Mohon tunggu...
Nasywa Ibtisamah
Nasywa Ibtisamah Mohon Tunggu... Penulis - manusia berjuta asa

medium.com/@opininasywa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Surabaya Membara 2018: Drama Kolosal Berdarah, Salah Siapa?

12 November 2018   10:51 Diperbarui: 12 November 2018   10:51 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Surabaya Membara 2018 (screenshoot dari google)


"Jadi, yang pertama kami tidak tahu. Saya sudah cek mulai camat sampai  semua asisten sekda tidak ada yang tahu. Saya pun tidak tahu, baru  mengetahui setelah kejadian. Tidak ada surat pemberitahuan dan izin sama  sekali. Saya jangan ditanya itu, karena kita tidak tahu sama sekali.  Jadi, tolong tanya panitia. Yang kedua, korban sudah ditangani semampu  kami."

 Pernyataan Bu Walikota Surabaya, saat ditanya pendapatnya mengenai insiden berdarah, 9 November 2018. Simpan dahulu pernyataan beliau. Akan dikupas faktor-faktor lain, bagaimana bisa pernyataan seperti itu keluar dan memberi kesan seolah-olah "lepas tangan".

Surabaya membara merupakan pagelaran tahunan yang sudah diadakan dari tahun 2011. Dari hasil surfing, saya berhasil menemukan poster "Surabaya Membara" di tahun 2015.

Dapat dilihat bahwa pelaksanaan acara bertempat di Tugu Pahlawan Surabaya, dengan dukungan dari Pemerintah Kota, Pemerintah Propinsi, hingga kepolisian. Bahkan, suksesnya acara ini turut ditempel pada halaman website resmi kota Surabaya. Drama kolosal bertemakan "Tentara Rakyat Indonjesia Pelajar" yang diketuai Taufik ini sukses menyedot 10.000 penonton yang memadati  Jalan Pahlawan. Meski berdurasi hanya sekitar 60 menit, drama ini mampu menggambarkan pertempuran heroik arek-arek Surabaya dalam mengusir penjajah Belanda dan Sekutu.

Namun, di tahun 2015 ada beberapa keluhan penonton. Diantaranya seputar kondisi penonton yang berjubel, dan berdesakan sehingga membuat tidak nyaman menonton. Mereka menginginkan layar besar agar masyarakat yang tidak dapat menonton dari dekat, tetap bisa melihat dengan nyaman melalui layar. Rupanya, masukan-masukan itu tidak ditanggapi oleh pihak Komunitas. Drama kolosal yang telah menyedot antusiasme masyarakat ini, tetap diadakan di tahun-tahun selanjutnya tanpa ada perbaikan dari segi penonton. 

Hingga di 2018, drama yang menggunakan kosmetik untuk membuat darah palsu, benar-benar menjadi peristiwa berdarah yang membuat 3 nyawa melayang. Pertunjukan apik yang melibatkan sekitar 750 pemain yang berasal dari SMK Muhammadiyah 1 Surabaya, SMA Sejahtera, TNI dan sebagainya mendapatkan label pertunjukan cacat. Berita di dalam jaringan maupun luar jaringan menceritakan kronologis bagaimana korban bisa berjatuhan dari viaduk dengan tinggi sekitar 6 meter. Sangat sedikit media yang mengangkat bagaimana perjuangan para aktor drama agar bisa memberikan performa terbaiknya untuk menceritakan bagaimana perjuangan para pahlawan saat masa penjajahan.

Surabaya Membara 2018 (screenshoot dari google)
Surabaya Membara 2018 (screenshoot dari google)


Salah siapa? Bu Risma? Panitia?

Tentu, pertanyaan itu membayangi kepala pembaca. Hingga Bu Risma memberikan klarifikasi, tidak adanya izin yang dikantongi pihak panitia dari pemerintah kota. Dan hal itupun dibenarkan Taufik selaku ketua Komunitas Surabaya Membara. Panitia hanya bekerja sama dengan pemadam kebakaran, tantara dari Korem 084 Bhaskara Jaya dan juga mobil ambulans yang berasal dari Pemprov.

Pertanyaan selanjutnya pun menguak dari kepala, bagaimana bisa acara sebesar ini dengan percaya dirinya tidak berkoordinasi dengan Pemkot Surabaya? Padahal Surabaya adalah salah satu kota yang telah menerapkan konsep Smart City dan memiliki website dengan Calendar of Events tiap bulannya. Tentu, promosi yang dilakukan pemerintah kota Surabaya sangat membantu. Atau karena Surabaya Membara sudah memiliki nama, tidak lagi membutuhkan bantuan Pemkot?

Terkait hal ini, saya tidak bisa menjawab. Hanya panitia dan komunitas Surabaya membara saja yang bisa memberikan klarifikasi. Kritik yang bisa saya berikan yaitu, sebaiknya acara besar yang menyedot animo masyarakat haruslah meminta izin kepada pemerintah daerah. Jika terjadi suatu hal yang tidak diinnginkan, pastilah kota "Surabaya" ikut tercoreng, terlepas siapa yang mengadakan. Apalagi sejak tiga tahun yang lalu, masyarakat sudah menyampaikan keluhannya terkait membludaknya penonton. Panitia bisa bekerja sama dengan Pemkot untuk mengadakan pagelaran di tempat yang lebih luas dan minim risiko.

 Nasi telah menjadi bubur, yang lalu biarlah berlalu. Turut berduka cita kepada para korban. Apresiasi pun harus tetap kita berikat untuk para pemain drama kolosal yang telah bekerja keras. Peristiwa berdarah ini menjadi evaluasi yang berarti tidak hanya bagi panitia, namun juga masyarakat. Pentingnya untuk menomor satukan keamanan. Tidak ada lagi alasan "melihat lebih jelas", "kalo dari atas, tidak berjubel" atau alasan-alasan lain yang membenarkan sesuatu yang salah. Pahami bahwa nyawa adalah suatu hal yang sangat berharga, yang harus dijaga. Mari kita pertahankan nama baik kota Surabaya yang telah dibangun ibu Walikota. Jogoen kutomu cuk!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun