telah menembus angka yang besar. Namun, hal tersebut tidak diikuti dengan pembanguann infrastruktur ketenagalistrikan yang merata di daerah-daerah secara menyeluruh sehingga beberapa daerah masih kesulitan mengkonsumsi listrik seperti Provinsi Kalimantan Barat. Gangguan dan Pemadaman listrik di Provinsi ini sudah terjadi mulai tahun 2006 dan terus terjadi pemadaman setiap harinya di beberapa daerah termasuk Pontianak. Untuk menjawab masalah ini, Pemerintah mencoba menjalin kerjasama interkoneksi tenaga listrik melalui program ASEAN Power Grid (APG). Dengan listrik yang terjamin akan membawa setidaknya kegiatan ekonomi yang terus berjalan. Oleh karena itu, penelitian ini ingin mendeskripsikan bagaimana program ini menjawab masalah ketenagalistrikan dalam meningkatkan potensi pertumbuhan di Provinsi Kalimantan Barat.


Teori : Konsep Paradiplomasi dan Teori Pertumbuhan Ekonomi
Konsep yang digunakan adalah Paradiplomasi. Paradiplomasi merupakan kapasitas aktor non-negara dalam kerjasama luar negeri untuk mengusahakan kepentingan khusus. Globalisasi membawa kegiatan diplomasi yang dahulunya menaruh kedaulatan penuh kepada pemerintah sekarang bergeser ke partisipasi lokal atau otonomi daerah dalam kegiatan internasional. Konsep ini dapat diartikan sebagai 'kebijakan luar negeri non-pusat,' (Aldecoa, Keating, dan Bayern, 2000). Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan dalam suatu perekonomian daerah, yang ditentukan oleh pertumbuhan yang tinggi, yang ditunjukkan dengan perubahan output nasional, dengan menggunakan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) daerah (Adisasmita, 2013). Perekonomian suatu negara yang terintegrasi dengan perekonomian global memiliki peluang yang lebih besar dalam memperluas pasar dan meningkatkan daya saing untuk mencapai efisiensi.


Sumber dan Informan : Studi Literatur, Heads of ASEAN Power Utilities/Authorities (HAPUA), Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, Badan Pusat Statistik Kalimantan, International Energy Agency (IEA), ASEAN Centre for Energy (ACE), Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat.

7. Kerjasama PT. PLN (Persero) -- Serawak Energy Berhad Dalam Mengaplikasikan ASEAN Power Grid Di Daerah Perbatasan Indonesia (Studi Di Kecamatan Sajingan Besar, Provinsi Kalimantan Barat)
Delianti (2020)


Kalimantan Barat adalah provinsi dengan beberapa daerah yang merupakan daerah perbatasan, seperti Kabupatan Sambas dan Kabupaten Sajingan Besar yang berbatasan dengan negara Malaysia. Listrik selalu menjadi kebutuhan masyarakat tetapi Kabupaten Sambas seringkali kesulitan mendapatkan listrik karena pemadaman listrik dan Kabupaten Sajingan Besar belum teraliri listrik. Apabila ini berlanjut akan menghambat aktivitas masyarakat dan berpengaruh terhadap perekonomian setempat. Kerjasama Indonesia (PT. PLN(Persero)) dengan Serawak Energy Berhad disepakati dan memberikan dampak signifikan bagi daerah tersebut. Namun, tak dapat dipungkiri bahwa setiap kerjasama diiringi dengan kepentingan sehingga sering ditemukan benturan antar keduanya. Oleh karena itu, Penelitian ini mencoba menjabarkan pemecahan masalah kolektif dalam kerjasama tersebut di daerah perbatasan.


Teori : Kerjasama Internasipnal dan Kerjasama Bilateral
Perubahan sistem bipolar menjadi multipolar meneybabkan setiap negara memiliki perbedaan pandangan dalam mengambil kebijakan. Hal ini disebabkan oleh perbedaan kekuatan tiap negara dan dapat berujung timbulnya konflik. Untuk mengantisipasi hal tersebut dan mencapai perdamaian, kerjasama internasional menjadi solusi. Kerjasama ini dapat dilakukan secara Bilateral, Regional, maupun Mulilateral. Dalam penelitian ini, Kerjasama yang dijalin adalah Bilateral yaitu situasi dimana adanya hubungan timbal balik atau Tindakan saling memengaruhi antar dua negara untuk meningkatkan kesejahteraan kedua pihak (Krisna, 1993).


Sumber dan Informan : Studi Literatur, PT. PLN (Persero), ASEAN Centre for Energy (ACE), BPS Kabupaten Sambas, Kementerian Dalam Negeri RI.

8. Policy Brief : Review of Policies and Measures for Energy Efficiency in Indonesia's Industrial Sector
ASEAN Centre for Energy : Diana Vitonia , Rio Jon Piter Silitonga (2021)


Indonesia berkomitmen dalam konsumsi energi primer yang efisien dan berkontribusi dalam memenuhi target regional 2025. Industri menempati jumlah konsumsi energi terbesar kedua setelah transportasi dengan 38% dari total konsumsi energi sehingga sektor industri menjadi sektor prioritas. Namun, efesiensi teknologi yang digunakan industri saat ini masih minim dibanding standar global. Hal ini merupakan masalah dan apabila terus berlanjut dapat merugikan Pemerintah seperti dampak tersendiri bagi kegiatan ekonomi dan keberlanjutan energi jangka panjang. Oleh karena itu dibutuhkannya analisis mengenai pentingnya, manfaat, tantangan, dan rekomendasi dalam penerapan teknologi hemat energi di sektor industri Indonesia untuk pertimbangan solusi dari masalah tersebut.


Teori: Efesiensi Energi
Dari perpektif Pemerintah, Diperlukannya promosi efisiensi energi sektor industri karena dapat mengubah total konsumsi negara secara signifikan dan memberikan manfaat seperti menghemat penggunaan lahan, polusi udara dan air, serta dampak sosial bagi masyarakat berpenghasilan rendah (ESDM). Apabila dilihat dari sisi Industri, Efesiensi energi dapat dilakukan dengan meningkatkan operasi dan keandalan dalam proses sehingga mengurangi kemungkinan kegagalan dan optimalisasi kinerja karyawan(IEA).

Subyek dan Informan : Studi Literatur, Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), Asian Development Bank (ADB), Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, ASEAN Centre for Energy (ACE).

9. ASEAN Power Grid: A Secure Transmission Infrastructure for Clean and Sustainable Energy for South-East Asia
Tofael Ahmeda, Saad Mekhilefa, Rakibuzzaman Shah, N. Mithulananthanc, Mehdi Seyedmahmoudiand, Ben Horand (2016)


Asosiasi Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) mengintegrasikan infrastruktur transmisi daya geografisnya yang besar melalui ASEAN Power Grid (APG). Pemanfaatan sumber daya energi bersih yang efisien untuk memenuhi peningkatan akan permintaan listrik memaksa integrasi pasar listrik dan pembangunan mekanisme transmisi yang aman. Oleh karena itu, studi ini mencoba meninjau sumber daya energi bahan bakar fosil dan terbarukan serta proyeksi untuk ASEAN. Selain itu dilakukannya kajian mengenaik scenario ekspor-impor listrik dan perluasan transmisi pembangkit berbasis energi terbarukan serta hambatan dari program tersebut,


Sumber dan Informan : Studi Literatur, Heads of ASEAN Power Utilities/Authorities (HAPUA), International Energy Agency (IEA), ASEAN Centre for Energy (ACE), Asian Development Bank (ADB)

10. Implementasi Kebijakan Energi Baru dan Energi Terbarukan Dalam Rangka Ketahanan Energi Nasional
Muhamad Azhar, Dendy Adam Satriawan (2018)


Energi fosil dari dulu sampai sekarang tetap digunakan oleh seluruh masyarakat tetapi energi ini tidak terbarukan sehingga diperlukannya alternatif lain agar tidak mengganggu kepentingans egala sektor. Menipisnya cadangan energi fosil membuat Indoensia yang dulunya didominasi penggunaan batu bara dan minyak bumi mulai  bergeser ke penggunaan energi baru dan terbarukan (EBT). Penggunaan EBT menajdi fokus pemerintah sehingga dibutuhkannya kebijakan agar segala sektor sinergis mengusahaan peralihan energi tak terbarukan ke EBT. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba menjelaskan bagaimana implementrasi kebijakan EBT untuk mencapai ketahanan energi nasional.


Teori : Penelitian hukum menggunakan pendekatan perundang-undangan


Sumber dan Informan : Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi, Studi literatur, Independent Power Producer, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Komisi Yudisial Republik Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun