Mohon tunggu...
Nasywa Amalia
Nasywa Amalia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menghadapi Stigma ODGJ: Tantangan dan Inisiatif Penanggulangan di Indonesia

23 Juni 2024   21:57 Diperbarui: 23 Juni 2024   22:33 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PENDAHULUAN

a. Latar Belakang

Tantangan terbesar yang menghambat akses ODGJ terhadap layanan kesehatan, dukungan sosial, dan kesempatan kerja merupakan stigma negatif yang masih saja berkembang di Indonesia . Sikap negatif dan diskriminasi sering kali memperburuk kondisi mental mereka dan menghalangi proses pemulihan. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah dan berbagai organisasi telah meluncurkan berbagai inisiatif, termasuk kampanye edukasi, program pemberdayaan, serta peningkatan akses dan kualitas layanan kesehatan jiwa. Upaya ini bertujuan untuk mengurangi stigma, meningkatkan kesadaran masyarakat, dan menciptakan lingkungan yang lebih inklusif bagi ODGJ, sehingga mereka dapat hidup dengan lebih bermartabat dan mandiri.

 

b. Rumusan Masalah

  • Apa saja karaktersitik dan bentuk stigma terhadap ODGJ yang berkembang di Indonesia?
  • Bagaimana dampak yang ditimbulkan dari stigma terhadap ODGJ?
  • Apa saja faktor-faktor yang menyababkan masih berkembangnya stigma terhadap ODGJ di Indonesia?
  • Apa saja upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat dalam menanggulangi stigma terhadap ODGJ?

 

c. Tujuan

Tujuan penulisan esai ini adalah untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya penanganan gangguan jiwa sebagai salah satu masalah kesehatan serius yang mempengaruhi individu, keluarga, dan masyarakat secara luas di Indonesia. Esai ini menggambarkan kompleksitas tantangan yang dihadapi pemerintah dalam menyediakan perawatan yang efektif bagi Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ), termasuk stigma yang melekat padanya. Melalui pemahaman yang lebih baik, upaya untuk mengurangi stigma, dan peningkatan akses terhadap layanan kesehatan mental, esai ini mendorong perubahan sosial yang positif dalam mendukung kesejahteraan ODGJ dan menciptakan lingkungan yang inklusif serta mendukung bagi mereka dalam masyarakat.

 

d. Tinjauan Pustaka

Penelitian tentang stigma terhadap gangguan jiwa meliputi berbagai aspek penting. Studi pertama mengidentifikasi persepsi masyarakat dan faktor-faktor yang memengaruhi stigma di tingkat komunitas. Studi kedua meneliti efektivitas program kontak sosial dan psikoedukasi dalam mengurangi stigma dengan intervensi sosial. Penelitian ketiga menggunakan Constructivist Grounded Theory untuk memahami stigma, stigmatisasi, perilaku kekerasan, dan ketakutan pada ODGJ di Indonesia. Artikel keempat mengadvokasi untuk mengakhiri stigma melalui kolaborasi pemerintah dan masyarakat. Studi kelima mengeksplorasi pendidikan kesehatan sebagai strategi destigmatisasi lokal. Penelitian terakhir fokus pada strategi inklusi sosial dan pencegahan stigma di komunitas.



PEMBAHASAN

Gangguan jiwa merupakan masalah kesehatan yang mempengaruhi kualitas hidup individu secara signifikan. Gangguan ini mencakup berbagai kondisi mental yang dapat mengganggu pikiran, perasaan, perilaku, dan fungsi sosial seseorang. Di Indonesia, seperti di banyak negara lain, gangguan jiwa menjadi perhatian serius karena dampaknya yang luas terhadap individu, keluarga, dan masyarakat secara keseluruhan. Upaya untuk memahami, mengurangi stigma, dan menyediakan pelayanan kesehatan mental yang memadai merupakan langkah krusial dalam meningkatkan kesejahteraan dan inklusi sosial bagi orang dengan gangguan jiwa.

Dalam menangani gangguan jiwa, pemerintah masih menghadapi banyak hambatan yang rumit. Menurut Agusno (2011), ada tiga masalah utama pada kesehatan mental di Indonesia, yakni kurangnya pemahaman masyarakat tentang gangguan jiwa, stigma yang berkembang di masyarakat, dan tidak meratanya pelayanan kesehatan mental. Hambatan-hambatan ini menciptakan tantangan dalam memberikan perawatan yang efektif bagi Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) dan mengurangi dampak negatif dari stigma yang mereka hadapi.

Stigma adalah salah satu masalah besar dalam penanganan gangguan jiwa. Stigma ini terjadi ketika orang dengan gangguan jiwa diberi label negatif, membuat mereka dianggap tidak normal atau memalukan. Istilah 'stigma' berasal dari bahasa Yunani kuno yang artinya mengacu pada jarak sosial di antara mereka yang menderita gangguan jiwa dan orang lain yang enggan berinteraksi dengan mereka. Akibatnya, orang dengan gangguan jiwa sering menghadapi diskriminasi, stereotip, dan pengucilan, yang bisa memperburuk kondisi mereka dan menghambat proses penyembuhan.

Menurut Mestdagh dan Hansen (2013), sikap negatif terhadap orang dengan gangguan jiwa membuat masyarakat cenderung menghindari mereka dan enggan membantu, sehingga menghambat penyembuhan mereka. Menurut Hartanto, Hendrawati, dan Sugiyorini (2021), stigma seperti pelabelan, stereotip, dan pengucilan tidak hanya menghalangi penyembuhan tetapi juga meningkatkan risiko kambuh. Orang dengan gangguan jiwa membutuhkan dukungan dari keluarga dan lingkungan mereka, tetapi stigma yang mereka hadapi justru mengganggu dukungan tersebut, baik secara psikologis maupun sosial.

Taylor dan Dear (1981) menjelaskan bahwa stigma terhadap gangguan jiwa memiliki empat dimensi atau domain yakni, otoriterisme, kebajikan, pembatasan sosial, dan ideologi komunitas kesehatan mental. Stigma ini sering kali berakar pada ketidakpahaman dan ketakutan masyarakat terhadap ODGJ. Goffman (2003) menambahkan bahwa stigma ialah tanda yang muncul atau dibuat pada tubuh seseorang untuk menunjukkan bahwa individu tersebut memiliki status moral yang dianggap buruk oleh masyarakat. Stigma tersebut memperburuk citra diri individu yang terkena label negatif.

Stigma yang terus berkembang di masyarakat dapat berdampak serius bagi individu yang terkena label tersebut. Menurut Girma (2013), individu yang mengalami stigma mengalami kesulitan dalam berinteraksi sosial, dan dalam kasus yang parah, dapat menyebabkan risiko tindakan bunuh diri. Stigma juga membuat orang enggan mencari pengobatan, menurunkan kualitas hidup, membatasi peluang kerja, dan mengurangi rasa percaya diri (Covarrubias & Han, 2011). Mestdagh (2013) menunjukkan bahwa stigma tidak hanya memengaruhi individu dengan gangguan jiwa, tetapi juga membuat masyarakat sekitar merasa takut dengan keberadaan mereka di lingkungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun