Mohon tunggu...
NATA ANTORIUS
NATA ANTORIUS Mohon Tunggu... Guru - Nama penggilan Nata atau abu bizar

Saya adalah seorang guru yang mengajar di sebuah sekolah dasar di Sumatera Selatan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Haruskah Kami Menjadi Penonton?

16 November 2019   08:15 Diperbarui: 16 November 2019   10:44 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Assalamualaikum sahabat kompasiana, selamat pagi dan semoga dipagi yang cerah ini selalu dalam limpahan rahmat Allah yang Maha Esa. Hari ini adalah Sabtu tanggal 16 November 2019 bertepatan dengan tanggal 19 Rabiul Awal 1441 Hijriah. Tulisan berikut ini mewakili, keluh kesah dan harapan guru honor se-Indonesia dan honorer yang berada di instansi selain Pendidikan. Mudah-mudahan menjadi penggugah hati bagi para pembaca.

Sahabat, pada tahun 2018 yang lalu, saya  berniat ingin mendaftarkan diri untuk mengikuti tes CPNS, saat itu umur saya pas 35 tahun 4 bulan. Dengan berharap, mungkin masih bisa mendaftar di situs pendaftaran tes CPNS 2018. Namun, setelah saya mencoba mengisi data-data yang dibutuhkan di situs penerimaan CPNS, saya tak bisa lagi melanjutkan, disebabkan oleh usia saya yang sudah melampaui batas akhir. Hal ini bukan saja saya rasakan sendiri, banyak juga teman-teman seusia dan lebih dari 35 tahun yang hanya mengusap dahi, dan berdoa mudah-mudahan ada harapan lain selain mengikuti tes CPNS. Yang lebih mengiris hati lagi, ketika melihat siswa-siswa kami yang dulu ingusan, kini ada yang lulus penerimaan CPNS 2018. Salah apakah usia kami sehingga kami hanya mampu untuk meneteskan air mata harapan yang kini bagaikan mimpi di kepingan-kepingan kaca yang berhamburan.

Sahabat, ada salah seorang teman penulis yang saat ini sudah memutuskan untuk berhenti dari mengajar di sebuah sekolah dasar yang ada di desanya, dengan alasan untuk apa mengabdi jika pengabdian ini tak dihargai, lebih baik banting setir mencari pekerjaan lain, karena bertahun-tahun mengajar namun bertahun-tahun pula menjadi honorer. Alhmadulillah, sekarang teman saya itu saat ini sudah bekerja di tempat lain dan menjadi seorang security. "Saya dulu berharap, jika dengan mengabdi di instansi pendidikan  sebagai pengajar bisa diangkat seperti bapak-ibu yang menjadi senior saya, Namun kenyataannya kebijakan saat ini sangat berbeda sekali dibanding saat mereka diangkat dulu" Kata Abu Pir sahabat saya yang saat ini menjadi security.

Nah sahabat, di tahun 2019 ini teman-teman kami yang di bawah usia kami, saat ini beramai-ramai menyerbu situs sscasn, untuk mendaftarkan diri menjadi pengabdi negara yakni CPNS, dan kali ini kami pun kami harus siap untuk menonton dan duduk manis melihat semangat-semangat mereka memecahkan bebatuan harapan yang dulu menjadi mimpi kami, dengan dihiasi senyum-senyum mekar penuh gemerlapnya cahaya antusias untuk menjadi salah satu dari ribuan insan yang mencoba keberuntungan di kanca pemerintahan, yakni CPNS. 

Sahabat, Suatu hari ada teman saya yang bertanya kepada saya, mengenai partisipasi saya di tahun ini terhadap penerimaan CPNS 2019.

"Anto, kamu ikut mendaftar tes CPNS 2019 ya?"tiba-tiba salah seorang rekan saya bertanya.

"Ogah, ah. Lagian saya kan sudah termasuk tua"Jawab saya sekenanya.

"Masa sih, tua darimana"lanjutnya lagi.

"Ia benar, umur saya tidak termasuk kriteria yang disyaratkan untuk ikut tes, umur saya sudah lebih dari 35 tahun"

"tahun kemarin saja, selisih sedikit, saya tak bisa melanjutkan proses pendaftaran penerimaan CPNS".

"Oh, begitu ya. Kamu sabar saja, mungkin Allah memberi jalan yang lain yang lebih baik"lanjut teman saya menasehati.

Mungkin benar  apa yang dikatakan teman saya itu. Saya dapat menyimpulkan, bahwa hidup kita ini sudah diatur oleh sang Maha Pencipta, yaitu Allah Ta'ala. Ibarat sebuah alat elektronik oleh perancang dan pembuatnya sudah diatur massanya, berapa kapasitasnya, berapa lama tahannya, dan apa yang dibutuhkannya. Itulah kita manusia, kita hanya bisa berharap dan berdoa kepada Allah ta'ala. Dan semuanya, kita serahkan kepada Allah. Namun, harapan dan doa kami sebagai pengabdi pemerintah agar lebih diperhatikan, ketimbang mereka anak-anak didik kami yang dulu kami didik dan kami ajarkan. Coba bayangkan, untuk membaca atau menghitung saja mereka saat itu terbata-bata. 

Ya, Allah jika ilmu kami yang kami tebarkan kepada siapapun yang belajar kepada kami adalah karena mengharap Ridho-Mu, maka berilah kami keberkahan dan rahmat dari-Mu"itulah doa lafaz doa yang saya ucapkan dikala termenung membayangkan harapan dan cita-cita. 

Beberapa waktu yang lalu, sebelum pergantian kabinet pemerintahan, bapak menteri Muhajir yang saat itu menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan periode 2014 - 2019, sangat antusias dan serius menanggapi permasalahan guru-guru honorer ini. Beliau meminta waktu kepada para-guru honorer untuk menuntaskan persoalan pengangkatan menjadi PNS dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).

Namun sampai saat ini guru-guru yang lulus P3K belum ada kabar kejelasannya. Mereka selalu menunggu, kapan mereka disumpah dan dilantik sebagai pegawai pemerintah yang disebut P3K. Bapak Muhajir juga berharap guru-guru honorer mendapat gaji setara UMR, namun sepertinya hal itu belum terlaksana. Seperti yang penulis lansir dari situs Kompas.com, bahwa bapak Muhadjir mengusulkan agar  Guru Honorer  mendapat tunjangan yang setara dengan Upah Minimum Regional (UMR). Beliau, mengatakan hal ini ditujukan bagi mereka yang tidak bisa ikut tes atau diangkat CPNS dan tidak lulus P3K.  Seperti kabar yang beredar banyak kepala daerah yang belum siap jika anggaran untuk gaji P3K dilimpahkan ke Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).

Senada dengan berita di Kompas.com, berita yang penulis baca di situs Tempo.co.id disebutkan bahwa Bagi mereka yang gagal tes CPNS 2018 dan Formasi P3K akan digaji setara UMR. Sungguh kabar ini, sebuah angin yang sangat segar bagi kami guru honorer. Walaupun, tak menjadi PNS tapi kami akan dihargai. Mudah-mudahan solusi terbaik untuk kami pegawai Honorer segara dituntaskan. Dan, masih besar juga harapan kami honorer yang sudah lebih dari puluhan tahun bisa seperti mereka yang dulu diangkat menjadi PNS dizaman pemerintah sebelum bapak presiden saat ini. Namun, jika harus melewati test-test yang berliku, mungkin kami yang lama akan kalah bersaing dengan mereka yang masih muda dan bersemangat. Rupanya dibanyak sisi kebijakan apapun yang dibuat masih membuat hati para pengabdi yang puluhan tahun mengajar dengan digaji honor tidak merasa puas, seperti yang saya baca pada komentar di situs-situs berita. Ada yang menanggapi bahwa kalau bukan karena bantuan guru honor apa mungkin pendidikan yang dijalan guru-guru PNS berjalan sepenuhnya.

Apakah kami harus selalu menjadi penonton untuk mereka yang dibawah umur kami, mereka yang masih saja baru mencari pengalaman?

sedangkan kami, belasan tahun bahkan puluhan tahun mengabdi dan bertahan menjadi honorer tak layak menjadoi PNS-kah!

Apakah salah kami!

Salahkah kami bila ingin seperti mereka?

Apa salah kami menjadi honorer sehingga sulit bagi kami untuk diangkat?

Semoga bapak menteri pendidikan yang baru lebih memperhatikan lagi kami yang guru honorer ini. Dan kami mendoakan bapak Nadiem Makarim selalu sehat dan diberikan Allah ta'ala kemudahan dalam menyelesaikan setiap permasalahan, termasuk masalah honorer yang selalu dipandang sebelah mata.  Bayangkan, seperti yang disampaikan ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI), Muhammad Ramli, bahwa ada guru honorer yang digaji seratus ribu rupiah. Cukup apa uang sebanyak itu, beli minyak motor saja tidak mungkin sampai seharian untuk bahan bakar. 

Ya Allah semoga pemimpin kami luluh hatinya dan mengangkat kami menjadi pegawai tetap di instansi di tempat kami mengabdi.

Ya Allah lindungilah pemimpin-pemimpin kami.

Tulisan ini tidak untuk menjatuhkan atau memojokkan pihak manapun juga, tulisan ini hanya untuk mewakili hati penulis, dan kawan-kawan yang senasib, seperjuangan.

terima kasih

Baca juga : Akhirnya aplikasi PMP 2019 telah dirilis, setelah gagal update versi online 

Baca Juga : Artikel di situs  edukasinfo.Net dan Situs Bookmaymadrasah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun