Disamping melibatkan media online, saya bersama teman-teman juga bersinergi dengan beberapa media cetak dan media televisi lokal yakni, DAAI TV. Harapannya, agar aksi yang dilakukan bisa tepat sasaran, sebab saya dan teman-teman sadar bahwa tidak semua orang menggunakan social media twitter dalam mendapatkan informasi.
Kegiatan yang berlangsung selama satu hari ini berhasil mendatangkan sekitar 600 pengunjung baik dari tamu undangan, mahasiswa, dan umum (para pengunjung taman), tergolong sukses. Sebab, saat itu #saveTHB menjadi tranding topic Medan dan menjadi berita kolom komunitas di beberapa media cetak. Semua ini tidak terlepas dari peran akun twitter @ceritamedan dan @ShafiqPontoh sebagai promotor dalam The Bazaar Picnic, sehingga para admin akun twitter anonym turut membantu aksi #SaveTHB secara social media.
Antusiasme dan keberhasilan kegiatan The Bazaar Picnic ini menginspirasi salah satu pembicara yang merupakan perwakilan dari Komunitas Taman, ia akrab dipanggil Bapak Miduk. Lelaki yang dikenal dengan sorban dan baju kemeja putih ini mengaku sangat terinspirasi dengan kegiatan yang digelar oleh Komunitas Piknik Asik dan Komunitas Medan Berkebun. “Kegiatan kalian sangat bagus sekali, mungkin saya akan mengadaptasi kegiatan serupa untuk melakukan aksi penolakan alih fungsi Taman Hutan Beringin ini,” ungkapnya pada saat menggoretkan tanda tangan di kain putih berukuran 2x7 meter yang berisi petisi para pengunjung The Bazaar Picnic.
Atas dasar niat Bapak Miduk, akhirnya aksi serupa tercetus kembali yang bertajuk “Medan Community Festival.” Kegiatan ini masih bertemakan #saveTHB sebab tujuan dari kegiatan ini masih sama dengan kegiatan sebelumnya yang diinisiasi oleh Komunitas Piknik Asik Medan dan Komunitas Medan Berkebun. Hanya saja pada kegiatan ini Bapak Miduk melibatkan 20 komunitas dalam kampanye #saveTHB.
[caption id="attachment_336581" align="aligncenter" width="300" caption="Medan Community Festival"]
Dua puluh komunitas yang terlibat terdiri dari Komunitas Taman, Blood For Life Act Community, Komunitas Piknik Asik Medan, Komunitas Medan Berkebun, Badan Warisan Sumatera, Kompas USU, PKPU Medan, Parkour Medan, Komunitas Seni Lukis, Komunitas Bale Marojohan, Komunitas Vespa Medan, Komunitas Medan Heritage Tour, Komunitas Akademi Berbagi, Komunitas Tari, Komunitas Wirausaha Medan, Komunitas Medan Buzzer, Komunitas Blogger Medan, Nyfara Foundation, Komunitas Fotografi USU, Sayap Nusantara, Medan Guitar Jamm Community, Komunitas Android Medan, Komunitas Sumatera Membaca, dan beberapa Komunitas Mahasiswa.
Sedikit berbeda dengan kegiatan yang digelar oleh Komunitas Piknik Asik Medan dan Komunitas Medan Berkebun, “Medan Community Festival” berupa pergelaran aksi 20 komunitas dimana mereka menampilkan beragam aktifitas yang mendukung penolakan alih fungsi Taman Hutan Beringin. Jika pada kegiatan “The Bazaar Picnic” lebih berupa sosialisasi fungsi dan manfaat taman kota, pada “Medan Community Festival” ini justru lebih mengedepankan aktifitas para komunitas yang terlibat, namun tetap pada satu tema yakni, #saveTHB.
Kegiatan yang diselenggarakan pada 30 Juni 2013 ini berupa bazaar kuliner, aksi sketcher oleh Lindi Gallery, donor darah, tari tradisional, tari kontemporer oleh Agung Suharyanto, mini pameran foto, pergelaran puisi dan musik, biofori taman, pelesapan merpati, dan long march. Semua ini dikemas dalam rangka bentuk penolakan alih fungsi Taman Hutan Beringin yang merupakan taman kota sekaligus heritage Kota Medan yang patut dilestarikan keberadaannya.
Alasan Dilakukannya Aksi
Taman Hutan Beringin yang diresmikan sebagai Taman Hutan Kota pada 24 Januari 2007, tidak hanya berfungsi sebagai taman melainkan juga sebagai pilihan objek wisata bagi beberapa kalangan masyarakat di Kota Medan. Luas taman yang hanya seluas 12.219 meter persegi menjadi alasan kuat dilakukannya penolakan atas alih fungsi taman menjadi Masjid Raya Medan. “Untuk membangun sebuah Masjid Raya dibutuhkan areal yang luasnya lebih dari luas Taman Hutan Beringin ini,” sebut Bapak Miduk pada salah satu wartawan media cetak pada siang itu.
Selain itu, posisi Taman Hutan Beringin berada di pinggir Sungai Deli dan ini tidak memungkinkan dilakukan pembangunan Masjid Raya, sebab dapat membahayakan proses ekosistem lingkungan, salah satunya daerah resapan air. Alasan lainnya yakni, Taman Hutan Beringin juga merupakan taman kota yang selalu padat pengunjung apalagi pada akhir pekan. Hal ini dikarenakan posisi taman yang berada di pusat Kota Medan dan terdiri dari 20 jenis tumbuhan, berbagai macam hewan, serta kolam ikan yang berbentuk kacang, sehingga membuat taman ini lebih rimbun dari taman kota lainnya.