4. Kerjasama ASEAN Power Grid dalam Meningkatkan Ketahanan Listrik di Indonesia
Andreas Said (2018)
Listrik merupakan kebutuhan pokok dalam kehidupan sehari-hari termasuk dalam pembangunan setiap negara. Indonesia sendiri adalah salah satu negara dengan konsumsi listrik terbesar di dunia dan nomor 1 di Asia Tenggara. Dengan konsumsi energi yang tinggi, Indonesia berusaha untuk memenuhinya dengan ikut serta dalam kerjasama Kawasan Asia Tenggara yaitu ASEAN Power Grid (APG). APG dibentuk oleh semua negara anggota ASEAN untuk menjamin ketahanan listrik dan menghubungkan listrik ke seluruh negara anggota sehingga kebutuhan listrik dapat terpenuhi. APG juga menjadi wadah bagi pihak swasta dalam meningkatkan perekonomian dan juga membantu negara dalam kegiatan jual beli pasokan listrik, sekaligus sebagai motivator bagi setiap negara untuk meningkatkan ketahanan listrik dalam negeri. Dengan kerangka yang telah disusun bersama, Kerjasama ini memberikan dampak bagi negara Indonesia sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan memberikan dampak kerjasama APG dalam memerangi hambatan listrik Indonesia.
Teori : Kerjasama Internasional
Penelitian ini menggunakan perspektif Neo-liberalisme, didukung oleh teori kerjasama internasional dan konsep peran dan tingkat analisis perusahaan sebagai aktor. Kerjasama internasional merupakan struktur formal yang dibuat berdasarkan perjanjian antara negara anggota yang berdaulat untuk mencapai tujuan bersama para anggotanya (Archer, 1893). Dari sisi Neo-liberalis, negara bukanlah aktor utama dan aktor non negara seperti organisasi internasional merupakan aktor penting. Organisasi Internasional sebagai salah satu aktor yang tidak sebatas tataran State tetapi memasuki tataran non-state menjalankan fungsinya secara melembaga dan berkesinambungan sebagai usaha tercapainya tujuan-tujuan yang disepakaati bersama  (Teuku May Rudy, 2005). Teori ini optimis terhadap kerjasama dapat mewujudkan tujuan dan keuntungan bersama.
Sumber dan Informan : Studi Literatur, Heads of ASEAN Power Utilities/Authorities (HAPUA), Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN Kemenetrian  Luar Negeri Indonesia, International Energy Agency (IEA), ASEAN Centre for Energy (ACE), Perusahaan Listrik Negara.
5. Hambatan Kerja Sama Energi ASEAN Power Grid dari Perspektif Realisme Politik
Muhammad Naufal Musri dan Silvia Dian Anggraeni (2021)
Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) merupakan Kawasan Negara Bangsa di Asia Tenggara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat dan memiliki jumlah penduduk yang besar. Hal tersebut menyebab kunsumsi energi di Kawasan ASEAN dapat dikatakan tinggi namun tidak semua negara anggota ASEAN dapat memenuhi kebutuhannya masing-masing. Untuk dapat memenuhi kebutuhan energi tersebut, Â ASEAN membentuk jaringan kerjasama energi ASEAN Power Grid (APG). Dimulai pada tahun 1997 di bawah kerangka Visi ASEAN 2020, kerjasama regional energi belum mencapai hasil yang diharapkan. Masih ditemukannya hambatan-hambatan sehingga dibutuhkan analisis mengenai hambatan pengembangan kerjasama infrastruktur energi listrik sehingga penelitian ini mengidentifikasi penyebab di balik terhambatnya kemajuan realisasi APG.
Teori : Kerjasama Internasional
Melalui perspektif realisme politik berdasarkan perilaku status quo yang menganggap energi sebagai komoditas strategis. Dalam menjalin kerjasama, setiap negara selalu memperhatikan keuntungan yang diperoleh sehingga kerjasama sulit untuk dipertahankan dan kerjasama ini menjadi wadah untuk menciptakan balance of power (John J. Mearsheimer, 2006). Kerjasama ini berjalan untuk keuntungan bersama tetapi ada kemungkinan negara mempertanyakan siapakah yang akan mendapatkan keuntungan yang lebih dan apa keuntungan bagi negara lainnya (Waltz, 1979). Energy security dapat dicapai dengan kerjasama ini dan negara sama-sama memperjuangkan kepentingan nasionalnya termasuk dengan memperebutkan pasokan energi. Hal ini menyebabkan kompetisi dan suasana tegang yang menyebabkan terhambatnya mencapai tujuan dari kerjasama tersebut dilaksanakan.
Sumber dan Informan : Studi Literatur, International Energy Agency(IEA), ASEAN Centre for Energy (ACE)
6. The Impact of Electrical Power Interconnection Cooperation between West Kalimantan and Sarawak in Increasing Economic Growth Potential in West Kalimantan
Riani Septi Hertini (2020)
Dengan posisi Indonesia sebagai Konsumen listrik tertinggi di Asia Tenggara, kebutuhan listrik Indonesia telah menembus angka yang besar. Namun, hal tersebut tidak diikuti dengan pembanguann infrastruktur ketenagalistrikan yang merata di daerah-daerah secara menyeluruh sehingga beberapa daerah masih kesulitan mengkonsumsi listrik seperti Provinsi Kalimantan Barat. Gangguan dan Pemadaman listrik di Provinsi ini sudah terjadi mulai tahun 2006 dan terus terjadi pemadaman setiap harinya di beberapa daerah termasuk Pontianak. Untuk menjawab masalah ini, Pemerintah mencoba menjalin kerjasama interkoneksi tenaga listrik melalui program ASEAN Power Grid (APG). Dengan listrik yang terjamin akan membawa setidaknya kegiatan ekonomi yang terus berjalan. Oleh karena itu, penelitian ini ingin mendeskripsikan bagaimana program ini menjawab masalah ketenagalistrikan dalam meningkatkan potensi pertumbuhan di Provinsi Kalimantan Barat.
Teori : Konsep Paradiplomasi dan Teori Pertumbuhan Ekonomi
Konsep yang digunakan adalah Paradiplomasi. Paradiplomasi merupakan kapasitas aktor non-negara dalam kerjasama luar negeri untuk mengusahakan kepentingan khusus. Globalisasi membawa kegiatan diplomasi yang dahulunya menaruh kedaulatan penuh kepada pemerintah sekarang bergeser ke partisipasi lokal atau otonomi daerah dalam kegiatan internasional. Konsep ini dapat diartikan sebagai 'kebijakan luar negeri non-pusat,' (Aldecoa, Keating, dan Bayern, 2000). Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan dalam suatu perekonomian daerah, yang ditentukan oleh pertumbuhan yang tinggi, yang ditunjukkan dengan perubahan output nasional, dengan menggunakan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) daerah (Adisasmita, 2013). Perekonomian suatu negara yang terintegrasi dengan perekonomian global memiliki peluang yang lebih besar dalam memperluas pasar dan meningkatkan daya saing untuk mencapai efisiensi.